TANGGAPAN ATAS NOVEL MAWAR MERAH
Tulisan ini, merupakan tanggapan saya atas, "Mawar Merah" sebuah novel karya Gerry Gobang. Tanggapan saya ini, saya beri judul:
"Novel impian jadi kenyataan?"
Sekilas membaca “Mawar Merah” pikiran saya pun melalangbuana, untuk mengejar “Mawar Merah” itu, sambil bertanya pada diri saya begini. “Apa itu “Mawar Merah”, sehingga saya pun harus mengejarnya? Sesuatu yang idealiskah, “Mawar Merah”? Atau sesuatu yang nyata, ada?”
Impian untuk mengejar cita-cita yang pernah direncanakan adalah tugas setiap orang yang telah membuat rencana dalam hidupnya. Dalam proses mewujudkan cita-cita, nyatanya bahwa ada banyak orang mencapai cita-cita yang direncanakan itu, dengan begitu mulus, tanpa halangan sedikitpun. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa nyatanya juga, ada begitu banyak orang pun yang berjuang mewujudkan cita-citanya dengan menemukan atau menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Segala rintangan dalam hidup, hanya dua fokus yaitu rintangan dari dalam (interen) dan dari luar (eksteren). Rintangan interen yaitu dari diri orang yang membuat dan yang memperjuangkan mewujudkan cita-cita itu. Sebaliknya rinrangan eksteren adalah dari luar diri, yang begitu kuat mempengaruhi pembuat rencana sehingga rencana yang dibuat anjlok - terbawa pengaruh - lupa rencana sendiri yang telah lama diperjuangkannya.
Jika “Mawar Merah” adalah sesuatu yang ideal, yang direncanakan maka konsekuensi logisnya, “Mawar Merah” selalu diperjuangkan. Mengapa “Mawar Merah” masuk dalam prioritas yang direncanakan? Apakah karena tuntutan sebuah masa, dimana secara sosial, statusnya dihargai yang dikultuskan secara publik? Atau karena secara esensial, sebuah panggilan yang menukik dari dalam, untuk semua orang? Pertanyaan kedua ini, ternyata lemah dalam proses mewujudkan “Mawar Merah.”
Sebaliknya pertanyaan pertama, saya tempatkan menjadi sebuah catatan perlu direfleksikan, karena zaman ketika “Mawar Merah” menjadi prioritas, telah menjadi fokus teladan. Ketika zaman bergeser dengan pola pandang yang berbeda terhadap “Mawar Merah”, maka “Mawar Merah” yang diperjuangkan bisa tergantikan dengan kekuatan efek pengaruh dari luar. “Mawar Merah” yang idealis, ternyata mendapat perwujudan dalam bentuk “Mawar Merah” yang lain.
Hemat saya, ”Mawar Merah” yang idealis yang diwujudkan dalam ”Mawar Merah” yang lain, sama-sama memiliki nilai yang sama baik secara sosial maupun secara religius. Keduanya sama baik jika dihayati dalam konteks keragaman nilai dan ditekuni dalam konteks sosial yang baru, yaitu bahwa sama-sama merupakan suatu panggilan-suatu anugerah dan tanggungjawab.
”Mawar Merah” dalam horison holistik, menurut saya bukan terletak hanya pada buahnya. Ingat, secara kristiani, ”buah yang baik sangat tergantung dari pohonnya.” Orang hanya bisa memakai mata dan hati untuk melihat dan merasakan pesona '"Mawar Merah" setelah itu baru mampu memberikan jawabannya, bukan dari wujud nampak pandang. tanpa punya hati untuk merasakan. Karena sesuatu riil yang nampak mata, maka bisa saja, ”sebuah panorama” yang menghadirkan bayangan semu.
Hemat saya, ”Mawar Merah” karya Jonas Klemens Gregorius Dori Gobang, bukan sebuah karya yang idealis belaka. Karya ”Mawar Merah” yang dirilis Gerry Gobang adalah karya yang bertolak dari sebuah cita-cita yang idealis, diperjuangkannya dengan sekuat tenaga untuk mewujudkan kenyataan. Kenyataan yang riil yang diwujudkannya sekarang, merupakan sesuatu yang baru, yang dikejarnya. Secara ratio murni, memang sulit dinyatakan. Karena ada begitu banyak hal yang terkandung di dalam kenyataan riil secara sosial maupun dalam personal pribadi.
