KBG: LABORATORIUM PENGHARAPAN BAGI KELUARGA DAN GEREJA DI MASA DEPAN





A.      KELUARGA
1.          Keluarga adalah sel dasar Komunitas Basis Gerejawi. Sebagai sel dasar, keluarga adalah sekolah kemanusiaan yang menjadi tempat pertama seseorang belajar hidup bersama dengan orang lain dan menerima nilai-nilai luhur dan warisan iman (GS 53). 
2.        Keluarga, tempat anggota keluarga belajar hidup bersama, maka relasi-komunikasi didalam keluarga menjadi unsur yang sangat pokok. Relasi yang baik, yang menghidupkan, dan yang membangun, diungkapkan secara nyata didalam komunikasi etis dan bertanggungjawab.
3.       Dalam relasi-komunikasi yang bersifat membangun, nilai-nilai luhur diungkapkan serta warisan iman dihidupkan, maka keluarga menjadi penentu masa depan Gereja Katolik. Karena itu, keluarga-keluarga saat ini, perlu sekali didampingi dan diberdayakan untuk aktif dalam hidup menggereja dan dalam masyarakat.
4.        Keluarga adalah sel pertama yang sangat penting bagi masyarakat (bdk. FC 42). Karena menjadi sel pertama untuk menentukan suatu masa depan masyarakat secara umum, maka anggota-anggota keluarga perlu sekali diberdayakan untuk menggali potensi-pontensi bawaan didalam diri anggota keluarga, khususnya potensi bawaan anak-anak; yang meliputi: berpikir (cognitive), merasa (affective), dan berperilaku (psychomotoric).
5.  "Keluarga adalah tempat pertama dimana doa diajarkan, iman ditumbuhkan  dan keutamaan-ketutamaan ditanamkan.”(SAGKI 2015, 2). Maka keluarga-keluarga kita perlu memperhatikan secara serius proses perkembangan kepercayaan dasar khususnya pada anak-anak yang berusia: 0-3 tahun. Keluarga membangunkan kebiasaan berdoa dalam keluarga, KBG, dan paroki secara rutin. Dari kebiasaan yang potif ini diharapkan anak-anak mempunyai potensi untuk beriman.
6.    Kebiasaan-kebiasaan positip yang perlu selalu dibangun dalam keluarga antara lain: doa bersama dalam keluarga (sebelum/setelah makan, tidur, doa pribadi dan doa pribadi, memimpin doa), belajar bekerjasama dalam keluarga, belajar jujur, sopan santun, keatif, belajar mengontrol emosi (kesabaran), membiasakan membaca Kitab Suci, anak dibiasakan memberi (kolekte), orangtua memberi teladan (di depan anak melakukan yang baik), kebiasaan memaafkan (mengalah), kebiasaan peduli pada kebersihan, kebiasaan merencanakan ekonomi, dll.
7.        Keluarga adalah ‘rahim sosial’ (bdk. Luk. 1: 39-58). Kunjungan Maria kepada Elisabet, ternyata tidak hanya mendapat respons oleh kedua orangtua, tetapi juga oleh kedua anak mereka yang masih dalam kandungan. Keduanya saling respons atas perjumpaan kedua orangtua mereka, sangat diyakini bahwa Maria dan Elisabet sudah membangun komunikasi sosial melalui rahim mereka.
8.       Dari pengalaman Maria dan Elisabet, kita menemukan bahwa ‘rahim’ adalah sekolah komunikasi yang pertama. Anak didalam kandungan mengalami pengalaman secara personal, dan ini merupakan wujud asali dan simbol dari semua bentuk komunikasi.
9.       Pengalaman komunikasi secara personal yang dialami didalam keluarga merupakan komunikasi dasar yang membentuk dasar kepribadian seseorang dan akan menjadi “karakter imannya” seumur hidupnya.
10.    Keluarga adalah ‘benih ketrampilan sosial’. Tempat dimana seseorang anggota keluarga mengalami keterbatasan diri sendiri dan diri orang lain. Dan sekaligus, sebagai medan seseorang belajar mendengarkan orang lain.
11.       Karena ‘keluarga-keluarga’ itu begitu penting dan sentral dalam KBG-Gereja, maka tidak heran Bapa Suci Fransiskus mengeluarkan Surat Apostoliknya pada tanggal 19 April 2016, bertepatan dengan Pesta St. Yosep, Pelindung para pekerja keluarga.
12.     Bapa Paus meminta kepada para pelayan rohani untuk setia mendampingi dan mengarahkan ‘manusia’ pada setiap situasi hidupnya, untuk bertumbuh lebih baik. Sehingga ikatan kasih sayang dalam membangun keluarga yang kokoh, terwujud dalam KBG-Gereja dan masyarakat. Karena hal ini merupakan tantangan bagi keadaan keluarga-keluarga modern abad ini.

