Sintesis Sinode Para Uskup Dunia Keuskupan Pangkalpinang
Gubernur Kep. Riau didampingi Mgr. Adrianus Sunarko, ofm dan Vikjend Pembukaan Prasinode Kevikepan Kep. Riau, di genung Serbaguna Paroki Lubuk Baja Batam (22/6/2022) |
I.
DALAM HAL PROSES KONSULTASI
1.
PROSES DI TINGKAT KEUSKUPAN
DAN KEVIKEPAN[1]
a. Pembentukan tim dan Rencana Kerja tim: Sesudah ditunjuk
sebagai Narahubung, Vikaris General membentuk tim
Sinode Keuskupan pada tanggal 01 Oktober 2021. Selama bulan Oktober, tim
mengadakan rapat-rapat persiapan termasuk
membuat rencana kerja, seperti: a) mempelajari semua dokumen yang
dikeluarkan Sekjen Sinode Para Uskup; b) mempersiapkan materi sosialisasi; c)
merancang metode konsultasi: modul (percakapan rohani) dan google form (Oktober – November 2021);
b. Sosialisasi dan persiapan: Sesudah rancangan sosialisasi disiapkan (6-11 Oktober 2021), tim
melakukan sosialisasi kepada para imam dan religius di Kevikepan Bangka
Belitung (Babel) dan Kevikepan Kep. Riau (Kepri). Pasca pertemuan para imam di
Kevikepan, tim Paroki dan Komunitas Religius diminta untuk membaca Dokumen
Persiapan dan Vademecum kemudian
mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan dari Dokumen Sinode no. 5 tentang “Discernment
Perjalanan Keuskupanmu”. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut
disyeringkan dalam pertemuan Kevikepan masing-masing. Hadir dalam pertemuan
ini: para imam, utusan komunitas religius dan beberapa awam utusan
masing-masing paroki. Pertemuan Kevikepan terjadi secara onsite di Kevikepan Babel, sedangkan Kevikepan Kepri dilaksanakan
lewat Zoom.
c. Tujuan, Metode dan Kelompok Sasaran Konsultasi: Ada dua tujuan utama
yang ingin dicapai dalam proses konsultasi: pertama,
animasi visi Gereja Sinodal kepada seluruh umat, kedua, mendengarkan pengalaman Umat Allah tentang realitas
sinodalitas. Untuk kedua tujuan tersebut: tim merancang 10 modul
(percakapan rohani) sesuai dengan 10 tema Sinode. Modul (percakapan rohani)
disusun dengan skema atau proses: doa Sinode, mendengarkan Sabda, mendengarkan
gagasan singkat tentang setiap tema, dan pertanyaan tuntunan konsultasi
berdasarkan Dokumen Persiapan Sinode.
Selain modul untuk pertemuan Komunitas-Komunitas Basis di seluruh Keuskupan, tim
juga menyiapkan format konsultasi lain berupa google form untuk Komunitas Basis Gerejawi (selanjutnya disingkat
KBG) yang tidak dapat melakukan pertemuan onsite.
Tim juga mempersiapkan proses konsultasi
untuk Kelompok Para Imam, Komunitas Religius, Kelompok-Kelompok
Kategorial/Organisasi Katolik (seperti Marriage Encounter, Couple for Christ, Legio Maria, Kharismatik, Pemuda Katolik, Wanita
Katolik Republik Indonesia, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia), Seminari
Menengah dan Lembaga bentukan Keuskupan, seperti Yayasan Pendidikan Tunas
Karya, Pelayanan Kesehatan, Credit Union,
Panti Jompo, Kelompok Lansia, Kelompok Migran dan Perantau, Kelompok Anak
Jalanan (Kelompok Begal), Agama-Agama serta Pemerintah setempat.
2.
