MARILAH KITA BERUBAH...

Kita berubah dalam hidup rohani, dalam hidup ekonomi, dan lain-lain”, ajak Bapa Uskup Pangkalpinang untuk umat Paroki Sungailiat, khususnya ke-43 penerima Sakramen Krisma, dalam kata pengantar misa Krisma di Gereja Paroki Sungailiat (28/8/2011). Ajakan Bapa Uskup berlandas pada surat rasul Paulus kepada umat di Roma. “Persembahkan dirimu untuk kemuliaan Allah.” (Rm. 12:1).

Lebih lanjut dalam kotbah, Mgr. Hila menjelaskan bahwa persembahkan diri merupakan ungkapam cinta, yaitu cinta kepada Allah dan cinta kepada manusia. Cinta diungkapkan dengan pelayanan. Dan pelayanan membutuhkan pengorbanan. Seseorang yang telah menerima sakramen krisma, ia telah dewasa. Ia secara penuh menjadi anggota Gereja. Maka ia mengungkapkan tanggungjawabnya dalam pelayananya dengan penuh pengorbanan.

Misa Krisma yang dipimpin Bapa Uskup Pangkalpinang itu dihadiri oleh umat Paroki Sungailiat termasuk umat yang berasal dari Stasi Pemali dan Bedukang. Karena minggu itu hanya ada sekali misa di Gereja Paroki.

Setelah misa, ke-43 penerima Krisma melanjutkan ramahtamah sederhana dengan Bapa Uskup, anggota DPP dan para pelayan tak lazim di aula paroki. Acara ramahtamah, diisi dengan dialog – persuasif antara Bapa Uskup dan peserta yang hadir. Dialog itu lebih pada umat bertanya, Bapa uskup menjawab.

Dialog persuasif: mendidik anak hingga tobat dan ekaristi
Peserta penerima sakramen Krisma telah berkumpul di aula. Juga anggota DPP Sungailiat dan beberapa pelayan tak lazim, terlihat di sana. Mudika St. Aloysius Gonzaga pun tak ketinggalan, walaupun masih duduk nongol di bangku luar aula sambil main hape. Bahkan anak SMP Maria Goretti yang berseragam sekolah pun hadir untuk mengisi acara dengan tarian dan nyanyian.

Walau demikian, pastor paroki dan Mgr. Hila belum sempat hadir. Yosef Syukur, juru photo moment krisma itu, kemudian menyampaikan kepada beberapa umat yang hadir bahwa pastor dan bapa uskup masih istirahat sebentar. Bapa Uskup masih capek. Mendengar itu, Paulus Pie Pie, koordinator sound system merespons dengan menghibur umat yang hadir dengan beberapa tembang lagu rohani. Tidak terasa bahwa hari itu sudah cukup siang.

Setengah jam kemudian, rombongan bapa uskup bersama para pastor dan ketua DPP pun memasuki aula. Umat yang hadir menyambut kehadiran bapa uskup dengan memberikan salam. Protokol, mas Wawan Kristian mempersilakan bapa uskup dan para pastor serta umat untuk duduk. Acara dialog antara Bapa uskup dan umat pun dimulai.

Leo Rahmat Wisman, salah seorang peserta asal komunitas St. Thomas Aquino, mengungkapkan suka duka yang dialami dalam mendidik anak bersama isterinya, Anastasia Marlita, juga peserta penerimaan krisma. Bahwa selama ini kami sudah mendidik anak kami dengan banyak cara namun hasilnya belum terlalu diharapkan. Kira-kira menurut bapa uskup, apa tips yang perlu untuk orang katolik dalam mendidikan anak? ”Banyak orang tua selama ini sudah rajin mendidik anak-anaknya. Hal ini saya yakin sekali. Namun hal yang lain yang tidak kalah penting adalah bahwa bagaimana pun juga kita perlu membuka hati, membiarkan Roh Kudus bekerja untuk kita. Dia datang ke dalam hati dan keluarga kita dan akan mengubah hidup kita. Kita perlu percaya akan hal ini”, tegas Mgr. Hila untuk untuk mensuport para bapa dan ibu.

Berbeda dengan Leo tadi, ketua DPP, Leo Agung Heriyanto meminta Bapa Uskup memberikan motivasi kepada umat supaya lebih rajin lagi melakukan pengakuan dosa secara pribadi. Karena menurut ketua DPP, yang akrab disapa Pak Heri, pengakuan dosa pribadi kelihatannya semakin mundur. Pastor sudah menyediakan waktu 45 menit sebelum misa, tetapi rata-rata umat tidak mengiyakan kesempatan ini. Pengakuan dosa pribadi bukan hanya sebelum natal dan paskah.

