Pernyataan Terakhir Sidang Umum VII AsIPA di Bangkok Thailand
SIDANG UMUM VII AsIPA
"PERGILAH, AKU SELALU
MENYERTAI KALIAN’
(Mat. 28: 19-20)
KBG HIDUP DENGAN ORANG YANG BERBEDA IMAN DAN
KEYAKINAN
Kamis, 22 - Rabu,
28 Oktober 2015 Baan Phu Waan - Pusat Pelatihan Pastoral,
Keuskupan Agung
Bangkok, Thailand
PERNYATAAN FINAL
PENDAHULUAN
1.
Sebanyak 118 peserta yang hadir
dalam Sidang Umum AsIPA VII. Ke-118 peserta itu terdiri dari: 34 awam, 14 religius,
57 imam, dan 13 uskup; yang berasal dari 15 negara (Bangladesh, India,
Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Sri Lanka,
Taiwan, Thailand, Vietnam , Afrika / SECAM-Ghana, dan Jerman). Mereka datang
bersama-sama di Baan Phu Waan, Pusat Pastoral di Keuskupan Agung Bangkok di
Thailand untuk berpartisipasi dalam Sidang Umum Pendekatan Pastoral secara
Integral di Asia (AsIPA) VII; yang dilaksanakan dari 22-28 Oktober 2015. Kami datang
dengan tujuan untuk memperdalam persekutuan kami dan untuk menemukan sumber inspirasi
dari Firman dan Ekaristi, terutama untuk berbagi pengalaman kami dalam Komunitas
Basis Gerejawi (KBG) tentang hidup dengan orang-orang dari agama yang berbeda
dan menemukan cara-cara yang kreatif untuk membawa perdamaian dan solidaritas
yang lebih dalam, dalam dunia ini.
2.
Sebagai bagian dari program ini,
kami mengunjungi beberapa KBG di tiga keuskupan di Thailand. Dalam kunjungan
ini kami menemukan pengalaman keterbukaan yang mengesankan dan hidup harmonis
dengan orang-orang dari agama yang berbeda seperti yang mereka terima; bahkan seperti
kami alami di masjid-masjid dan kuil-kuil mereka dan disana kami berbagi
kegembiraan dan harapan hidup antarumat beragama. Kami juga diperkuat oleh iman
KBG seperti yang mereka sharingkan ketika kami berkunjung dalam KBG mereka. Kami
sangat berterima kasih kepada Gereja di Thailand yang dengan keramahan-kehangatan
dan murah hati mereka dan sebagai suatu kesaksian dari Gereja yang hidup.
KBG ADALAH EKSPRESI DARI
PERSEKUTUAN DAN MISI GEREJA
3.
Dalam sidang yang berarti itu,
kami pun merasa penting karena sidang itu bertepatan dengan kita merayakan lima
puluh tahun sejak Konsili Vatikan II dan dua puluh lima tahun Sidang Pleno Federasi
Konferensi Para Uskup Asia (FABC) V di Bandung, Indonesia. Konsili Vatikan II
mendefinisikan kembali Gereja sebagai Umat Allah dan menempatkan persekutuan di jantung
apa artinya menjadi Gereja. Dasar dari persekutuan harus dipahami dalam konteks
Tritunggal Mahakudus. Persekutuan, bagaimanapun, adalah intrinsik terkait
dengan misi karena misi membentuk cara kita untuk menjadi Gereja (EA 24). Umat Allah,
di mana setiap orang yang dibaptis berpartisipasi dalam peran menjadi imam,
nabi dan raja Kristus (LG, Bab 1) secara alami membentuk komunitas agama
setempat.
4.
Usaha FABC untuk memahami
persekutuan dalam konteks Asia telah sangat bermanfaat. Dorongan terus-menerus
dalam membentuk KBG-KBG telah menghasilkan banyak Gereja Lokal di Asia
mengambil langkah untuk mempromosikan hidup ber-KBG. Pada Sidang Pleno ke-5 FABC,
disana dengan jelas disebutkan bahwa Gereja di Asia harus menjadi 'persekutuan komunitas-komunitas,
di mana kaum awam, religius, dan klerus mengakui dan menerima satu sama lain
sebagai saudara dan saudari dalam misi umum’ (FABC V 5 # 8).
5.
KBG-KBG memperbaharui diri dan KBG
telah dilihat sebagai buah langsung dari persekutuan itu dan misi Gereja
sebagai Umat Allah dalam Konsili Vatikan II. Dalam penerimaan di Asia, FABC
telah mendukung pertumbuhan KBG-KBG sebagai Jalan
Baru-Gereja. Laporan dari berbagai negara selama Sidang Umum VII AsIPA
melihat KBG dari visi Konsili Vatikan II sebagai berikut:
5.1.
