Refleksi Natal Yesus: Fasilitator Di KBG Perlu Belajar Dari Para Gembala
Kandang Natal 2014 Stasi Manggar Belitung, Paroki Tanjungpandan |
Narasumber:
"Marilah
kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan
Tuhan kepada kita.“ (Luk. 2: 15). Mereka
memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Dan semua orang yang
mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan
gembala-gembala itu kepada mereka. (Luk. 2: 17-18).
Makna
Kehadiran Para Gembala di Hadapan Sang Bayi, Yesus
Para gembala
adalah orang-orang upahan majikan yang menjaga gembala dan ternak lainnya.
Mereka ini dalam strata masyarakat Yahudi adalah orang-orang kecil. Orang-orang
yang bekerja siang hari menghantar gembala dan ternak lainnya untuk mencari
rumput hijau dan sumber air untuk makanan dan minum ternak majikan. Dan pada
waktu malam hari, mereka menjaga gembala dan ternak lain dari bahaya binatang
buas dan para perampok. Kegigihan bekerja sebagai upahan pada majikan, membuat
mereka hidup sehari-hari. Kerja keras mereka, tidak mereka ungkapkan untuk
mengemis bonus kerja.
Tetapi
kesetiaan, kejujuran, dan tanggungjawab para gembala adalah karakter dasar
mereka yang membuat mereka bekerja lebih profesional. Kerja berat para gembala
siang malam ini, ternyata mendapat kejutan dari Allah sendiri. Allah menyapa
mereka melalui malaikat untuk segera pergi ke Betlehem. Bahwa di sana mereka
akan menyaksikan karya besar Allah, yaitu Putra Tunggal-Nya yang terbaring
didalam kandang ternak yang ditemani oleh kedua orangtua-Nya, Maria dan Yosef.
Para gembala pun bergegas ke Betlehem. Di sana mereka menyaksikan Sang Bayi
mungil. Maria dan Yosef berada disamping-Nya. Maria dan Yosef yang sedang
menanti kunjungan pertama yang dilakukan oleh para gembala.
Para gembala
datang menyaksikan dengan penuh keheranan. Mereka tidak berbicara apa-apa.
Mereka hanya datang dan melihat. Melihat dalam konteks ini boleh dipahami lebih
mendalam. Pertama, melihat berarti menyaksikan tanpa kata-kata. Namun
tampak dalam ekspresi wajah, yaitu heran. Ekspresi heran disini, sangat
manusiawi sekali. Melihat dengan heran: mata melotot, mulut setengah terbuka,
dan gerak tangan dan mata bertubi-tubi untuk segera melihat Sang Bayi. Kedua,
melihat dengan heran disini memiliki makna lebih jauh yaitu mendapat cara berpikir
yang baru. Artinya melihat Sang Bayi sambil melihat ke kedalaman sanubari
mereka. Sinilah, melihat secara reflektif. Melihat tidak lagi dengan mata,
tetapi dengan matahati lalu terekspresi dalam cara berpikir, dan kenyataanya
para gembala itu pulang ke padang lalu menjadi pewarta bagi orang lain. Mereka
pulang lalu diam, tidak! Mereka pulang dan berkobar-kobar mewartakan apa yang
mereka lihat dan alami secara langsung ‘epyfani’-penampakan Allah dalam
wujudnyata Sang Bayi, Yesus yang ditemani Maria dan Yosef.
Situasi
Anggota KBG dalam Pelaksanaan Sharing Injil
Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD dihadapan fasilitator Stasi Manggatr dan Gantong Belitung |
Kelahiran Sang
Bayi, Yesus di kandang ternak Betlehem, adalah ‘Firman Allah menjadi manusia’
(Yoh. 1: 1-18). Maria dan Yosef adalah tangan Allah yang transenden, menjadi
imanen dengan manusia. Maria dan Yosef mentahtakan ‘Firman Allah’ – ‘Sabda
Tuhan’ dan para gembala-lah yang menjadi orang-orang pertama yang bertetangga
dekat dengan Maria dan Yosef yang datang
berkumpul dan berdoa dengan Keluarga Kudus Nazaret. Para gembala datang dari
padang untuk melihat Yesus, Sang Bayi. Mereka rupanya tidak hanya melihat
secara fisik. Tetapi mereka datang dan mendengarkan pengajaran ‘Sang Sabda
Allah’ dan Maria dan Yosef. Mereka datang dengan kepolosan hati, kejujuran
budi, dan mengemban tanggungjawab penuh sebagai orang-orang yang percaya kepada
Allah. Mereka datang dan mau berpusat kepada Yesus. Berpusat kepada Yesus
berarti, para gembala itu datang menyembah dan mendengarkan pengajaran ‘Sang
Sabda’. Maria dan Yosef sebagai fasilitator utama saat itu, tidak banyak
berbicara. Mereka benar-benar membuka hati dan kadang ternak untuk para gembala
melihat dan mengalami ‘Sang Sabda’. Hebatnya ketika para gembala itu pulang,
mereka dengan cara berpikir baru, yang sudah diperbaharui Sang Sabda menjadi
pewarta bagi orang-orang lain. Lebih hebat lagi, orang-oang yang mendengarkan pewartaan
para gembala pun heran. Mereka heran karena para gembala, adalah orang-orang
sederhana itu, dapat menjadi pewarta Natal Yesus.
