TEMPAT IBADAT SEKAMI-UMAT KATOLIK ST. YOHANES PEMANDI BEDUKANG

Gereja Katolik Paroki Sta. Maria Pengantara Segala Rahmat Sungailiat, dalam pemetaan wilayah kepemerintahan, Paroki Sungailiat termasuk dalam wilayah pemerintahan Kabupanten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dalam pembagian wilayah karya pastoral, Paroki Sungailiat terdiri dari 15 Komunitas Basis Gerejani (KBG) dan 4 stasi. Salah satu stasinya adalah Stasi Bedukang yang masuk dalam wilayah Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka.

Dari segi geografisnya, Stasi Bedukang terletak ± 20 km dari Kota Sungailiat, Kabupaten Bangka. Dari segi demografisnya, anggota Stasi Bedukang terdiri dari orang-orang perantauan asal Maumere Flores NTT, yang mayoritasnya beragama Katolik. Sehari-hari, masyarakat ini bekerja sebagai penambang timah inkonvensional (TI). Boleh dibilang kehidupannya pas-pasan. Jumlah anggota Stasi Bedukang : ± 32 KK dengan 120 jiwa.

Dalam pemetaan karya pastoral Gereja Paroki Sungailiat, Stasi Bedukang memiliki satu KBG yang disebut KBG St. Yohanes Pemandi. Pelayanan iman khususnya Misa untuk anggota stasi ini, dilaksanakan pada setiap Hari Minggu ke-2 setiap bulan. Sedangkan pertemuan KBG dilaksanakan pada setiap minggu pada Hari Sabtu Sore, jam 16.00.

Sedangkan pelayanan khusus kepada Anak dan Remaja yaitu SEKAMI adan BIAR dilaksanakan pada setiap Hari Jumat dan Sabtu Sore. Awalnya pertemuan ini dilaksanakan di rumah ketua KBG. Tetapi seiring dengan semangat Sinode I dan Sinode II yang akan dilaksanakan pada 2011, sejak Januari 2010, umat Stasi Bedukang berencana untuk membangun sebuah ”tempat ibadah SEKAMI”. Rencana itu semakin diperteguhkan pada bulan Maret 2010. Dan akhirnya pada April 2010, rencana itu terrealisasi dengan membangun ”tempat ibadah SEKAMI” dalam kondisi apa adanya.

Ketika ”tempat ibadah SEKAMI” itu telah berdiri dan telah dipakai, rasanya tempat ibadah ini kurang memadai, karena kondisi tempat ibadah itu cukup memprihatinkan. Pertama, karena kondisi atapnya mudah rusak ketika dihantam angin dan hujan. Kedua, tempat ibadah itu tidak memiliki fondasi sehingga kalau ada hujan, banjir akan masuk di daalam tempat itu. Ketiga, pintu dan jendelanya belum memiliki daunnya sehingga sering menjadi tempat bermainnya binatang-binatang sehingga kondisinya kotor.

Tempat Ibadat ini dibangun oleh umat sendiri, sebagai bentuk partisipasi mereka sebagai anggota Gereja yang berwajah partisipatif. Dengan dimulai dari umat, para pimpinan Paroki menanggapinya sebagai suatu partisipasi yang positif. Maka tanggapan paroki ialah memotivasi seluruh umat untuk kembali merehabnya kembali. dan sejak awal November 2010 rencana perehaban kembali terorganisir. Mudah-mudahan berjalan dengan baik berdasarkan rencana yang telah digariskan. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi pribadi atas Tulisan Bambang Harsono tentang doa Singkat THS-THM

AsIPA-PIPA dan KBG-SHARING INJIL

Tinjauan Komunitas Basis Gerejawi Menurut Dokumen Resmi Gereja Katolik