Orang-orang telah mengalami
pendalaman iman melalui KBG-KBG.
5.2.
KBG-KBG telah menjadi 'papan peluncuran' untuk memelihara kaum
awam; orang-orang yang berasal dari KBG-KBG telah dilatih menjadi fasilitator dan
lebih percaya diri; mereka dengan visi yang jelas dari Gereja; telah tumbuh
dalam kesadaran martabat mereka sebagai orang yang dibaptis dan dipanggil untuk
bersama dengan para tertahbis bertanggungjawab dalam misi Gereja.
5.3.
Haus akan Yesus dan Firman-Nya
telah diperdalam dengan metode yang berbeda yang digunakan dalam sharing Kitab
Suci KBG; dengan hidup Firman Allah, mereka saling menasehati, bahkan untuk
non-beragama, tidak hanya dengan kata-kata tetapi dengan tindakan juga.
5.4.
KBG-KBG telah menjadi sarana
pemecah hambatan antara imam dan awam, dan bahkan sebagai imam, uskup sekarang
duduk bersama dengan mereka untuk pertemuan KBG-KBG.
5.5.
KBG-KBG tumbuh dan lebih tumbuh
lagi kalau keuskupan mempromosikannya.
5.6.
Sidang Umum AsIPA menjadi sumber
kebangkitan untuk KBG-KBG. AsIPA, alat memungkinkan mereka untuk mengembangkan
hubungan yang lebih dalam dengan Allah melalui Firman dan Ekaristi. Metode AsIPA
dan teksnya, sangat membantu dan bermanfaat bagi Evangelisasi Baru - dari
keluarga, komunitas, dan paroki. Publikasi modul lokal dirancang untuk KBG-KBG
juga terjadi.
6.
Namun, masih banyak perbaikan untuk
daerah-daerah, sebagai berikut:
6.1.
Banyak kaum awam yang tradisional
dan tidak terbuka untuk tantangan baru bagi pembaharuan Gereja; di sisi lain,
mereka yang terlibat dalam kegiatan Gereja kekurangan formasi yang tepat.
6.2.
Banyak paroki masih berpusat pada
para imam - (pastor sentris) dan tidak melibatkan KBG-KBG dalam kegiatan
paroki.
6.3.
KBG-KBG tidak membuat prioritas
pastoral di keuskupan; masukan dari para imam tanpa dukungan dari tenaga-tenaga
lain dapat mempengaruhi fungsi KBG-KBG; ada juga imam yang tidak cukup
termotivasi, bersama kaum beriman dan para animator awam untuk mempromosikan
dan memelihara KBG-KBG.
6.4.
Tidak mudah untuk mendapatkan kaum
muda yang terlibat dalam KBG-KBG.
6.5.
Media Massa, kuliah ekstra,
pertanian musiman, pekerjaan, dll, menghalangi kegiatan tertentu dan partisipasi
umat di dalam KBG-KBG.
6.6.
Di beberapa negara, para pemimpin
gereja tidak dapat menghadiri pertemuan KBG karena pembatasan dari politik dan
agama.
7.
Namun, berdasarkan laporan dan
diskusi bahkan lebih dari pembicaraan para peserta dalam sidang ini, kita juga
mengalami sebuah persekutuan- didalam misi seperti yang kita memperdalam
hubungan kita dengan Yesus dan dengan satu sama lain melalui sharing Firman Tuhan
dan merayakan Ekaristi setiap hari. Dalam teks AsIPA pada Formasi Spiritual, Pelatihan
Pemimpin dan Dialog memotivasi kita
untuk maju. Firman Allah juga menantang kita terutama dalam hidup dengan orang
yang berbeda agama. Dalam sidang ini, kita mengambil tantangan ini dengan
serius.
KBG DALAM KONTEKS MULTI-AGAMA DI
ASIA
8.
Asia, tempat kelahiran dari banyak
peradaban kuno dunia dan agama. Asia adalah benua diberkati dengan komunitas-komunitas
yang hidup dengan campuran warna-warni budaya, agama dan filsafat, dan banyak
yang lebih kuno dari agama Kristen. St. Yohanes Paulus II juga mengidentifikasi
dan menghargai sifat multi-agama di Asia ini, ketika ia mengatakan: "Asia juga tempat lahir agama-agama utama
dunia: Yahudi, Kristen, Islam, dan Hindu. Ini adalah tempat kelahiran banyak
tradisi spiritual lainnya seperti Buddha, Taoisme, Konfusianisme,
Zoroastrianisme, Jainisme, Sikhisme dan Shinto. Jutaan orang juga mendukung
agama tradisional atau suku, dengan berbagai tingkat ritual terstruktur dan
pengajaran resmi agama" (EA 6).
