HEALTHY WALKING DAY 2011 BANGKA POS GROUP
”FANNI, SAMPAH DAN JALAN SEHAT”
(SISI LAIN HEALTHY WALKING DAY 2011, HUT BANGKA POS KE-12)
Bayang-bayang fanni terlihat berhenti di pinggir sebuah sisi alun-alun taman lapangan merdeka (ATLM). Dari kejauhan nampaknya tubuh agak kurus –semampai, berpakaian lengkap laiknya seorang atlet senang. Fanni turun dari sepeda untanya. Ia duduk sebentar di atas fondasi taman. Menghadap ke dalam alun-alun. Melihat kiri-kanan, memastikan apakah sudah ada orang yang datang mendahuluinya.
Belum banyak orang yang datang. Ia berjalan dari satu taman ke taman yang lain, mengelilingi ATLM memungut sampah plastik yang bisa didaur ulang. Sampah plastik yang dibuang sembarangan oleh ”penghuni sementara ATLM” pada malam minggu. Sebenarnya, sampah-sampah itu sudah ada tempatnya. Namun, karena egoisme manusia yang telah akut, yang tidak tahu lagi, dimana tempatnya sampah-sampah diletakan.
Sampah-sampah plastik dikumpulkannya di dalam karung plastik putih. Karung itu dimuatnya di sepeda untanya. Ia kemudian mendayung sepedanya melewati sudut luar ATLM, dekat penginapan Sabrina dan menghilang dalam bayangan pohon pinang hilas. Mungkinkah pinang hias di ATLM itu yang luar biasa mahal?
Fanni, ikut berkumpul dalam barisan di depan rumah jabatan, wali Kota Pangkalpinang. Dari parasnya, Fanni kelihatan memiliki sesuatu harapan dalam kegiatan HWD. Namun, hatinya begitu tenang. Rasa simpatiknya pada jalan sehat, yang hampir dimulai oleh Brigjen Pol. M. Rum Murkal (Kapolda Babel) semakin jelas. Fanni mulai sibuk membereskan celana dan bajunya yang kendor. Sepatu dan kaos kakinya yang lusuh, ditarik naik. Rambutnya yang panjang diikatnya, biar tidak menjadi penghalang dalam kegiatan HWD.
Bendera HUT Bangka Pos ke-12, diangkat oleh Kapolda Babel, tanda bahwa HWD telah dimulai. Fanni pun mulai berjalan. Matanya terpaku pada obyek di hadapannya. Bukan jalan yang sedang ia tapakinya. ”Kayu palang tinggi yang tegak berdiri di atas atap Gereja GBI Pangkalpinang dan secercah cahaya kuning keemasan yang menyinari jagad raya pagi itu, ” fokus mata Fanni. Dalam benaknya berdenyut ”oh...indahnya pagi ini. Sungguh, jalan ini adalah jalan sehat. Jalan yang lurus. Jalan yang ditempuh oleh warga Kota Pangkalpinang.
Ketika barisan itu belok ke kanan, mata Fanni yang bulat tak berkedip masih juga menatap ”illuminasi” di pagi itu. Sekali lagi, dalam sukma yang polos, ia bergeming. ”Sinar cahayaamu bagaikan panah yang merobek kalbuku. Meningkalkan perih yang menawan, mengukirkan kisah suka-duka yang telah lewat. Memberikan pengharapan baru di masa depan, dengan sebongkah nur yang terbias biru. Lazuardi, muncul di ufuk timur.”
Fanni berjalan pelan, mengikuti irama barisan paling depan. Ia kelihatan tenang dan sesekali terlihat senyum tersipu-sipu karena diganggu oleh teman-teman yang ada disekitarnya. Selang beberapa menit kemudian, Fanni tertunduk ke aspal jalan. Ia mengambil sebuah glas bolesa tanpa air. Ia mengambil dan memegangnya.
”Gak apa-apa! Biarlah kupegang. Siapa tahu, ada gunanya”, bisik Fanni kepada temannya. Fanni teringat akan ibunya yang mengajarkan bahwa sampah harus dibuang pada tempatnya, pada kotak atau tong yang sudah disediahkan.
Dan lebih dari itu, Fanni pun teringat akan kerja ibunya yang setiap pagi dan sore, dengan bersenjatakan sapu lidi dan kotak pengangkut sampah, harus turun ke jalan dan taman-taman kota itu untuk membersihkan sampah. Maklumlah, ibunya adalah seorang petugas kebersihan kota-yang sering dikenal ”berpakaian kuning”.
