Bukan Hanya Sebatas Mendengar Tapi Melakukan
(refleksi hidup hari ini)
1. Teks
Kitab Suci Hari ini Matius 19: 21-29:
21Bukan setiap orang yang berseru
kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang
melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. 22Pada hari terakhir banyak orang
akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan
mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?
23Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku
tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
24"Setiap orang yang mendengar
perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang
mendirikan rumahnya di atas batu. 25Kemudian turunlah hujan dan datanglah
banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab
didirikan di atas batu. 26Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini
dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan
rumahnya di atas pasir. 27Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu
angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah
kerusakannya."
28Dan setelah Yesus mengakhiri
perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, 29sebab Ia
mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat
mereka.
2. Penjelasan
Teks Kitab Suci:
Ketika
membaca dan merenungkan Sabda Yesus ini dengan lebih teliti, secara garis
besar, muncul dalam benak saya pertanyaan berikut ini yang menggesek hati saya.
‘Siapa sih sebenarnya menjadi murid
Yesus?’ ‘Apakah murid Yesus itu adalah pendengar setia Sabda-Nya atau pelaksana
yang rajin dan setia Sabda Yesus, ataukah menjadi pendengar dan pelaksana Sabda
Yesus itu?’
Ternyata
seorang murid Yesus rupanya tidak hanya sebatas ‘berdoa’ melulu. Memang dalam
‘doa-doa’ baik doa secara pribadi atau doa-doa dalam kebersamaan, selalu kita
menyapa Yesus dengan sapaan yang khas. Ayat 21 teks ini, Yesus menyebut bahwa
dalam doa-doa itu kita menyapa-Nya dengan Tuhan. Menyapa-Nya dengan Tuhan,
tidak salah. Tepat sekali, karena ketika kita mengucapkan ini, Yesus telah
dimuliakan dalam Surga. Dan tentu ucapan atau sapaan kita ini berangkat dari
ungkapan hati yang tulus ikhlas sebagai berimanan kita.
Kata
Tuhan yang dipakai Matius berasal dari kata Yunani ‘kyrios’ yang artinya
‘tuan.’ Kata kyrios disebut Matius dalam hubungan dengan penghakiman. Maka pada
ayat ke-22-23, Yesus menyebut ‘pada hari terakhir’... Itu artinya bahwa sebagai
murid Yesus selama hidupnya, titik ukur keberimanan kita kepada Yesus, hanya
Dia-lah yang tahu. Namun titik ukur ini secara jelas sudah ditegaskan pada awal
ayat 21. Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, Tuhan, masuk
ke Surga tetapi mereka yang melakukan Sabda Tuhan. Disini jelas sekali, Yesus
mengetahui siapa sih sebenar menjadi murid-Nya. Maka kita boleh merumuskan
disini, siapa sih menjadi murid Yesus itu? Murid Yesus sejati ialah mereka yang
beriman kepada-Nya dengan sepenuh hati. Maksud adalah mereka yang tidak hanya
mendengarkan Sabda Tuhan dengan setia tetapi dengan setia juga melaksanakan
dalam hidup riil setiap hari. Lalu menjadi murid Yesus hanya sebatas mendengar
atau melakukan saja, ia bukan menjadi murid Yesus yang sejati. Karena titik ukurnya
ialah mendengar dan melakukan sebagai suatu kesatuan proses yang nyata-dan
timbal balik, maka boleh jadi siapapun boleh menyatakan diri sebagai murid
Yesus, namun titik ukuran ini terbongkar ketika hari penghakiman. Di hari
inilah, kesejatian sebagai murid akan diketok palu, masuk surga atau neraka.
Lalu
pada ayat 24-27, Yesus menyampaikan kejelasan lagi soal menjadi murid-Nya
dengan membandingkan orang yang membangun rumah di atas batu atau di atas
pasir. Yesus memuji kesejatian murid-Nya bahwa siapa pun murid-Ku yang
mendengar dan melakukan Firman, dialah orang yang bijaksana. Karena apa yang
dilakukannya itu sama dengan orang yang membangun rumah di atas batu. Pasalnya,
ia sudah melihat ke depan situasi hidupnya. Bahwa selama hidup ini pasti saja
ada tantangan dan halangan yang bisa saja datang baik secara alamiah maupun
secara buatan tangan orang-orang lain atau nabi-nabi palsu. Dengan cara
berpikir dan berpola hidup untuk masa depan, jelas bahwa apa yang telah
dilakukannya itu mampu mengatasi segala cobaan dalam hidup.
