Refleksi: Pejabat Negeri Ini Semestinya Belajar Dari Pertobatan Zakheus




Refleksi ini ditulis berdasarkan bahan bacaan Minggu Biasa XXXI pada Penanggalan Liturgi 2013, Tahun C/1
 


Ceritera tentang Zakheus, bagi orang Kristen, tidak asing lagi. Karena ceritera ini sudah ditulis oleh Penginjil Lukas dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, bab 19 ayat 1 sampai dengan ayat 10. Ceritera tentang Zakheus hanya ada dalam Lukas. Dan karena itu adalah salah satu kekhasan Lukas yang melukiskan bagaimana pertobatan itu terjadi. Bisa saja Lukas menulis hal ini karena pada zamannya, pertobatan itu rasanya sulit dilakukan oleh para penguasa, khususnya para kepala pajak seperti Zakheus, kepala pajak di Yerikho.


Zakheus: Kepala Pajak Di Yerikho
Nama Zakheus sama dengan kata Zakkay, yang artinya bersih dan benar. Ia orang Yahudi yang bertugas sebagai kepala pajak di Yerikho. Zakheus merupakan pejabat pajak Yerikho, yang merupakan perpanjangan tangan kepala pajak penjajah Romawi. Salah satu pertanyaan yang menyentil diri Zakheus adalah mengapa banyak orang mengucilkan dirinya dan keluarganya? Pertanyaan ini, sederhana sekali untuk dijawab. Karena masyarakat Yerikho sedikitnya mengenal cara kerjanya. Apa cara kerjanya? Rupanya, kerja Zakheus, menagih pajak di Yerikho melebihi wajib pajak yang sudah ditetapkan oleh pemerintahan Romawi. Karena menagih lebih dari itu, masyarakat Yerikho pasti akan marah. Ungapan rasa dan sikap marah ialah mengucilkan dirinya dan keluarganya.

Refleksi kita adalah masih adakah cara kerja Zakheus ini, di negeri ini yang bernota bene beragama yang mengajarkan berdosa bila menagih lebih dari target yang sudah ditentukan? Jika ada, maka hukuman yang ditanggungnya harus melebihi pasal-pasal dari regulasi hukum negeri ini. Karena pembuat regulasi bernuansa “muatan” tertentu.

Zakheus: “mengapa saya dan keluarga saya dikucilkan?”
Rupanya berbulan-bulan mungkin juga bertahun-tahun Zakheus menyadari akan situasi hidupnya. Bahwa ia dan keluarganya dikucilkan oleh banyak orang, karena gaya hidup dan harta kekayaan yang ia miliki. Kesadaran Zakheus ini menandakan bahwa ia tidak baik hidup dengan cara dan kerja yang demikian. Berangkat dari kesadaran dirinya ini, Zakheus nekad untuk keluar dari dirinya dan lingkungan keluarganya dengan tidak tahu malu lagi, berlari dalam kerumunan banyak orang untuk melihat atau bertemu dengan Yesus. Kerumunan banyak orang, membuatnya tidak dapat bertemu Yesus, apalagi badannya pendek. Situasi ini membuatnya nekad lagi. Nekadnya ialah ia berlari cepat-cepat mendahului kerumuman banyak orang dan memanjat pohon ara, supaya dapat melihat Yesus dari atas pohon.

Refleksi kita adalah, apakah ada pejabat publik atau sekurang-kurangnya kepala pajak yang kaya berperilaku seperti Zakheus di negeri ini yang mampu menyadari dirinya lalu berusaha untuk berjumpa dengan Tuhan-nya? Jika ada, maka mungkin saja tidak ada slogan basmi koruptor. Mungkin lebih jauh, tidak ada sekolah hukum dan tidak ada ruang pengadilan di negeri ini.

Perjumpaan Zakheus dengan Yesus: suatu perjumpaan intim
Usaha Zakheus untuk berjumpa dengan Yesus, merupakan suatu usaha yang tidak gampang. Karena usaha yang tidak gampang, tentu mendatangkan hasil. Apa hasilnya? Zakheus tidak hanya berjumpa dengan Yesus, tetapi juga Yesus berjumpa dengan dia. Terkadang kita sudah berusaha untuk berjumpa dengan Yesus, tetapi Yesus belum mempunyai waktu yang cocok untuk menemui kita. Bisa saja, Yesus sudah mempunyai waktu yang pas untuk bertemu dengan kita, tetapi kita-lah yang selalu sibuk sehingga Yesus hadir dalam hidup kita hanya sebagai penonton doank.

Perjumpaan Zakheus dengan Yesus dan Yesus pun mau berjumpa dengan Zakheus, merupakan suatu pertemuan yang sungguh-sungguh intim. Keintiman perjumpaan kedua belahpihak ini, diminta oleh Yesus sendiri. “Zakheus, turunlah engkau, hari ini SAYA mau menumpang di rumahmu.” Permintaan Yesus ini, bagi Zakheus merupakan suatu moment perubahan arah hidupnya. Dan ternyata benar! Ketika sampai di rumah, Zakheus dengan kekuatan seluruh dirinya menyatakan dengan tegas komitmen perubahan hidupnya. “Jika seluruh kekayaan yang kumiliki ini, kudapat dengan tidak benar, setengahnya akan kuberikan kepada orang-orang miskin.” Ungkapan Zakheus ini menandakan bahwa pertobatannya tidak main-main. Pertobatannya bukan hanya diujung bibir, dengan janji yang muluk-muluk. Tetapi pertobatannya dilanjutkan dengan aksi nyata. Setengah harta miliknya akan diberikan kepada orang-orang miskin.