Fanni terlihat begitu tenang. Tanpa tedeng aling-aling, ia tetap dengan gayanya yang sederhana, berjalan menuju alun-alun taman itu. Ia berjalan menuju tempat penukaran kupon konsumsi. Ia menerima konsumsi dari salah seorang gadis cantik berambut panjang, seorang petugas konsumsi, berpakaian yang dari belakang terbaca ”Spirit baru: Negeri Laskar Pelangi”.
Fanni sibuk mencari tempat istirahat, sembari mau menikmati seketuk roti dan seglass bolesa. Kelihatannya cukup tangguh. Terbiasa dengan mendayung sepeda dan mungkin sering berjalan kaki ke sekolahnya. Fanni tegar mengikuti acara doorprizze. ”Jika tidak dapat doorprizze, ya...paling kurang Fanni mendapat sampah-sampah yang dibuang sembarang ”para penghuni sementara” ATLM pagi ini.” Sekali lagi, sampah. Kotak atau tong begitu tegap berdiri di beberapa tempat di ATLM, namun banyak orang begitu egoisme-pembuta mata, sehingga tidak tahu lagi dimana persisnya kotak atau tong sampah berada.
Rupanya, keteladanan Fanni dalam perjalanan tadi, tidak membuahkan hasil. Malahan banyak orang justru berpikir, ”kan ada tukang sampahnya?” Keteladanan orang kecil semacam Fanni, tidak begitu diharapkan. Namun sekurang-kurangnya, keteladanan orang berpengaruh itu penting dan berguna. Tetapi mungkinkah itu? Keteladanan dimulai dari kandungan ibu, dilanjutkan dalam keluarga dan ketika dilahirkan dari keluarga, makna pebelajaran keteladanan, pasti sudah mantap! Keteladanan adalah guru yang tak bersuara. Keteladanan adalah guru bisu.
Fanni terus beraksi. Dalam hatinya ia sesekali bergeming. ”Hm...memang! Rupanya orang-orang yang ikut jalan sehat ini, dengan sehat (dibaca: sadar) membuang sampah. Plastik-plastik yang didapatinya, dinikmati isinya lalu dibuang begitu saja, tanpa mempunyai rasa malu dan bersalah. Mengapa orang itu egois dan buta akan segala hal yang ada disekitarnya?” Sampai berkeringatan, Fanni memungut dan memasukan sampah-sampah ke dalam karung. Karung yang sudah penuh dinaikan di atas sepeda untanya. Ia kembali melanjutkan lagi aksi sosialnya.
Di depan podium HWD 2011, Fanni berdiri. Ia berdiri menghadap podium. Ia berdiri tanpa memegang karung. Ia berdiri sambil memegang sebuah oplah Bangka Pos. Dalam hatinya, ia mencetuskan isi hatinya, semecam litani nestapa begini.
”Wahai...kaum elite,
Jangan tanyakan apa yang ”serumpun sebalai” ini lakukan untuk anda
Tapi tanyakan pada dirimu, apa yang anda lakukan untuk ”serumpun sebalai” ini.
Seandainya anda melakukan untuk ”Negeri Laskar Pelangi”
Jangan ada orang yang digaji khusus untuk sampah
Tapi, gajilah diri sendiri untuk sejengkal kebersihan ”Negeri Laskar Pelangi”.
”Wahai...kaum marginal,
Katakanlah pada dirimu,
Bahwa hari esok penuh pesona, menanti uluran tanganmu
Menanti ketulusan hatimu
Menanti kebeningan budimu
Menanti keluasan jiwamu
Memaras Negeri Laskar Pelangi ini,
secantik ke-7 bidadari
dari istana kayangan abadi.
”Wahai...manusia,
Bukalah mata dan mata hatimu...
Lihatlah disekeliling anda...
Ada luka yang harus diobati,
Ada bercak kotoran yang harus dibersihkan
Ada setumbal nista di mata hatimu yang harus disingkirkan dengan doa yang kunjung putus,
Ada ”aksi sosial”-Jalan Sehat
Bukan Jalan Sampah
Bukan Jalan kuli tinta
Bukan Jalan kuli kesenangan
Tapi, jalan kita, jalan lurus, Jalan Sehat.
Sampah ditiadakan,
Demokrasi sehat, tanpa anarkis, semestinya
Sehat karena olah raga, yang merembes masuk
Sehat pikir dan sehat aksi,
Itulah Demokrasi tanpa anarkis. Sehat Total! ***
Komentar