Proses
Konsultasi di Tingkat Paroki, Kelompok Kategorial, dan Lembaga[2]
a. Persiapan: Paroki-Paroki Menyusun Program Kerja Tahun 2022 yang
dihubungkan dengan pelbagai kegiatan menyangkut Sinode seperti: Pembentukan
Tim Sinode
Paroki; Sosialiasi Proses Sinode di Paroki kepada pengurus KBG lewat pertemuan,
WhatsApp grup, pengumuman Gereja; Pembagian
tugas Tim Sinode di Paroki; Membuat Rapat Persiapan PraSinode oleh organ dan struktur Paroki dan KBG;
mendistribusi modul dan google form
ke KBG; Mendoakan Doa Sinode; studi persiapan pendalaman
modul-modul oleh
para fasilitator KBG; bahkan ada paroki yang mengajak KBG-KBG
melakukan studi bersama Dokumen Persiapan dan Vademecum.
b.
Pelaksanaan animasi dan konsultasi: Pelaksanaan animasi visi Gereja Sinodal,
khususnya 10 tema dan konsultasi pada umumnya terjadi di KBG-KBG. Selian itu,
konsultasi dilakukan ke Komunitas Religius, Para Imam Kevikepan, kelompok
kategorial, dan Lembaga Katolik seperti yang sudah disampaikan di atas. Hasil konsultasi
umat di KBG, Kelompok-Kelompok Kategorial dan Lembaga lain direkap oleh Tim Paroki Paroki, Pengurus Kelompok Kategorial, dan Lembaga; kemudian
dikirim ke TIM Sinode Keuskupan.
c. Pertanyaan-Pertanyaan yang muncul selama animasi dan konsultasi pada
umumnya berhubungan dengan
istilah-istilah asing yang kurang dipahami oleh beberapa kelompok umat.
d. Kehadiran dan partisipasi: Selama proses animasi dan konsultasi kehadiran umat dalam pertemuan-pertemuan di KBG beragam dari paroki
yang satu dengan paroki yang lain: rata-rata kehadiran umat berkisar antara
60-70% dari jumlah umat di masing-masing KBG (rata-rata umat KBG berjumlah antara 15-30 Keluarga); Satu Paroki di Kepulauan Lingga, di mana umat
tersebar di 12 pulau, proses animasi dan konsultasi diadakan di 2 lokasi, yakni Ujung Beting dan
Dabo. Partisipasi umat di Ujung Beting hanya sebatas tenaga pendidik dan katekis
(total ada 7 orang), sedangkan di Dabo ada 5 orang
mewakili umat di Dabo. Ada sebagian umat yang
tidak dapat berpartisipasi karena beberapa alasan: metode konsultasi
dengan google form tidak dipahami
penggunaannya; pandemi dan kesibukan
kerja, malas, sakit fisik,
sakit hati karena berbagai hal; ada juga umat yang kurang peduli dan ada sekelompok umat yang “menyimpang dari ajaran
gereja”.
e. Kelompok umat yang partisipasinya sangat penting adalah KBG, karena KBG sebagai locus utama pertemuan umat dan karena partisipasi semua umat dipandang sangat penting; di KBG inilah semua umat, apapun statusnya, diterima sebagai anggota. Selain itu sangat dirasakan bahwa Lembaga Hidup Bakti, Kelompok Kategorial; Organ dan Struktur Paroki, seperti Para fasilitator, animator, pengurus KBG, Pengurus wilayah, Keluarga-keluarga, orang muda Katolik (OMK) juga sangat penting. Kelompok-kelompok ini merupakan vitamin bagi umat di KBG.
3.
Perayaan Sidang PraSinode[3]
a. Tempat Pelaksanaan dan
Persiapan: Sidang dilakukan di dua kevikepan mengingat situasi
geografis Keuskupan yang tersebar di seluruh kepulauan Bangka Belitung dan
Kepuluauan Riau. PraSinode di masing-masing kevikepan dilaksanakan selama 3
hari. Tujuan dan out put prasinode adalah mengetahui realitas sinodalitas Kevikepan dan Usulan Draft Sintesis (lih. Vademecum
lampiran C: Pertemuan
Prasinode Keuskupan). Sebelum
Sidang PraSinode, paroki-paroki mempelajari
kembali rekapan 10 tema dan menyiapkan presentasi untuk disyeringkan dalam
sidang Prasinode. Presentasi Paroki, Kelompok Agama, Pemerintah, Kelompok
Kategorial mengikuti struktur pertanyaan yang ada dalam Vademecum lampiran D: Mempersiapkan sintesis keuskupan. Yang hadir dalam Sidang Prasinode: Imam,
Religius, 3 orang Awam utusan setiap Paroki, Perwakilan Kelompok Kategorial,
Lembaga Katolik, Kelompok-Kelompok lain (seperti yang telah disebutkan dalam
point 1c).