B.      KOMUNITAS BASIS GEREJAWI (KBG)
13.    Komunitas Basis Gerejawi (KBG) ialah kumpulan keluarga-keluarga kristiani yang saling berdekatan satu sama lain, bertetangga baik, untuk melakukan pertemuan rutin, sharing Injil, aksi nyata dan selalu terikat dengan paroki.
14.     Melihat situasi jumlah keluarga dalam satu KBG di setiap paroki, ternyata masih banyak KBG yang jumlah KK-nya di atas 20, maka sangat dianjurkan supaya para pastor, tim PIPA dan DPP serta para fasilitator KBG hendaknya membantu proses pemekaran dalam KBG.
15.    Proses pemekaran KBG dimulai dengan pendataan jumlah KK, pemetaan wilayah untuk lebih bertetangga dekat, dan proses penyadaran terhadap para pengurus, anggota seksi, para fasilitator, dan kemudian seluruh umat di dalam KBG. Untuk itu, modul proses pemekaran perlu dipikirkan dengan baik kemudian disusun untuk ditindak lanjutinya.
16.    Tuntutan Sinode II tentang jumlah KK dalam satu KBG: 15-20 KK. Jika jumlah ini dalam satu keluarga lebih kurang 4 orang katolik maka jumlah anggota sebuah KBG pun masih terlalu besar. Jumlah yang besar ini, akan sangat sulit dalam efektivitas perjumpaan rutin, mengingat kondisi rumah, persiapan keluarga, serta kondisi ekonomis dalam sebuah keluarga.
17.     Paroki-paroki sekevikepan Bangka Belitung selama ini telah mengikuti pelatihan:
a.   Modul A tentang Sharing Injil (A1-A6) (Tanjungpandan, Mentok, Katedral, Koba, Sungailiat, Belinyu, dan Bernadeth). Sedang untuk A7-A8 belum sama sekali.
b.   Modul B (B1-B4) sudah dilaksanakan di Katedral, Tanjungpandan dan Sungailiat. Sedangkan paroki-paroki lain belum dilaksanakan.
c.   Paroki-paroki akan melanjutkan pelatihan modul-modul yang belum lengkap dan kemudian bersama-sama ke modul C dan D.
18.    KBG-KBG di paroki-paroki sekevikepan Bangka Belitung, sedang dalam proses mengembangkan diri baik di dalam keluarga maupun di KBG itu sendiri. Dalam membangun diri, KBG diharapkan untuk mengarah pada TIGA BINTANG: berpusat pada Kristus, membangun komunio, dan melaksanakan misi Kristus.
19.    KBG-KBG di setiap paroki di Bangka Belitung telah mempunyai fasilitator yang rata-rata lebih dari satu atau dua orang. Jumlah para fasilitator di setiap paroki, sudah mulai banyak dan kualitasnya mulai muncul.

C.      FASILITATOR
20.      Fasilitator KBG ialah orang yang sangat menentukan keberhasilan sebuah pertemuan rutin seperti pendalaman iman, sharing Injil, ibadat, dan lain-lain di dalam KBG.
21.         Telah disepakati bersama dalam diskusi tentang menghidupkan KBG melalui Sharing Injil 7 langkah dan metode-metode lain, serta mengerti dengan baik akan KBG, Gereja Partisipatif dan Kepemimpinan yang bersifat partisipatif, modul-modul AsIPA menjadi sumber pertama yang dibutuhkan dalam pelatihan fasilitator di KBG-KBG.
22.       Setiap KBG hendaknya mempunyai fasilitator, idealnya per KBG maksimal 5-10 orang. Karena fasilitator adalah cikal bakal menjadi pengurus KBG dan seksi-seksi di DPP di masa yang akan datang.
23.       Profil fasilitator dalam KBG-Gereja, ialah orang yang memiliki kemampuan untuk:
a.   peduli terhadap kebutuhan keluarga (di KBG-nya pun di luar KBG); bisa membantu keluarga bermasalah.
b.   mengajak anggota KBG untuk acara kebersamaan, kegiatan bersama (dalam hal ekonomi, usaha bersama, doa bersama).
c.   mengunjungi keluarga-keluarga anggota KBG, saling meneguhkan.
d.   menjadi panutan, contoh, teladan (hidup dalam keluarga).
e.   mampu mengubah pola berpikir keluarga.
f.     mampu menanamkan sikap kasih sayang dalam keluarga.
g.   menjadi orangtua yang mampu menanamkan hal-hal positif sejak dini (sabar menghadapi anak-anak, memberi berkat setiap hari).
h.   membiasakan diri membaca Kitab Suci bersama anak-anak (dalam keluarga) dan sharingkan KS
i.     menjadi orang tua yang mau membantu mengembangkan bakat dan talenta anak.
j.     memberi kepercayaan kepada anak.
k.   memberi bantuan dalam bentuk (doa, hiburan, sharing materi, dll)
l.     memahami dan mempraktekkan hidup kasih dalam keluarga sendiri.
m.     rela berkorban (waktu, perhatian dan materi)
n.   menyiapkan materi binaan yang kontekstual (sesuai dengan subyek bina).
24.       Para fasilitator di setiap paroki harus perlu bertemu secara periodik, entah seminggu sekali, dua minggu sekali, atau pun sebulan sekali. Karena melalui pertemuan periodik antar fasilitator, mereka dapat memperkaya diri dengan berbagi sharing pengalaman hidup yang mereka alami dalam KBG masing-masing.
25.       Para fasilitator perlu bekerjasama dengan kelompok kategorial, untuk membangun KBG-KBG. Mengingat kelompok-kelompok kategorial adalah ‘vitamin’ bagi KBG-nya.

