Tunggal Hati Seminari (THS) - Tunggal Hati Maria (THM):
(sebuah catatan kritis terhadap
tulisan Mas Bambang Harsono tentang:
DEMO (Pertunjukan) sebagai sarana
Promosi THS-THM)
Tulisan
saya ini sebatas ulasan pribadi yang bertolak dari pengalaman yang sedikit yang
saya miliki. Selain sebagai ulasan pribadi, juga saya berharap tulisan kecil
saya dapat menjadi pelengkap untuk sesama anggota THS-THM dimana pun kita
berada. Juga untuk menjawabi tulisan yang cukup mengagumkan dari ulasan Mas Bambang.
Saya memulai ulasan kritis saya ini sebagai berikut.
A.
Secuil
Pengalaman Kecil dari Kepulauan Anambas:
Pengalaman
pribadi menjadi anggota THS-THM adalah sebuah pengalaman pribadi yang bagi saya
sulit untuk dibagikan kepada orang lain. Mungkin ini alasan soal pribadi yang
tidak pede karena penampilan saya yang bukan seperti seorang pesilat dan
olaragawan, merasa belum banyak tahu, kurang percaya diri, takut dibilang
sombong, takut dikatakan pengacau, dan lain-lain. Karena dengan alasan ini,
saya pun secara pribadi ‘diam-diam’ saja seakan merasa belum tahu dan
seolah-olah tidak peduli.
Saya
datang ke Anambas, tepatnya di Tarempa bulan Februari 2001. Sebagai guru Agama
Katolik baru, saya melihat bahwa setiap sore, anak-anak entah Katolik atau
bukan Katolik mengikuti latihan berbagai perguruan silat dan karate. Waktu itu
ada perguruan silat (baju putih), ada perisai diri (baju merah), ada silat
melayu (baju hitam), ada taekwando (baju putih), ada inkaai (baju hitam) dan
lain-lain ada di Tarempa-Anambas. Suatu sore, saya mengunjungi seorang anak SMP
kelas I, namanya Ferdi, salah satu anak Katolik. Ketika saya sampai di rumah,
saya melihat dia memakai baju putih dan celana putih-iya...pakaian silat. Saya
tanya kepada dia, kamu ikut beladirinya? Dia jawab: iya pak. Sudah berapa
tahun? Dia jawab lagi: lebih kurang tahun ketiga. Dalam hati saya, hebat sekali
anak ini. Saya tanya lagi, memangnya siapa yang suruh kamu ikut latihan? Dia
menjawab: orangtua saya. Kata orangtua, di pulau ini banyak beladiri, kamu juga
harus ikut latihan, biar untuk menjaga diri. Saya pun hanya menjawab:
o...baguslah, kalau didukung oleh orangtua!
Lewat
beberapa bulan, Ferdi setiap sore main di pastoran. Kebetulan, di samping
pastoran itu, ada rumah keluarganya. Dalam obrolan di pastoran itu, saya
menggali banyak hal soal latihan silat yang dia geluti dan secara sengaja saya
menggali pengalaman-pengalaman perguruan lain dan seluk beluk latihannya. Tanpa
sadar, saya katakan kepada Ferdi, mengapa kalian tidak latihan saja di
pastoran? Ferdi itu menjawab: pak, juga mau ikut latihan ya? Akhirnya saya
menjawab: ajak aja beberapa temanmu untuk latihan saja di pastoran. Bawa
teman-temanmu yang Katolik. Lewat beberapa minggu, Ferdi datang membawa tiga
orang (2 katolik dan 1 budha). Pak, ini teman saya, satu Katolik dan satu
Budha, mereka mau latihan disini.
Kesempatan
inilah saya pakai untuk mengobrol dengan mereka soal beladiri. Saya dengan
tegas katakan kepada mereka bahwa di Gereja kita punya beladiri Katolik namanya
THS-THM. THS untuk laki-laki dan THM untuk perempuan. Mereka terkejut sekali.
Mereka sepakat untuk mau ikut latihan saja di Gereja. Mereka berjanji akan
menyampaikan kepada teman-teman Katolik yang lain untuk datang ikut latihan di
pastoran. Hari Jumat waktu itu, Ferdi berhasil mengumpulkan sepuruh anak muda
Katolik. Jumat sore, mulai pembukaan latihan. Saya ingat waktu itu, ada enam
anak laki-laki dan empat perempuan yang datang ikut latihan. Selanjutnya mereka
minta latihan seminggu dua kali. Acara latihan dimulai dengan kami duduk
melingkar, berdoa-baca Kitab Suci, organisasi: saya menginformasikan tentang
THS-THM, dan kemudian latihan fisik, lalu ada rekreasi berupa evaluasi dan
sharing pengalaman dari sepuruh peserta latihan, dan ditutup dengan doa
penutup.
Saya
mencatat secara khusus sampai sekarang dalam hal evaluasi dan sharing dari kesepuluh
anak muda ini. Pertama, mereka kagum bahwa di Gereja Katolik ada beladiri
Katolik, ini tidak ditemukan dalam agama lain. Kedua, acara latihan
mulai dengan doa dan baca Kitab Suci, lalu latihan fisik dan ditutup dengan doa
lagi, mereka merasakan ada sesuatu yang baru. Ketiga, salam THS-THM.