b. Pelaksanaan dan output: Dalam proses sidang, peserta
mendengarkan syering dari semua kelompok atau
komunitas yang diundang. Berdasarkan syering
semua kelompok atau komunitas tersebut, tim Keuskupan menyusun rekapan di setiap Kevikepan. Rekapan tersebut disusun
berdasarkan format penyusunan sintesis Keuskupan. Dalam proses sidang, rekapan
yang disusun tim Keuskupan dikembalikan
kepada peserta untuk dikoreksi dalam kelompok paroki. Koreksi dan usulan
kelompok diserahkan kepada tim, dan tim melengkapi kembali rekapan atau draft sintesis
dari setiap kevikepan berdasarkan usulan atau koreksi dari kelompok-kelompok paroki. Hasil
sidang Prasinode ini merupakan
referensi utama penyusunan sintesis Keuskupan ini.
Sebelum pembukaan Prasinode Kevikepan Kep. Babel, Mgr. Adrianus Sunarko, ofm berdiskusi dengan Wali Kota Pangkalpinang, Dr. Maulan A. di Hotel Aksi Kace Pangkalpinang (9/6/2022)
II.
PENGALAMAN YANG PALING
SIGNIFIKAN SELAMA KONSULTASI
(1). Pengalaman
yang paling signifikan selama konsultasi
Seluruh tema dirasakan signifikan karena: a. Tema Sinode sejalan dengan identitas (visi, misi dan spiritualitas) Keuskupan Pangkalpinang, yaitu Menjadi Gereja Partisipatif khususnya tentang partispasi, persekutuan dan melaksanakan misi; b. membantu umat dalam penghayatan hidup, c. sangat menggugah pengetahuan dan pemahaman umat akan arti sebenarnya hidup menggereja. d. memotivasi umat dalam hidup ber-KBG yang berdampak dalam suasana kebersamaan, e. Adanya kesadaran untuk mendengarkan semua pihak.
(2). Poin-poin
yang tinggi dan yang rendah, atau konsolasi dan desolasi yang dialami selama
konsultasi
1.
Poin yang tinggi / konsolasi: a.
umat mulai sadar, tahu, dan
merasa didorong untuk mengubah pola pikir; umat merasa bahwa wawasan dan pemahaman tentang hidup menggereja mereka
bertambah; b. KBG-KBG semakin berjalan bersama dalam
mewujudkan Gereja partisipatif. c. Keterlibatan umat tidak hanya dalam
KBG-KBG tetapi juga dalam kelompok kategorial seperti Wanita Katolik Republik Indonesia
(WKRI), Pemuda Katolik, Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK), Damian Care (pelayanan kesehatan), the Couples for Christ (CFC), Marriage Encounter
(ME), dan Legio Maria; d. Umat menyadari
bahwa Tuhan senantiasa memberikan inspirasi bagi umat untuk tetap setia dan
bersemangat dalam hidup berkomunitas.
2. Poin yang rendah / desolasi, a. Materi animasi dan konsultasi (modul) kurang dipahami karena ada istilah-istilah asing; b. ada KBG yang tidak ambil bagian dalam proses konsulitasi karena kurang paham, kurang fasilitator, pandemi covid 19, dan ada umat yang tidak paham (tidak fokus) namun mendominasi sehingga mempengaruhi proses animasi dan konsultasi.
(3).
Disposisi-disposisi, sikap, atau perasaan
yang patut diperhatikan.
a. Ada komitmen, semangat, optimisme, kesetiaan, pemberian diri/ pengorbanan, rasa ingin tahu, rasa bersyukur, semakin paham terhadap istilah asing, merasa semakin menjadi katolik, merasa bangga dilibatkan (merasa disapa, dirangkul oleh Gereja Universal) dalam kegiatan berskala dunia, merasa diberdayakan, membuka diri; b. ada sikap yang tidak peduli, proses terasa lama dan membosankan; c. Wakil Pemerintah (gubernur Kepri dan walikota Pangkalpinang), tokoh agama dan kelompok kategorial yang hadir dalam sidang prasinode merasa senang, bahagia; mereka mengapresiasi usaha membangun persaudaraan dari pihak Gereja dengan siapa pun.