Ketika hasil
Sinode II Keuskupan Pangkalpinang memperioritaskan misinya pada pengembangan
KBG, hampir di setiap KBG-KBG di paroki-paroki menggalakan metode Sharing
Injil, khususnya Sharing Injil Tujuh Langkah menjadi agenda utama setiap
pertemuan KBG-KBG. Banyak orang bilang, banyak umat di KBG-KBG sudah terbiasa
dengan Ibadat Sabda, sehingga ketika Sharing Injil Tujuh Langkah digalakan,
anggota KBG-KBG menjadi diam seperti Ibadat Sabda, hanya pemimpin yang
berbicara. Persoalan semacam ini bisa terjadi karena terlalu lama pola berpikir
yang sudah tertanam didalam hati umat bahwa berdoa berarti diam dihadapan
Tuhan. Dan pola ibadat Sabda adalah cara yang cocok. Apalagi didukung oleh
kehadiran umat ketika merayakan ekaristi di Gereja. Sharing Injil Tujuh Langkah
ialah cara baru dalam hidup ber-KBG. Anggota KBG datang dan berdoa,
mensharingkan pengalaman hidup berdasarkan petikan Sabda yang dibacakan
sebanyak tiga kali yang diselingi dengan hening sejenak. Itu artinya anggota
KBG datang dan mau belajar pada ‘Sabda Allah’ ini seperti dilakukan oleh para
gembala.
Sharing Injil
tujuh Langkah, pada langkah pertama hingga langkah keempat, anggota KBG
berjumpa dengan Sang Sabda. Berjumpaan dengan Sang Sabda membuat anggota KBG
dapat berdoa, dapat memetik ayat singkat, dan dapat merenungkan Sabda Allah. Dan
setelah itu anggota KBG dapat mensharingkan pengalaman hidupnya secara pribadi
berdasarkan pesan atau nasihat dari Sang Sabda. Kemudian itu, anggota KBG
bersama-sama merencanakan aksi nyata untuk diwujudkan dalam kehidupan nyata
baik bersama anggota satu KBG maupun KBG-KBG lain bahkan dengan masyarakat
disekitarnya. Langkah aksi nyata adalah langkah untuk menghidupkan Sang Sabda
didalam kenyataan hidup. Langkah ini menjadi langkah yang sangat penting dan
inti. Tanpa ini, Sang Sabda mati. Tanpa ini anggota KBG bukan menjadi pelaku
Sang Sabda melainkan pendengar Sang Sabda. Dalam konteks inilah, Keuskupan
Pangkalpinang bertekad untuk menjadi sebuah Gereja Lokal yang berpartisipatif.
Sikap
Fasilitator Terhadap Anggota KBG yang diam
Melaksana Aksi Nyata, Hasil Sharing Injil masa Adven 2014 Paroki Sungailiat |
Kenyataan bahwa
tidak semua anggota KBG yang hadir dalam Sharing Injil Tujuh Langkah, tidak
semuanya mengikuti langkah demi langkah dengan baik. Juga satu persoalan lagi
adalah jika semua anggota mengikuti langkah demi langkah dengan baik, belum
tentu juga semua anggota KBG terlibat secara langsung. Maka anggota KBG yang
datang lalu duduk ‘diam’, fasilitator perlu menghargai hal ini. Kenapa?
Petama, duduk diam,
bisa saja anggota aktif mendengarkan Sang Sabda dan merenungkannya. Dia
membiarkan Sang Sabda masuk dan merasuki jiwa-batinnya. Persis seperti diam ala
para gembala yang datang ke kandang Betlehem. Kedua, duduk diam,
membiarkan Sang Sabda bekerja didalam dirinya. Sang Sabda bekerja secara alamiah
berdasarkan kehendak Allah sendiri. Yakinkan diri bahwa pada satu saat, yang
duduk diam akan aktif terlibat dalam Sharing Injil Tujuh Langkah. Ingat bahwa
langkah demi langkah adalah proses berjumpa Sang Sabda, Sang Sabda akan
menumbuhkan ‘tunas-tunas’ baru didalam diri setiap orang yang duduk diam, dan
pada saatnya ‘tunas-tunas’ itu akan diperlihatkan didalam KBG ataupun didalam
kenyataan hidup, dalam aksi nyata. Hal ini terbukti dari para gembala yang
datang mengalami dengan seluruh diri, akan pergi dan mampu mewartakan Sang
Sabda. Ketiga, ketika fasilitator menghadapi anggota KBG yang diam, fasilitator
perlu bersikap sabar dan membiarkan karya Roh Kudus bekerja secara maksimal.
Dengan bersabar dan membiarkan karya Roh Kudus, fasilitator akan menjadi lebih
dewasa dalam hal sebagai fasilitator yang baik.
Akhirnya,
anggota KBG yang duduk diam pun dapat belajar sendiri dari Sang Sabda dan dari
anggota KBG yang lain. Dan Fasilitator sendiri menjadi dewasa dalam hal
penghayatan imannya. Dan tentu fasilitator akan tumbuh menjadi seorang
fasilitator marianis dan yosefis.Berani membuka hati dan seluruh dirinya untuk
membiarkan anggota KBG yang duduk diam belajar dari Sang Sabda itu. ***
Komentar