9.
Di Asia, hanya 4,5% dari total
penduduk adalah penganut Kristen dan hanya kurang dari 3% dari populasi di Asia
adalah Katolik. Dalam menghadapi konteks multi-agama dan minoritas di Asia FABC,
positif menghargai pluralisme dan keragaman sebagai memperkaya, dan menyerukan
kepada KBG-KBG untuk mempersiapkan diri untuk terlibat dalam dialog dengan orang-orang
yang berbeda agama.
KBG-KBG HIDUP DENGAN TETANGGA YANG
BERBEDA IMAN
10.
Meskipun kebodohan dan intoleransi
agama lain terus mewabah dalam masyarakat dan telah menghasilkan ketegangan,
konflik, dan kekerasan, dalam sidang ini kita telah bertukar banyak cerita
positif tentang dialog antarumat beragama, dimana KBG-KBG yang telah menginspirasi
kita. Dari cerita ini, kita belajar bahwa:
10.1.
Untuk memiliki dialog antarumat
beragama asli, kita harus jujur mengakui
perbedaan-perbedaan kita serta keyakinan kita bersama. Dialog antarumat beragama
asli dimulai pertama dengan memasukkan dalam keiman-an kita sendiri. Ini juga
berarti melangkah ke dalam sepatu
orang-orang dari agama yang berbeda dan mencoba untuk melihat dunia seperti
yang mereka lihat itu. Untuk masuk ke dalam tuntutan dialog, kita hendaknya
menjadi miskin di hadapan Allah, sehingga menjadi kaya cinta. Sebab Cinta
adalah metode dialog.
10.2.
KBG-KBG terlibat dalam
"dialog kehidupan" dengan saudara-saudara dari agama-agama lain,
seperti kita memberikan salam kepada mereka pada hari-hari raya mereka dan
berada bersama mereka dalam kebahagiaan dan rentetan momen kehidupan seperti
pernikahan, sakit, bencana alam dan kematian. Hubungan dan persahabatan yang
dibangun dalam dialog ini memungkinkan kita untuk mendukung, mendorong, dan
menjangkau satu sama lain.
10.3.
KBG-KBG juga terlibat dalam "dialog
aksi" - bertindak sebagai orang Samaria yang baik untuk orang-orang dari
agama lain, dan bekerja dengan mereka pada isu-isu keadilan, perdamaian, dan
solidaritas untuk kebaikan bersama.
10.4.
KBG-KBG melaksanakan "dialog
pengalaman religius" dengan memasukkan ke dalam tradisi spiritual yang
berbeda melalui perayaan dan sharing. Hal ini dilakukan melalui kehidupan nyata
dengan mendengarkan, belajar dan refleksi secara tetap pada apa yang Allah
dapat mengatakan melalui tradisi-tradisi keagamaan lainnya. Dalam dan melalui
dialog antarumat beragama kita saling bertukar pengalaman ilahi kita.
TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH
KBG-KBG DALAM DIALOG
11.
Allah "ingin semua orang
diselamatkan dan mencapai pengetahuan kebenaran penuh " (1Tim 2:4). Sejajar
dengan ini, Gereja juga mengatakan bahwa Gereja Katolik tidak menolak apapun
yang serba benar dan suci dalam agama-agama lain (lih. NA art. 2).
12.
Dalam keterlibatan kita dengan komunitas-komunitas
agama lain, kita dihadapkan dengan tantangan berikut:
12.1.
Untuk memberi pemahaman orang yang
memadai tentang identitas Kristiani dan ajaran-ajaran Gereja kita supaya
menghindari kebingungan dalam dialog antarumat beragama.
12.2. Kurangnya
pengetahuan tentang agama-agama lain, takut yang tidak diketahui, kecurigaan,
kurang kritis atas penilaian sendiri, superioritas dan inferioritas kompleks,
perbedaan antara mereka yang mengambil bagian dalam dialog, kebingungan antara
iman dan akal; budaya dan agama, juga dapat menghambat dialog antarumat beragama.
12.3. Kurangnya
kualitas yang diperlukan untuk dialog seperti perhatian, kebaikan, rasa hormat,
kesabaran, pengampunan, penerimaan dari orang lain sebagai satu keluarga
manusia yang sama juga mempengaruhi dialog antarumat beragama.
12.4. Kurangnya
antusiasme untuk menyaksikan dan memberitakan Kristus dan mengganti proklamasi
dengan dialog dapat menimbulkan tantangan terhadap misi Gereja (EN art. 41, RM art.
42).