(4). Ketegangan
atau ketidaksepakatan yang muncul dari proses mendengarkan
a. Perbedaan konsep, pendapat tentang istilah tersingkir dan yang disingkirkan, tertinggal dan ditinggalkan, ketidaksepakatan tentang arti dan istilah-istilah asing; b. perbedaan pendapat tentang proses konsultasi karena situasi pandemi (onsite atau online, situasi geografis, umat yang tersebar di berbagai pulau) c. ada kelompok yang mempunyai paham yang berbeda (kelompok Ibu yang Berbahagia)
(5)
Topik atau masalah yang menimbulkan bermacam-macam sudut pandang
Dalam tema teman seperjalanan ada macam-macam sudut pandang tentang istilah disingkirkan atau tersingkir, ditinggalkan atau tertinggal
(6)
Secara keseluruhan, buah yang telah dihasilkan Roh Kudus melalui
pengalaman ini:
a. ada suka cita karena
dilibatkan dalam sinode Uskup (umat, kelompok kategorial, pemerintah, tokoh
agama); b. Semangat pembaharuan diri dalam partisipasi, persekutuan dan
melaksanakan misi; c. semangat rendah hati untuk mendengarkan orang lain dan
perhatian kepada orang-orang yang selama ini kurang diperhatikan termasuk
orang-orang yang terpinggirkan; d. Memungkinkan orang untuk mengenal
kebenaran iman, membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
III.
UMPAN BALIK DARI KONSULTASI TENTANG SINODALITAS
A.
Di antara umpan balik dari
pertemuan-pertemuan lokal, yang sangat penting, mengejutkan, atau tak terduga
1
Sinodalitas dengan tiga unsurnya: partisipasi, persekutuan dan misi yang
dibicarakan dalam sinode para uskup justru menegaskan kembali identitas keuskupan
Pangkalpinang yaitu; menjadi Gereja partisipatif (sebagai A New Way of Being Church atau
modus vivendi dan modus operandi) dan vademecum
menyebutkan bahwa Gereja yang sinodal
adalah Gereja Partisipatoris (dengan tiga unsurnya: berpusat pada
Kristus, komunio dan misi).
2
Partisipasi: a. Umat
memiliki kesediaan dan kesadaran untuk memberi diri dalam tugas-tugas dan aneka
pelayanan hidup menggereja; b. Umat ambil bagian dalam mendengarkan Sabda,
merencanakan aksi nyata serta melaksanakan aksi pastoral untuk umat dan masyarakat (proses discernmnent sudah dihidupi dalam KBG);
c. Umat di dalam Komunitas teritorial (paroki, wilayah, KBG), kelompok
kategorial/Ormas, Lembaga-lembaga hidup bakti, yayasan, berpartisipasi aktif
sesuai dengan kharisma dan tujuan masing-masing; d. Gereja menjamin dan
menghidupi partisipasi dan komunio untuk misi melalui organ dan struktur karya
pastoral (dengan mengatur fungsi-fungsi, sistem perencanaan, kerja dan evaluasi
mulai dari KBG sampai tingkat keuskupan).
3
Komunio: a. Ada kerjasama,
persaudaraan, solidaritas, kebersamaan, saling mendukung, saling peduli dan
solider serta berbagi kasih, di antara umat dan masyarakat (pemerintah, tokoh
agama, tokoh masyarakat); b. Umat
merayakan kebersamaan dalam doa, dan sakramen-sakramen serta pertemuan lainnya; c. Masih ada umat yang belum terlayani terutama
kunjungan petugas pastoral; d. Komunikasi (saling mendengarkan dan berbicara)
belum dihidupi dengan baik; e. Kelompok kategorial seperti kaum muda belum
sepenuhnya didengarkan, dan umat yang
tidak aktif (bapak-bapak) belum
sepenuhnya dilibatkan.