Hal
ini jauh berbeda sekali dengan orang yang mengatakan diri sebagai murid Yesus,
tetapi ia hanya mendengarkan Sabda Tuhan atau hanya melakukan Sabda Tuhan. Lalu
ia berpresiden bahwa Yesus itu adalah mahakasih karena itu Yesus pasti
mengampuni kesalahan orang. Orang yang hanya mampu memilahkan ini, Yesus
menyamakannya dengan orang bodoh, yang memabngun rumah di atas pasir. Dan jelas
bahwa ketika rintangan dan halangan apa saja yang datang, tentu akan roboh dan
hancur berantakan. Biasanya orang seperti ini lalu memiliki kemampuan untuk
menyalahkan Tuhan. Mengapa Tuhan tidak ada saat aku mengalami situasi seperti
ini? Dan lain-lain lagi pertanyaan yang memojokan Tuhan.
Pengajaran
Yesus tentang siapa sih murid-Nya ternyata membuka mata hati para
pendengar-Nya, tentu termasuk kita-kita ini. Sikap para pendengar yang muncul
adalah mengagumi dan tercengang akan pengajaran Yesus, karena pengajaran-Nya
itu amat berwibawa, punya otoritas yang berasal dari Bapa-Nya. Sikap ini mau menyampaikan
kepada kita bahwa ternyata menjadi murid-Nya tidak hanya sebagai pendengar
setia dan rajin berdoa, tetapi sebenarnya setia dan rajin juga dalam
melaksanakan Sabda Tuhan yang sudah didengar itu. Bisa beriman kepada Yesus
karena mendengarkan, tetapi iman tanpa berbuatan adalah mati. Dengan pengajaran
Yesus ini, sebenarnya mau mengkritik para ahli Taurat yang hanya hebat membuat
banyak aturan dan menjadi pengajar yang hebat tentang Taurat tetapi tidak mampu
melakukannya dalam hidup mereka.
3. Relevansinya
Untuk Hidup Kita:
a. Berdoa yang terus menerus dan rajin,
ternyata tidak menjamin masuk Surga. Berdoa yang terus menerus dan rajin itu
sangat baik. Tetapi bukan hanya sebatas itu. Berdoa adalah menambah ‘amunisi’
untuk menjadi kekuatan dalam melakukan isi doa. Atau dengan bahasa Matius tadi,
bukan hanya mengambil Tuhan, tetapi juga melakukan Sabda Tuhan. Hubungan doa
dan kenyataan hidup adalah satu kesatuan yang utuh.
b. Kesejatian menjadi murid Yesus hanya
diketahui oleh Yesus ketika kita sudah meninggal. Tidak ada orang yang mampu
mengetahui atau mengukurnya. Ukurannya memang jelas ‘mendengar dan melakukan
Sabda Tuhan secara nyata dalam hidup. Tetapi untuk mengetahui, hanya pada Yesus
sendiri. Kalau dipikir-pikir menjadi murid Yesus yang sejati (bijaksana-orang
yang membangun rumah di atas batu) dan menjadi murid Yesus yang tidak sejati
(bodoh-orang yang membangun rumah di atas pasir), hanya ukuran tipis didalam
batin setiap orang. Karena ukurannya ada didalam batin, sangat sulit diketahui
oleh sesama, hanya dapat diketahui oleh Yesus sendiri.
c. Perziarahan hidup manusia beriman
kepada Yesus, tentu mengimpikan keselamatan abadi. Supaya dapat mencapai hal
itu, Yesus mengatakan seorang murid-Nya harus mendengarkan dan menjadi pelaku
Sabda-Nya. Yang mendengar dan menjadi pelaku Sabda-Nya adalah orang yang
bijaksana, sedang yang tidak melakukan kedua-duanya atau hanya satu diantara
keduanya itu disebut-Nya sebagai orang bodoh.
Orang
bijak akan masuk Surga dan orang bodoh akan diusir-Nya. Bukan hanya diusir-Nya
tetapi bahkan Yesus pun tidak mengenal orang itu atau menyangkalnya. Kalau
dipikir-pikir, sudah menjadi murid-Nya: sudah hanya mendengarkan Sabda-Nya atau
hanya melakukan Sabda-Nya, malah diusir dan disanksikan-Nya serta dianggap
sebagai pelaku kejahatan pula. Untuk hal ini, yang mau ditegaskan Yesus disini
ialah bagaimana cara berpikir dan memahami secara mendalam menjadi murid Yesus
secara holistik.
Akhirnya, dengan kita
membaca dan memahami dengan lebih baik Sabda Tuhan hari ini, kita dapat
menghayati bagaimana menjadi murid-Nya yang sejati. Bahwa kesejatian menjadi
murid Yesus ialah mendengarkan Sabda-Nya dan melakukan Sabda-Nya itu dalam
hidup sehari-hari. **al**
Komentar