Mereka mencatat sebagai sebuah nilai untuk membangun keakraban dan persaudaraan
diantara mereka. Keempat, latihan fisik dinilai mereka sebagai sebuah latihan
yang berat tetapi berdaya guna untuk kesehatan dan pelenturan fisik. Mungkin
karena mereka masih muda dan masih segar. Kelima, mereka menemukan ada banyak
ilmu: soal Kitab Suci, doa, persaudaraan-keakraban, tekun dan berprinsip,
keberanian, dan taat serta setia.
B.
Pendadaran
Perdana
Karena
saya waktu itu, berkas-berkas THS-THM sangat minim didapat, maka saya
menetapkan bahwa setelah satu tahun baru ikut pendadaran pertama. Pendadaran
saya minta mereka selama tiga hari libur sekolah. Pendadaran di pastoran dengan
cara berkemah. Hebatnya, segala urusan pendadaran dan perlengkapan pendadaran,
disiapkan oleh mereka. Saya waktu itu, muncul sikap rasa bangga. Karena mereka
mulai berinisiatip dan mau taat dan setia ikut serta mau bekerja.
Urusan
makan minum dan segala perlengkapan lain, mereka sendiri. Peserta yang ikut
hanya lima orang saja. Saya bilang kepada mereka, walau lima orang saja, tetap
ikut pendadaran. Proses acara dan latihan serta kegiatan pendadaran, saya
berunding dengan Ferdi. Inti dari Pendadaran Perdana: Doa-Kitab Suci,
Organisasi, Latihan Fisik, Permainan dalam Rekreasi (saya minta semua peserta
menyiapkan satu permainan). Akhir dari pendadaran, kami ibadat bersama dan
membuat evaluasi dan refleksi bersama. Mereka kelima peserta merasa terharu dan
menangis, ketika acara terakhir saya membasuh kaki mereka. Acara membasuh kaki
mereka, saya akalin dengan tidak masuk dalam rangkaian acara. Dari evaluasi
pendadaran pertama ini, saya menemukan bahwa kelima orang ini, benar-benar
matang dalam cara berpikir, tegas dalam prinsip dan berani dalam berbicara dan
siap menjadi aktivis di Gereja kapan saja. Saya pun merasa terharu dengan
komitmen mereka karena komitmen yang sudah mereka tuliskan itu mereka serahkan
dibawah kaki Bunda Maria di gua Maria. Dan hal-hal buruk mereka, mereka bakar
sendiri di depan gua Maria.
C.
Demo
Kegiatan THS-THM
Selama
melatih anggota THS-THM di Anambas, jujur bahwa soal ‘demo’ atau peragaan
kegiatan THS-THM, saya justru tidak suka. Alasan jelas, seperti yang sudah saya
berikan pada awal catatan tadi. Karena itu, yang namanya ‘demo’ atau peragaan
kegiatan THS-THM, saya selalu menghindarinya. Namun, suatu hari saat itu, saya
ulang tahun, pas dengan hari latihan, anggota THS-THM meminta saya untuk
mengisi acara rekreasi setelah latihan. Saya jawab: saya tidak mau. Anggota
THS-THM pun protes. Kata mereka, tidak bisa tolak pak, inikan organisasi.
Wah,
ketika saya diprotes, saya malahan kelabakan. Karena saya kebingungan, anggota
memberikan alternatif kepada saya: pertama, pak harus menunjukan kombinasi
jurus menjadi ciri khas saya. Kedua, jika pak tidak menunjukkan, kami semua
anggota akan melempar pak dengan telur busuk. Ketika mendengar begitu, saya
tambah kebingungan. Mana tidak bingung, entah siapa yang menggerakan, saya
terkejut anggota THS-THM itu dari rumah sudah membawa telur busuk
masing-masing.
Saya
kemudian meminta mereka untuk hening sejenak. Saya kemudian memutuskan untuk
memilih alternatif kedua, dengan syarat, bahwa boleh melempar saya dengan telur
busuk, asalkan saya berdiri di tengah barisan, lalu tiap-tiap mereka melempar
telur busuk dari tempat masing-masing. Mereka menjawab begitu, sangat gembira.
Saya katakan, tiap-tiap orang melempar dengan bergilir, berurutan. Mereka
berunding, lalu mulai lempar. Sangat mengejutkan kepada mereka adalah dari
duapuluh telur busuk yang kena ke badan saya, hanya satu yang pecah di badan
saya. Yang lain, tidak pecah malahan pecah ketika jatuh di tanah.
Setelah
acara pelemparan telur busuk itu selesai, maka muncul banyak spekulasi ini dan
itulah. Saya hanya katakan bahwa, kesalahan kalian adalah melempar dengan
ketakutan. Sehingga telurnya tidak pecah dibadan saya. Yang pecah dibadan saya
itu, saya yakin orang yang melemparkannya itu, dia tidak berada dalam sikap
yang emosional. Rupanya dugaan saya benar ketika saya menanyakan hal itu.