4
Misi:
a. Umat mengenal dan mengetahui Arah
Pastoral Gereja Keuskupan Pangkalpinang (Berpusat pada Kristus, Berkomunio dan Bermisi) dan terlibat untuk mewujudkan
melalui penyusunan program KBG tahunan, pendalaman modul (katekese, animasi);
b. Aksi nyata atau misi ke umat dan masyarakat menjadi bagian penting dari
hidup komunitas; c. Gereja bekerja sama dengan lembaga pemerintahan terkait
dengan pelaksanaan misi lewat pelayanan kesehatan, pendidikan, lansia (panti
jompo), orang miskin (melalui credit union); misi gereja juga
dilaksanakan melalui kelompok-kelompok kategorial: menarik bahwa
kelompok-kelompok kategorial itu merupakan vitamin bagi Gereja, dan menawarkan
pola dan materi-materi formatio atau
pemberdayaan yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dan pertumbuhan iman umat
(CFC, Kharismatik, ME, Bible Center).
5 Formation/Pembinaan: a. Pembinaan umat terjadi ketika sosialisasi dan animasi identitas keuskupan (tentang Gereja Partisipatif) melalui modul pertemuan KBG, pelatihan-pelatihan, rekoleksi, seminar dan kursus teologi sejak tahun 2001. b. Selain modul ada materi AsIPA (Asian Integral Pastoral Approach) tentang keberpusatan pada Kristus (sabda), berjalan bersama, partisipasi, dan dialog. c. Sebelum melaksanakan tugas, organ partisipatif mendapatkan pembinaan tentang identitas, fungsi dan cara kerja; patut dicatat juga peran formation yang dilakukan oleh Bible Center (pusat pelayanan Kitab Suci oleh Kongregasi SVD di Kepulauan Riau, ME, Karismatik, CFC).
B.
Perspektif
– Cakrawala Baru yang terbuka
1. Ciri-ciri
Gereja yang sinodal memperkaya identitas Gereja Partisipatif dengan
ungkapan-ungkapan baru untuk memahami cara hidup Gereja Partisipatif itu
sendiri. Contoh: ciri hidup ketetanggan dari KBG yang berarti setiap orang
miskin dan kaya, muda dan tua, bujangan dan menikah, berbagai orang dari suku
dan bahasa adalah saudara yang “tinggal” dalam rumah bersama yaitu KBG, menjadi
tanda dari satu masyarakat baru dimana orang hidup bersama dalam damai. Dalam
Gereja sinodal ciri hidup itu diungkapkan dengan istilah sebagai teman
seperjalanan.
2. Tema
mendengarkan disebut secara eksplisit sebagai ciri Gereja Sinodal, sedangkan
dalam upaya keuskupan mewujudkan identitasnya menjadi Gereja Partisipatif, tema
itu tidak ditegaskan secara eksplisit walaupun hal itu diperlukan dan telah dihidup
serta dialami dalam praktek hidup KBG. Maka peristiwa Sinode ini menolong
keuskupan untuk terus menghidupkan identitasnya.
C. Kisah
atau pengalaman kehidupan nyata yang sangat menyentuh:
1.
Pengalaman partisipasi
dan tanggung jawab bersama:
hidup menggereja bukan hanya sekedar urusan pastor tetapi urusan umat.
2.
Pengalaman
komunio:
a) Sikap peduli dan solider:
Upaya umat di Paroki untuk saling berbagi dan mendukung program bantuan sosial
bagi yang membutuhkan seperti orang sakit, yang kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah, pendidikan anak sekolah, migran
perantau, orang miskin, anak-anak jalanan, dll.
b) Berjalan bersama: Membangun dialog dengan para nelayan untuk menentukan batas-batas wilayah tangkapan. Hal ini menyentuh karena dialog itu “menyingkirkan” perbedaan agama dan fokus pada keadilan dan kesejahteraan bersama; ada kerja sama antara agama dan pemerintah dalam kegiatan moderasi beragama, penanganan masalah migran dan perantau (Human trafficking). Kerja sama ini penting dan menyentuh karena “orang baik itu adalah orang yang hadir di tengah orang lain, kehadirannya memberi manfaat atau nilai (sambutan gubernur KePri Bapak Anshar Ahmad) dan “kalau mau pergi cepat jalan sendiri, kalau mau pergi jauh jalan bersama (Walikota Pangkalpinang Bapak Maulan Akil)
D.