Refleksi kita adalah adakah para pejabat di negeri ini yang mau menerima Tuhan-nya dan menjadikan Tuhan-nya pusat seluruh hidupnya, yang mampu mengubah arah hidupnya? Jika ada dan mampu, mungkin saja di negeri ini tidak ada orang yang disebut miskin, terlantar, dan kaum papa.

Rumah: tempat pendidikan pribadi-pribadi yang berkualitas
Mungkin satu pertanyaan ini, yang harus kita dalami dengan lebih jernih. Mengapa Yesus mengajak Zakheus untuk menumpang di rumahnya? Yesus tentu menyadari akan peran sebuah rumah. Yesus tahu bahwa diri-Nya pernah dibesarkan dan dididik oleh Maria dan Yosep dalam rumah. Sehingga Dia marah jika rumah dijadikan sarang penyamun, seperti Bait Allah. Alasan ini mendasar sehingga Dia harus menyucikan Bait Allah dengan cara yang luhur.

Yesus mengajak Zakheus untuk menumpang di rumahnya, Yesus tahu bahwa rumah sebagai tempat pertama dan utama panti pendidikan itu, telah sirna. Karena itu, Yesus pergi ke rumah Zakheus untuk menyucikan rumah itu sehingga rumah kembali berfungsi sebagai rumah yang suci dan mampu menjadi tempat untuk menyucikan seluruh anggota keluarganya. Karena mampu menyucikan anggota keluarga, maka Zakheus dan seisi rumahnya memiliki kekuatan penuh untuk menyatakan komitmen memberikan setengah dari milikinya untuk orang-orang miskin. Rumah disini, kembali bermanfaat untuk membangkitkan semangat hidup baru, dan menjadikan manusia yang tinggal dan bertamu di rumah itu, bermanfaat untuk banyak orang.

Refleksi kita adalah masih adakah pejabat di negeri ini yang menjadikan rumahnya bersih dan suci, sehingga tidak menjadi sarang penyamun bagi dirinya dan orang lain yang datang di rumahnya? Jika ada, mungkin saja tidak ada rumah yang digrebek para aparat dan penegak hukum.

Kompendium:
Zakheus, pejabat publik di Yerikho yang boleh kita sebut “Raja maling” pajak rakyat. Dengan cara dan strateginya, ia berusaha untuk memperkaya dirinya dan keluarganya. Rupanya cara dan strategi yang dibuatnya, ia mendapat hukuman secara sosial. Ia dikucilkan oleh masyarakat setempat. Hukuman sosial, membuatnya jerah. Sikap jerahnya, ia buktikan dengan pergi keluar dari rumah dan keluarganya dan mau berjumpa dengan Yesus. Usahanya tidak sampai disitu. Ia berlari dalam kerumunan banyak orang yang mengucilnya dengan tidak tahu malu. Ia ingin mengubah cara hidupnya. Ia mau menjadikan Yesus sebagai pusat hidup dan dimulai dari rumahnya sendiri.

Usahanya menjadikan Yesus sebagai pusat hidup yang dimulai dari rumah, menguatkan diri dan keluarganya untuk berkarya bagi orang lain, yaitu dengan cara membagikan setengah dari hak miliknya untuk rakyat kecil. Cara mengubah hidup Zakheus ini, menjadikan dirinya “sehat kembali” dengan masyarakat. Ia kembali hidup bersama-sama dengan masyarakat.

Para pegawai pajak atau pejabat publik di negeri ini, ada yang mau seperti Zakheus? Rasanya sulit sekali. Mengapa? Karena pertobatan mereka tidak seperti Zakheus. Pertobatan mereka tidak terjadi. Kalau terjadi, itu hanya diadili di depan penegak hukum. Ketika diadili toh masih mau membela diri. Kalau diputuskan di depan hukum pun, di sel masih meneruskan “rumah sebagai sarang penyamun”. Jika sudah genap waktu ketika dihukum pun tidak jerah, semakin membuat rakyat marah. Pertobatan sungguh-sungguh tidak terjadi. Pertobatan hanya janji dibibir saja. Sedangkan, rakyat selalu dikondisikan dengan raskin, dana pembangunan daerah tertinggal, dan lain-lain.

Kapan Zakheus di negeri ini, yang lama dipenjarakan berdasarkan tahun penangkapannya atau tahun diadilinya? ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi pribadi atas Tulisan Bambang Harsono tentang doa Singkat THS-THM

AsIPA-PIPA dan KBG-SHARING INJIL

Tinjauan Komunitas Basis Gerejawi Menurut Dokumen Resmi Gereja Katolik