Rasanya bahwa gerakan sosial dengan berbagai entri poin lebih mendasar mempengaruhi ketimbang kekuatan pribadi. Bahkan kejernihan intelek yang menjadi ”pisau bedah” menembus cakrawala sosial yang begitu luas, rasanya tidak mampu mempertahankan keorisinalan idealisme awal. Filosofi Martin Heidegger, ”keterlemparan di tengah samudra” yang menuntut kemampuan intelek ternyata tak terjawabkan. Maka yang ada hanyalah kemampuan pribadi untuk memilah-milah fokus dan tidak sesat dalam perjuangan untuk mewujudkan ”Mawar Merah” yang nyata. Sepadan dengan Paul Ricouer yang menyatakan bahwa ”dari kumpulan angsa putih ternyata terselubung seekor angsa hitam,” saya sendiri menegasikan demikian. ”Dari sekian mawar merah, terdapat didasarnya "Mawar Hijau.” ”Mawar Hijau” inilah yang tidak nampak, tetapi ada di antara ”Mawar Merah.” ”Mawar Merah” menjadi gerbang masuk dan melalui ”Mawar Merah” itu Gerry Gobang menelusurinya dan pada entri poin (fokus hidup), Gerry memilih ”Mawar Hijau.” Artinya ”Mawar Merah” itu diwujudkannya dengan sesuatu yang baru, tidak mengubah esensi tetapi tampak dipelupuk mata, ”Mawar Hijau.”
Teman Gerry yang baik. Inilah sedikit catatan saya. Hemat saya, bisa jauh dari apa yang diharapkan. Tetapi saya mencobanya untuk menemukan sesuatu dari ”Mawar Merah”, rilisanmu. Saya pikir, cocok untuk kalangan muda dan sekaligus untuk para pejuang penggapai ”Mawar Merah.” Biar para pejuang ”Mawar Merah”, tidak stress dan tidak putus asah ketika, ”Mawar Merah” yang menjadi cita-citanya tercapai dengan wujud ”Mawar Hijau.”
Impian untuk mengejar cita-cita yang pernah direncanakan adalah tugas setiap orang yang telah membuat rencana dalam hidupnya. Dalam proses mewujudkan cita-cita, nyatanya bahwa ada banyak orang mencapai cita-cita yang direncanakan itu, dengan begitu mulus, tanpa halangan sedikitpun. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa nyatanya juga, ada begitu banyak orang pun yang berjuang mewujudkan cita-citanya dengan menemukan atau menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Segala rintangan dalam hidup, hanya dua fokus yaitu rintangan dari dalam (interen) dan dari luar (eksteren). Rintangan interen yaitu dari diri orang yang membuat dan yang memperjuangkan mewujudkan cita-cita itu. Sebaliknya rinrangan eksteren adalah dari luar diri, yang begitu kuat mempengaruhi pembuat rencana sehingga rencana yang dibuat anjlok - terbawa pengaruh - lupa rencana sendiri yang telah lama diperjuangkannya.
Jika “Mawar Merah” adalah sesuatu yang ideal, yang direncanakan maka konsekuensi logisnya, “Mawar Merah” selalu diperjuangkan. Mengapa “Mawar Merah” masuk dalam prioritas yang direncanakan? Apakah karena tuntutan sebuah masa, dimana secara sosial, statusnya dihargai yang dikultuskan secara publik? Atau karena secara esensial, sebuah panggilan yang menukik dari dalam, untuk semua orang? Pertanyaan kedua ini, ternyata lemah dalam proses mewujudkan “Mawar Merah.”