Sudut
Pandang yang nampaknya memiliki gema yang kuat dalam kehidupan menggereja di
Keuskupan Pangkalpinang
Tema komunio,
partisipatisi dan misi memiliki gema yang kuat karena sudah menjadi bagian dari
identitas keuskupan dan masih terus diperjuangkan. Hal-hal yang dialami dan
dirasakan adalah:
a. Solidaritas dan
kepedulian kepada mereka yang membutuhkan
bantuan sosial, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan
b. Partisipasi dan tanggung jawab
untuk misi: kerja sama umat awam, religius
dan klerus dirasakan dan dialami dalam dinamika pelayanan paroki (adanya saling
menghargai dan menerima perbedaan fungsi para anggota Gereja).
c. Merayakan persekutuan: Syering
Injil dan Ekaristi merupakan
inspirasi bagi komunitas dalam melaksanakan misinya.
d. Berbicara:
keluarga, orang muda dan anak remaja boleh menyampaikan pendapatnya.
e. Berdialog:
ada pengalaman dialog kehidupan dengan
pemerintah, lintas agama dan masyarakat, baik melalui KBG, kelompok kategorial,
Lembaga-lembaga yang dibentuk oleh keuskupan. Dialog kehidupan seperti itu dialami dapat
menjembatani perbedaan, konflik dan kesulitan. Dialog itu juga membuka pemahaman atas realitas,
menciptakan kedamaian dan kesatuan dalam masyarakat.
f. On-going Formation. Dalam konteks keuskupan Pangkalpinang dikenal dengan pemberdayaan: meliputi pemberdayaan umat, organ dan struktur, para imam, religius dengan menekankan tiga sasaran utama: pengetahuan, sikap hati dan perilaku.
E.
Sudut pandang yang kurang disebutkan, tetapi menarik dan patut
diperhatikan.
1.
Tema mendengarkan
tidak disebutkan secara eksplisit dalam Identitas Keuskupan Menjadi Gereja
Partisipatif, kendati pun hal tersebut dihidupi. Dengan menyebutkan tema ini secara
khusus sebagai indikator dari sebuah Gereja Sinodal dirasakan sebagai sesuatu yang menarik dan sangat
menentukan dalam upaya untuk mewujudkan Gereja Partisipatif.
2.
Tema Teman
Seperjalanan juga kurang disebutkan. Dalam pengalaman di Keuskupan
Pangkalpinang tema ini diungkapkan dengan beberapa istilah: persekutuan, kerja
sama, ketetanggaan, persaudaraan, (untuk
mengungkapkan realitas komunio yang menjadi satu unsur dari Gereja Partisipatif).
Istilah teman seperjalanan tidak pernah disinggung/disebutkan namun ungkapan
itu semakin memperjelas paham dan cara hidup berkomunio.
KBG, Lokus Umat melakukan Konsultasi Sinode Para Uskup |
IV.
REALITAS SINODALITAS KEUSKUPAN SAAT INI
Visi Gereja Sinodal menegaskan panggilan
Gereja di Keuskupan untuk mewujudkan identitasnya
sebagai Gereja partisipatif. Dalam konsultasi terungkap beberapa hal berikut:
1. Pengalaman Terang
a. Bersukacita
dalam hidup menggereja; b. Mempunyai harapan untuk kehidupan
berkomunio, partisipasi dan misi menjadi lebih baik; c. Termotivasi untuk berjalan bersama dalam
pelbagai karya misi baik intern dan ekstern sebagai bentuk panggilan atau perutusannya; d.