D.
Keanggotaan
menjadi Banyak dan Meluas ke Non Katolik
Melalui
lima orang pendadaran pertama, muncul banyak anak-anak SD, SMP dan SMA untuk
mendaftarkan diri menjadi peserta. Aneh lagi, bukan hanya anak Katolik tetapi
juga non Katolik (Budha), sedangkan dari anak-anak Islam yang mau saya secara
pribadi tidak menerima. Cara saya tidak menerima anak-anak ini, saya panggil
secara pribadi lalu saya menjelaskan kepadanya. Karena anak-anak ini adalah
murid saya di sekolah maka mereka pun mengerti. Hanya mereka minta ijin kepada
saya bahwa setiap kali latihan, mereka mau datang menonton. Saya katakan: iya,
gak apa-apa kalau menonton.
Karena
anggotanya semakin banyak, saya mulai membagi waktu untuk membuat pelatihan.
Rencana seminggu dua kali untuk latihan itu saya bagi menjadi: latihan pertama
untuk yang sudah pendadaran (tingkat 1) dan latihan kedua (pemula) bagi anggota
baru. Sudah semakin banyak anak-anak yang ikut latihan maka saya percayakan
yang sudah ikut pendadaran memberikan pelatihan. Ketika mereka memberikan
latihan, saya selalu mendampingi mereka. Proses ini berjalan hingga empat
setengah tahun. Di tahun ketiga, saya membentuk mereka (pendadaran kedua sampai
keempat yang terselektif melalui pendadaran ulang) menjadi sebuah Tim. Waktu
itu hampir lebih kurang belasan anak-anak muda. Tim belasan anak muda inilah,
yang beberapa kali kemudian diundang oleh bapak asrama untuk memberikan
pendadaran di asrama Batu Kucing, Tanjungpinang.
E.
Promosi
THS-THM:
Saya
merasa bangga ketika membaca tulisan Mas Bambang Harsono tentang ‘DEMO (Pertunjukan)
sebagai sarana Promosi THS-THM’ Kebanggaan saya itu mempunyai dua alasan. Pertama,
cara promosi yang disampaikan Mas Bambang Harsono, sangat tepat sekali. Karena
sekarang sudah banyak media promosi. Ada banyak media promosi yang dicatat Mas
Bambang Harsono itu, hemat saya tidak banyak media yang sulit kita masuk untuk
mempromosikan THS-THM, apalagi kalau didengar bahwa dari Gereja. Juga kalau
jadi masuk promosi, muncul lagi soal biaya, dan lain-lain. Kedua, promosi yang
ditulis Mas Bambang sudah memiliki tujuan yang jelas. Ini sangat positif
sekali.
Dari
ulasan Mas Bambang soal promosi dengan tujuan dan bahan promosi yang
disampaikan itu, saya sangat setuju. Karena, bagaimana pun juga itu merupakan
daya tarik bagi orang supaya semakin banyak anggota atau peserta. Muncul
pertanyaan yang menggelitik dihati saya: promosi mau mencari banyak anggota
atau peserta ataukah mau supaya peserta atau anggota yang sudah ada itu,
ditingkatkan kualitasnya, sehingga kualitas yang peserta atau anggota dapat itu
menjadi nilai plus untuk menjadi bahan promosi? Ada banyak anggota atau peserta
THS-THM tetapi kualitas yang dibangun dan diberikan itu, tidak atau kurang
cukup, bisa saja peserta atau anggota THS-THM itu menjadi perusuh atau perusak
dalam organisasi (mohon maaf jika hal ini kurang berkenan).
Saya
lebih setuju lagi jika, promosi THS-THM secara internal. Promosi ini dapat
menjadi sarana promosi yang bagus, kalau peserta atau anggota THS-THM memiliki
ciri-ciri dan karakter kepribadian yang handel. Karakter yang handal, yang saya
maksudkan disini: orang yang: setia, taat, tekun, inisiatip, kreatif, giat,
ulet, berani berjuang, berani mengendalikan emosional, tidak gampang
terpengaruh, kritis dan mau bekerjasama, tidak putus asa, rajin berdoa dan tekun
baca Kitab Suci, merasa memiliki, mampu menyelesaikan masalah pribadi dan
komunal, pola hidup sehat secara fisik, dan lain-lain. Kalau karakter ini sudah
dimiliki maka nilai plus promosi dapat berjalan tanpa kita sadari.
F.
Penutup
Akhir
kata, saya mohon maaf, jika ulasan singkat ini, tidak berkenan bagi semua
anggota THS-THM yang membacakannya. Saya mengucapkan terima kasih kepada Mas
Bambang atas tulisannya. Terima kasih juga kepada teman-teman anggota THS-THM
yang sudah memberikan masukannya kepada Mas Bambang Harsono. Mudah-mudahan,
catatan saya ini menambah bahan untuk kita refleksikan secara pribadi. Mungkin
ada banyak juga, kita menyelami lebih dalam dari motto THS-THM: fortiter
in re, suaviter in modo. Semoga Tuhan Yesus dan Bunda Maria, memberkati
kita semua. Salam. ***
Komentar