D.      CITA-CITA YANG DIHARAPKAN:
26.      Komunitas Basis Gerejawi (KBG) ialah wadah baru yang sedang membentuk ‘struktur hidup baru’ dalam Gereja dan masyarakat. Mengapa? Karena keluarga-keluarga yang merupakan sel terkecil dalam KBG sedang dalam proses perkembangan iman, membangun sebuah masyarakat dasar yang saling berbagi satu sama lain, bagaikan sebutir ragi yang merombak dari dalam.
27.       Jika KBG terus menerus melaksanakan aksi nyatanya setelah melaksanakan sharing injil atau pendalaman iman, bagaikan ‘kandang domba’ KBG akan menjadi ‘rumah kedua’ bagi setiap keluarga yang sedang mengalami ‘letih lesu’ dan ‘berbeban berat’ dan ‘rumah’ bagi ‘para peziarah’ yang sedang dalam perjalanan hidupnya.
28.      Fasilitator dari KBG akan berkualitas dalam jumlahnya, jika Tim PIPA Paroki berusaha untuk melakukan pendampingan dan pembinaan secara maksimal tentang beberapa bidang berikut ini:
a.        Spiritualitas atau kehidupan rohani
~   Bagaimana fasilitator hidup dalam imannya akan Kristus?
~   Bagaimana fasilitator tetap berkomitmen pada tugas dan imannya?
~   Bagaimana fasilitator mengembangkan doa-doa pribadinya?
~   Bagaimana fasilitator memurnikan motivasi untuk melayani dan memimpin?
~   Bagaimana fasilitator mendewasakan iman dan mampu beralih dari religiusitas alami kepada Kristus?
~   Bagaimana memadukan kebudayaan dan iman kristiani?
b.       Psikologis atau perilaku, nilai dan kesadaran
~   Bagaimana fasilitator memiliki kesadaran akan tanggungjawab sosial?
~   Bagaimana fasilitator membangun relasi dalam persekutuan dengan anggota KBG dan sesama fasilitator dan para imam?
~   Bagaimana fasilitator memiliki kemampuan bekerja dalam tim?
~   Bagaimana fasilitator membangun kemitraan dengan pemimpinan yang lain dengan anggota umat?
~   Bagaimana fasilitator menyadarkan dirinya akan pelayanan bukan unjuk kekuatan?
c.       Ketrampilan
~   Bagaimana fasilitator dilatih untuk mempermudah proses dialog didalam sebuah pertemuan rutin?
~   Bagaimana fasilitator membangun sebuah persekutuan yang lebih besar?
~   Bagaimana fasilitator membangunkan potensi dirinya untuk mengajak dan mempengaruhi anggota KBG?
~   Bagaimana melatih fasilitator untuk mampu memimpin berbagai pertemuan didalam KBG?
~   Bagaimana fasilitator mengatasi konflik baik internal KBG maupun lintas KBG?
~   Bagaimana fasilitator trampil dalam komunikasi dengan anggota KBG atau dengan orang lain?
d.       Scientific atau pengetahuan, informasi dan wawasan
~   Bagaimana fasilitator dibina supaya dapat mengetahui tentang Kitab Suci, ajaran Gereja, dan tradisi-tradisi Gereja kita?
~   Bagaimana fasilitator berkembang didalam pengetahuan umum seperti ilmu sosial, ekonomi, budaya, informatika, dan ilmu-ilmu lainnya?

E.       Narasumber Pertemuan:
1.          Bp. Fidelis Wariuwu
2.      Bp. Yohanes Bosco Otto
3.        RD. Stanis Bani - Komisi KBG Kevikepan BaBel
4.     Komisi Pengembangan KBG Kevikepan Babel

Pangkalpinang, 16 Juli 2016

Alfons Liwun

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi pribadi atas Tulisan Bambang Harsono tentang doa Singkat THS-THM

AsIPA-PIPA dan KBG-SHARING INJIL

Tinjauan Komunitas Basis Gerejawi Menurut Dokumen Resmi Gereja Katolik