Sinodalitas menegaskan
kembali kerja sama, partisipasi, tanggung jawab bersama, dan pemberian diri (spiritualitas hamba Allah); e. Mendengarkan
semua orang harus menjadi cara hidup dan
cara kerja kita; f. Meningkatkan dialog dalam terang iman
dan doa untuk saling mengerti dan
memahami; g. Dipanggil untuk terus menerus membenahi atau membaharui diri; h. Keanekaragaman kharisma dan pelayanan
diapresiasi (Lembaga Hidup Bakti memberikan kontribusi sesuai dengan kharismanya
sesuai dengan Gereja lokal); i. kelompok kategorial menjadi vitamin untuk hidup
menggereja di KBG.
2. Bayang-bayang Gelap
a. Masih ada kelompok
umat yang belum berjalan bersama-sama seperti bapak-bapak, kaum muda, lansia
dan orang-orang
yang menyingkirkan diri dari kehidupan bersama; b. Belum maksimal dalam dialog
kehidupan; c. Masih banyak umat belum terlibat dalam KBG; d. Ada pengelompokkan
umat berdasarkan suku, minat dan sosial ekonomi; e. Masih ada sikap negatif
seperti iri hati, tidak mau terlibat, menghakimi, sentimen pribadi yang mengganggu sinodalitas; f. Adanya
pembatasan ruang
gerak terhadap umat
yang kurang aktif; g. Kurangnya fleksibilitas dalam administrasi dan pelayanan
Gereja; h. Ada pengurus yang diangkat namun tidak aktif; i. munculnya kelompok
umat yang mempunyai keyakinan yang berbeda dengan ajaran iman Katolik walu pun
telah dilarang keberadaannya; j. adanya prasangka dan stereotip dalam mendengarkan;
k. Kurangnya perhatian imam terhadap Legio Maria; l. Kelompok kategorial belum
mendapat perhatian dan bimbingan dari imam;
m. Ada komunitas Lembaga Hidup Bakti yang tidak mendapat pelayanan
ekaristi; n. kurangnya keterlibatan aktif di bidang politik; o. ormas kurang
mendapat bimbingan; p. Sedikit anak Katolik yang bersekolah di sekolah Katolik
sehingga pendidikan nilai Kristiani tidak dialami dengan baik.
B. Bidang yang membutuhkan pertobatan dan penyembuhan;
1. Rohani:
a. Pemahaman
tentang ajaran iman; b.
Perayaan ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup Gereja; c. Sabda sebagai pedoman hidup; d. Spiritualitas hamba Allah
dan kemuridan; e. Kesadaran akan makna dan pentingnya
sakramen tobat; f. Kesadaran bahwa kehidupan rohani (liturgi) harus berbuah
dalam kehidupan nyata.
2. Budaya:
Hubungan iman dengan kearifan lokal atau budaya setempat menyangkut pemahaman dan praktek hidup (pernikahan, liturgi, percaya tahhayul, Korupsi Kolusi Nipotisme, kekerasan, matrialisme, hedonisme).
3. Dalam Sikap-Sikap
Dari eksklusif kepada Inklusif, kematangan emosial, kepekaan diri, keutamaan
teologal, pelayanan, pengampunan,
toleransi, saling menghargai, hospitalitas, sikap
liturgis yang baik dan benar, literasi media sosial, mendengarkan, berbicara.
4. Dalam
struktur-struktur:
a. Implementasi pedoman tentang organ dan struktur partisipatif yang ada; b. Pemberdayaan (formation) umat dalam kepengurusan; c. Kaderisasi.
5. Dalam praktek-praktek pastoral:
a. Kunjungan
umat; b. Pemberdayaan pastoral keluarga,
kaum muda dan
KBG; c.
kehadiran gembala; d. Partisipasi semua umat dalam kehidupan menggereja; e. pemberdayaan Sumber Daya Manusia; f. peningkatan pemahaman iman katolik; g. Transparasi dan akuntabilitas.
6. Dalam hubungan-hubungan, dan jangkauan missioner:
a. Kerja sama internal dan eksternal
(antar religius, pemerintah, dan
kelompok masyarakat umum); b. Komitmen umat dalam pewartaan dan kesaksian hidup; c.
Karya misi yang dapat menjangkau segala
lapisan dan situasi (khususnya lansia, disabilitas mental, fisik dan difabel dan
umat yang kecewa); d. kerjasama antara
gereja dan lembaga pendidikan katolik dan non
katolik.