12.5. Sarana
dialog untuk pribadi, politik atau ekonomi merupakan rintangan-rintangan
tambahan otentik dalam dialog antarumat beragama.
12.6. Kurangnya
pemahaman yang benar tentang Kerajaan Allah juga mempengaruhi dialog antarumat
beragama. KBG-KBG ditantang untuk menyaksikan dan hidup dalam solidaritas
dengan semua orang dari keluarga manusia.
12.7. Selain
memperkuat yang sudah ada KBG-KBG, ada kebutuhan untuk membentuk dan mendorong
Komunitas-komunitas Basis Manusia (KBM-BHCs) yang dapat menjadi sarana yang
kuat untuk perdamaian dan harmoni komunal dan membantu kita untuk berpindah
dari religiusitas ke dalam tindakan spiritualitas (Papers FABC No. 48, 1987).
12.8. Isu-isu
teologis yang diangkat dalam dialog antarumat beragama seperti konsep Tuhan
(kita berdoa kepada Tuhan yang sama), konsep Umat Allah (mereka juga umat Allah
(LG 2,16), Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat (EA 10), relativisme,
inkulturasi (Kristen sebagai agama asing), dll dapat menyebabkan arah yang negatif
terhadap orang dari agama lain. Dialog antarumat beragama adalah sikap yang
membuat kita mampu berjumpa dengan Allah dalam cara yang misteri kehadiran Tuhan
dalam agama-agama lain. Hal ini juga mengingatkan kita dan KBG-KBG kita bahwa menemukan
jalan yang kreatif untuk mengartikulasikan dan hidup iman kita dalam konteks
multi-agama (EA 18).
KESIMPULAN
13.
Oleh karena itu kita
merekomendasikan:
13.1.
Untuk KBG-KBG:
a.
Bahwa upaya khusus untuk dibuat agar
melibatkan kaum muda dan seluruh keluarga di KBG-KBG;
b.
KBG-KBG serius masuk ke dalam
dialog antarumat beragama;
c.
Kita bergabung dalam upaya orang-orang
dari agama lain untuk mempromosikan hak asasi manusia (HAM) dan terutama
ditujukan pada isu-isu lingkungan, kemiskinan, ketidakadilan dan kekerasan.
13.2.
Untuk uskup dan imam:
a.
Supaya memastikan struktur yang
mendukung kuat KBG-KBG di tingkat nasional dan keuskupan;
b.
Sebagai pemimpin spiritual untuk
berada di garis depan dalam mempromosikan persatuan dan dialog antarumat beragama
di luar Gereja.
13.3.
Untuk FABC – bagian AsIPA:
a.
Untuk mengembangkan rencana
pastoral, bahan-bahan lebih diutamakan dan dapat mengatur program pelatihan
yang bisa membantu mempromosikan dialog antarumat beragama di KBG-KBG, paroki
dan di tingkat keuskupan.
14. Pengalaman
kita dalam Sidang Umum ini telah memperkuat kita dan menantang KBG-KBG kita
bahkan lebih menjadi "titik awal yang kuat untuk sebuah masyarakat baru
berdasarkan pada peradaban cinta kasih" (RM 51, EA 25) terutama karena
Paus Fransiskus menantang kita untuk menjadi Gereja kasih dan sayang (Misericordia Vultus 15).
15.
Kita ingin mengucapkan terima
kasih kepada Tim Pastoral KBG dan terutama KBG kita dan kelompok masyarakat
yang tanpa mengenal lelah menghidupkan iman Kristen dan misinya. Kami juga
mengucapkan terima kasih yang mendalam atas dukungan yang murah hati yang diberikan
kepada kita oleh Missio-Aachen, Missio-Munich, Bantuan untuk Gereja yang
Membutuhkan, Penyebaran Iman (Propaganda Fide), banyak dermawan, Tim Penyelenggara
Lokal di Thailand dan Tim Pemberdayaan AsIPA serta FABC - OLF, Tim Redaksi AsIPA
yang bekerja mengkoordinasi secara keseluruhan sidang ini.
16.
Akhir dari sidang pada tanggal 28
Oktober, hari yang sama bertepatan dengan dikeluarkan Deklarasi tentang Hubungan
Gereja dengan Agama-agama Bukan Kristen pada lima puluh tahun yang lalu, bahkan
lebih menantang KBG kita untuk mempromosikan hidup antarumat beragama. Semoga ibu
kita tercinta Bunda Maria berdoa bagi kita untuk hidup secara kreatif dan setia
dengan masyarakat yang berbeda agama!
Pernyataan
Akhir, Sidang Umum VII AsIPA
Sungailiat,
30 Desember 2015
diterjemahkan
oleh:
Alfons
Liwun
Komentar