Terhadap pertanyaan Pak Heri, Bapa Uskup menjelaskan. ”Kalau kita lapar, kita butuh makanan dan minuman. Kita makan-minum bukan hanya untuk memuaskan rasa lapar tetapi untuk sehat. Ketika kita makan atau minum, makanan atau minuman kita, ditaruh ditempat (piring-glas) yang bersih. Tidak mungkin di tempat yang kotor. Tentu hal yang sama juga kalau kita mau menyantap tubuh Kristus.

Tentu,  kita membutuhkan hati yang bersih. Untuk itu, kita yang berdosa perlu tobat atau melakukan pengakuan dosa pribadi sehingga tubuh Kristus pun masuk ke dalam hati yang bersih.  Setiap kita pasti ada dosanya. Kata rasul Yohanes, barangsiapa yang mengatakan bahwa dia tidak berdosa, adalah pembohong.

Tanya jawab bapa uskup siang itu semakin menarik perhatian umat. Tanya jawab yang dipandu John Djanu Rombang ternyata mengugah Jesica, anak kelas 2 SMP Maria Goretti untuk bertanya. ”Kalau sakit kita butuh doa pada Tuhan. Teman saya orang Budha pernah sakit dan mendoakannya. Tapi Tuhan belum juga menjawabi doanya.” ”Memang, Tuhan berikan bantuan kepada siapa saja dan kapan saja kita tidak tahu. Sakit bukan kutukan Allah. Tetapi kita perlu mengambil hikmah dari sakit. Orang kaya dan miskin semuanya dikasih Allah,” ungkap Bapa Uskup dengan senyum.

”Kenapa waktu sinode 2 tidak ada misa pada malam minggu dan hari minggu. Dengan itu, umat tidak terima tubuh dan darah Kristus”, tanya Kristi, salah seorang anak SMP Margot kepada Bapa Uskup. ”Umat yang tidak sinode meeka ibadat Sabda. Dalam misa selain kita terima tubuh dan darah Kristus, kita juga menerima Sabda Allah. Sabda Allah lebih dahulu kita terima baru sesudah itu kita terima tubuh Kristus. Sinode itu, 10 tahun sekali, jadi karena itu seluruh imam harus ikut, acara per acara.” jelas Mgr. Hila dengan penuh kebapaan.

Berlanjut dari pertanyaan Kristi, Sr. Greegoriana, AK kemudian meminta kejelasan Mgr. Hila mengenai pembagian komuni kudus pada hari minggu oleh prodiakon, tanpa misa. Kenyataannya bahwa sudah beberapa kali prodiakon bisa membagi komuni suci. Apakah diperbolehkan? Bagaimana peraturan dari Bapa Uskup?

Dihadapan para pastor, DPP, dan seluruh umat yang hadir, Mgr. Hila  menjelaskan bahwa hal ini sudah ditegaskan dalam instruksinya yang ke-2 tentang Tata Perayaan Ekaristi 2005. Pertanyaan suster tadi, komuni boleh dibagikan asalkan komuni suci itu telah dikonsekrir dalam misa pada hari  minggu itu. Misalnya, pada hari minggu itu ada misa, lalu di stasi tidak ada misa, maka komuni suci bisa dibagikan prodiakon di stasi. Para pastor perlu membaca kembali instruksi itu. Sayang kalau pastornya gak baca.

Acara ramahtamah itu diselangselingi dengan beberapa acara hiburan baik dari kaum muda St. Aloysius Gonzaga maupun dari SMP Maria Goretti untuk mengisi acara makan bersama. Sebelum acara ramahtamah itu berakhir, bapa uskup memberikan kado dan piagam krisma secara simbolis kepada Andreas Laurentius Ten Yung sambil berpesan. “Saudara Andreas, kamu adalah pengikut Kristus. Kamu pun memakai nama Laurentius, seorang martir yang dibunuh dengan cara digoreng. Saudara adalah pengikut Kristus. Amin? Ten Yung pun menjawab dengan ksatria, amin. Peserta yang hadir pun bertepuk tangan dan sambil memberikan salam kepada peserta penerima krisma. ***al**

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi pribadi atas Tulisan Bambang Harsono tentang doa Singkat THS-THM

AsIPA-PIPA dan KBG-SHARING INJIL

Tinjauan Komunitas Basis Gerejawi Menurut Dokumen Resmi Gereja Katolik