Melalui Retret, Para Imam dan LHB pun melakukan konsultasi Sinode Para Uskup
V.
PERTUMBUHAN
a.
Roh Kudus
mengundang keuskupan untuk bertumbuh dalam
sinodalitas dengan syering
Injil, pendalaman modul dan Ekaristi. Dengan demikian semua bisa bertumbuh,
berkomunio, berpusat pada Kristus dan mampu menjalankan misi.
b.
Impian, keinginan, dan aspirasi bagi keuskupan yang diungkapkan oleh umat, imam, religius
1.
Harapan pemerhati kaum muda: Supaya ada pendampingan intensif dan berkelanjutan bagi kaum muda
sebagai asset Gereja kini dan masa depan. Proses regenerasi dipersiapkan dengan serius.
2. Harapan Umat Awam: kunjungan pastoral terutama kepada domba
yang hilang, transparansi soal kebijakan-kebijakan paroki, Lembaga Hidup Bakti
hidup sesuai kaul, Misa KBG dijadwalkan secara reguler, Pastor taat pada
keputusan rapat; Ada wakil umat di Lembaga legislatif.
3. Harapan Imam: Umat yang
partisipatif; menjadi paroki mandiri; penambahan dalam kuantitas dan
kualitas umat; kerukunan dan persaudaraan di antara umat; kesadaran untuk
“memberi”, umat menyadari hak dan kewajiban terhadap parokinya.
4. Harapan Religius: Katekese memadai untuk mendorong bertumbuhnya benih panggilan.
c.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh Keuskupan untuk menjadi lebih
sinodal adalah dengan mengoptimalkan kebersamaan di KBG-KBG dan merangkul
kembali umat yang tidak aktif. Upaya ini dapat optimal bila terjadi kerjasama
antara imam, kaum religius, dan awam. Dalam kebersamaan itu bisa ditingkatkan
kepedulian dan solidaritas bagi orang berkebutuhan khusus, orang sakit, lansia;
dan bantuan pendidikan bagi umat yang kurang mampu; selain itu, perlu mendekatkan
diri dengan budaya setempat; berdialog dengan siapapun, termasuk kelompok di
luar Katolik.
d. Langkah-langkah ke depan yang perlu untuk Keuskupan di jalan sinodalitas, dalam persekutuan dengan Gereja semesta adalah dengan menjalankan seruan Tahta Suci melalui KWI, memberikan pembinaan atas segala aspek yang terkait dengan kebutuhan Gereja universal, mewujudkan tiga bintang Gereja Partisipatif (Berpusat pada Kristus, Berkomunio, dan Bermisi). Para aktivis perlu diberdayakan secara mamadai sehingga memiliki militansi yang kuat dalam berkomunikasi lintas iman. Meningkatkan kerja sama antar keuskupan.
Diskusi Prasintesis dalam kelompok-kelompok kecil Prasinode Uskup
VI. BUDAYA:
“Kearifan lokal” yang mengungkapkan ciri sinodalitas:
- Nganggung atau ngedulang : berkumpul dan makan bersama dari satu wadah (tudung saji.
- Serumpun Sebalai, Sepintu Sedulang, Selawang Segantang artinya berkumpul bersama, bermusyawarah dan bersepakat bersama, saling mendengarkan dalam semangat kekeluargaan dan persaudaraan.
- Fan Ngin Tong Ngin Djit Jong artinya Cina Melayu bersama/bersatu
- Sejiran setason artinya semangat kebersamaan gotong royong, menanggung bersama dalam mengatasi kesulitan.
- Junjung besaoh artinya mendayung bersama.
Pangkalpinang, 23 Juni 2022
Tim SC Keuskupan Pangkalpinang:
·
Narahubung :
RP Nugroho Krisusanto, SS.CC
·
Ketua :
RD Marcel Gabriel
·
Sekretaris :
RD Benny Balun
·
Bendahara :
Ekonom Keuskupan Pangkalpinang
·
Anggota :
RD Ferdinandus Meo Bupu; RP Lukas Darsono, MSF; RD Indra Jati;
RD
Frans Mukin, Shito Kadari, Alfons Liwun
Komentar