Sebaliknya pertanyaan pertama, saya tempatkan menjadi sebuah catatan perlu direfleksikan, karena zaman ketika “Mawar Merah” menjadi prioritas, telah menjadi fokus teladan. Ketika zaman bergeser dengan pola pandang yang berbeda terhadap “Mawar Merah”, maka “Mawar Merah” yang diperjuangkan bisa tergantikan dengan kekuatan efek pengaruh dari luar. “Mawar Merah” yang idealis, ternyata mendapat perwujudan dalam bentuk “Mawar Merah” yang lain.
Hemat saya, ”Mawar Merah” yang idealis yang diwujudkan dalam ”Mawar Merah” yang lain, sama-sama memiliki nilai yang sama baik secara sosial maupun secara religius. Keduanya sama baik jika dihayati dalam konteks keragaman nilai dan ditekuni dalam konteks sosial yang baru, yaitu bahwa sama-sama merupakan suatu panggilan-suatu anugerah dan tanggungjawab.
”Mawar Merah” dalam horison holistik, menurut saya bukan terletak hanya pada buahnya. Ingat, secara kristiani, ”buah yang baik sangat tergantung dari pohonnya.” Orang hanya bisa memakai mata dan hati untuk melihat dan merasakan pesona '"Mawar Merah" setelah itu baru mampu memberikan jawabannya, bukan dari wujud nampak pandang. tanpa punya hati untuk merasakan. Karena sesuatu riil yang nampak mata, maka bisa saja, ”sebuah panorama” yang menghadirkan bayangan semu.
Hemat saya, ”Mawar Merah” karya Jonas Klemens Gregorius Dori Gobang, bukan sebuah karya yang idealis belaka. Karya ”Mawar Merah” yang dirilis Gerry Gobang adalah karya yang bertolak dari sebuah cita-cita yang idealis, diperjuangkannya dengan sekuat tenaga untuk mewujudkan kenyataan. Kenyataan yang riil yang diwujudkannya sekarang, merupakan sesuatu yang baru, yang dikejarnya. Secara ratio murni, memang sulit dinyatakan. Karena ada begitu banyak hal yang terkandung di dalam kenyataan riil secara sosial maupun dalam personal pribadi.
Rasanya bahwa gerakan sosial dengan berbagai entri poin lebih mendasar mempengaruhi ketimbang kekuatan pribadi. Bahkan kejernihan intelek yang menjadi ”pisau bedah” menembus cakrawala sosial yang begitu luas, rasanya tidak mampu mempertahankan keorisinalan idealisme awal. Filosofi Martin Heidegger, ”keterlemparan di tengah samudra” yang menuntut kemampuan intelek ternyata tak terjawabkan. Maka yang ada hanyalah kemampuan pribadi untuk memilah-milah fokus dan tidak sesat dalam perjuangan untuk mewujudkan ”Mawar Merah” yang nyata. Sepadan dengan Paul Ricouer yang menyatakan bahwa ”dari kumpulan angsa putih ternyata terselubung seekor angsa hitam,” saya sendiri menegasikan demikian. ”Dari sekian mawar merah, terdapat didasarnya "Mawar Hijau.” ”Mawar Hijau” inilah yang tidak nampak, tetapi ada di antara ”Mawar Merah.” ”Mawar Merah” menjadi gerbang masuk dan melalui ”Mawar Merah” itu Gerry Gobang menelusurinya dan pada entri poin (fokus hidup), Gerry memilih ”Mawar Hijau.” Artinya ”Mawar Merah” itu diwujudkannya dengan sesuatu yang baru, tidak mengubah esensi tetapi tampak dipelupuk mata, ”Mawar Hijau.”
Teman Gerry yang baik. Inilah sedikit catatan saya. Hemat saya, bisa jauh dari apa yang diharapkan. Tetapi saya mencobanya untuk menemukan sesuatu dari ”Mawar Merah”, rilisanmu. Saya pikir, cocok untuk kalangan muda dan sekaligus untuk para pejuang penggapai ”Mawar Merah.” Biar para pejuang ”Mawar Merah”, tidak stress dan tidak putus asah ketika, ”Mawar Merah” yang menjadi cita-citanya tercapai dengan wujud ”Mawar Hijau.”
Salam,
From Bangka.
"Mawar Merah"
nyata menjadi
"Mawar Hijau"
Komentar