“AKSI DAMAI” WARGA WOLOSINA KE KANTOR CAMAT LEWOLEMA KAWALIWU

Pertemuan Kepala Desa (Kepdes) Sinar Hading dan Ile Padung dalam bulan Maret 2011 menghasilkan antara lain: kedua kepala Desa setempat menyepakati “berdirinya papan / pembatas wilayah Sinar Hading dan Ile Padung di Lungun Wai Mape” (berdasarkan tuturan histories Wolo Sina, atas wilayah Nara Eban dan Lakmau).
 
Berdasarkan hasil itu, maka beberapa anak muda dari Desa Sinar Hading kemudian memancang papan / pilar batas kedua wilayah tersebut. Pemasangan papan / pilar batas wilayah Sinar Hading dan Ile Padung itu, rupanya dikomplain oleh masayakat dan Kepala Desa Riangkotek.

Dasar komplain masyarakat / kepala Desa Riangkotek adalah bahwa batas wilayah yang dipasang Sinar Hading dan Ile Padung, masih di atas wilayah Riangkotek. Dasar komplain mereka ini ditujukan kepada Camat Lewolema melalui surat, tertanggal 22 April 2011. Dengan berdasarkan surat Kepala Desa Riangkotek itu, Camat Lewolema, Drs. Ramon Ile Mandiri Piran kemudian memerintahkan kepada beberapa staffnya untuk mencabut papan / pilar batas wilayah Sinar Hading – Ile Padung yang sudah terpasang.

Berita pencabutan papan / pilar batas wilayah ini tersiar ditelinga masyarakat Sinar Hading tanggal 22 April 2011. Hanya saja warga keturunan Wolosina belum bisa menanggapi karena bertepatan dengan Hari Jumad Agung, Hari Raya peringatan Wafat Yesus Kristus, perayaan agung bagi umat Katolik. Warga Sinar Hading menahan diri untuk tidak bertindak, biar sampai lewat Paskah, 24 April 2011.

Tanggal 27 April 2011 malam, diumumkan oleh pencorong di rumah Kepala Desa bahwa semua masyarakat Desa Sinar Hading berkumpul di rumah Posyandu Dusun II. Maksud pertemuan ini adalah membangun konsolidasi – kekuatan massa untuk ”beraksi damai” pada tanggal 28 April 2011, hari Kamis, jam 09.30.

Maka malam itu, Forum Peduli Masyarakat Kawaliwu yang disponsori anak-anak Kawaliwu mulai berdiskusi – menghimpun pendapat – mereduksi input yang masuk dan membangunnya dalam suatu pernyataan sikap yang akan diusung besoknya (28/4/2011) di depan Kantor Camat Lewolema.

Pernyataan sikap yang diusung warga keturunan Wolosina Kamis, 28 April 2011, adalah:

(1)  Tanggapi Surat Kami tertanggal 25 April 2011.
(2)  Pihak Kecamatan bertanggungjawab atas pencabutan papan nama tapal batas.
(3)  Segera pancang kembali papan nama tapal batas.
(4)  Segera klarifikasi Surat dari Desa Riangkotek, tanggal 22 April 2011.
(5)  Camat harus bersikap adil dan bijak.
(6)  Apabila tidak terpenuhnya pernyataan di atas, maka masyarakat akan mengadakan aksi lanjutan dan pihak kecamatan siap bertanggungjawab.

Aksi Damai – Aksi Tanpa Kekerasan
Warga keturunan Wolosina, pagi itu siap-siap menjalankan hasil pertemuan tadi malam (27/4/2011). Mereka mulai mencari knema (daun lontar) entah berwarna kuning/hijau kemudian tiap-tiap orang langsung membuat knobo kera dengan mengikat kedua ujung sesuai dengan ukuran kepala masing-masing orang. Mereka membentuk ”knobo kera” secara sederhana, yang artinya ”topi dari daun lontar.” Tujuan ”knobo kera” adalah menjadi simbol khusus/tanda khusus bagi keturunan Wolosina dalam aksi damai tersebut. Bagi keturunan Wolosina yang mengenakan ”knobo kera”, sesamanya akan mengenalnya sebagai seperjuangan dan senasib dan bahkan jika ada anarkis, sesama mereka bisa saling kenal satu sama lain.

Lebih kurang pukul 09.30, (Kamis, 28/4/2011), warga Sinar Hading berkumpul di rumah orangtua Kepala Desa Sinar Hading (rumah Bpk. Pati Goleng) dengan memakai ”knobo kera.” Setelah satu jam, setelah semua warga berkumpul, pada pukul 10.30, masyarakat Sinar Hading, orang dewasa laki-laki dan perempuan mulai long march menuju simpang tiga, tempat berkumpul semua warga Sinar Hading (dusun 1-2 dengan dusun 3-5). Long march warga diiringi dengan sebuah mobil pick up, dengan orator ulung sdr. Ferry Liwun, koordinator lapangan, sdr. Petrus Bai Hurit, dan perumus pembicaraan hasil perundiangan, sdr. Irwanto Hurit.

Dari simpang tiga, warga kemudian bergerak – berjalan maju menuju pemukiman baru, perumahan murah setelah gempa. Warga yang long march lebih kurang 1 km. Di pemukiman baru, masyarakat Kawaliwu sudah ditungguh oleh polisi sekitar 20-an orang yang menumpang mobil Dalmas Polisi Larantuka. Walaupun sudah ditunggu polisi, warga Kawaliwu tetap maju terus hingga sampai di depan Kantor Camat Lewolema. Barisan depan aksi damai, pemuda peduli masyarakat Kawaliwu yang memegang spanduk biru dengan tulisan “pulihkan Haknya Wolosina” dan beberapa spanduk lain yang mengedepankan“enam butir pernyataan sikap aksi damai” dan yang lain menyerukan pada pemerintah kecamatan bahwa “kami butuh pemerintah kecamatan yang berwibawa, yang memahami budaya adat lewolema.”

Setelah warga Kawaliwu sampai di depan Kantor Camat, pemuda peduli masyarakat Kawaliwu memperagakan/simulasi kegiatan para pegawai kecamatan setiap hari, yaitu mereka main kartu-mengisi waktu kerja, karena tidak ada pekerjaan yang pasti. Ada beberapa pegawai kecamatan melihat simulasi dari pemuda Kawaliwu lalu berkomentar begini. “woi….kok tau dari mana?” lalu ada beberapa lagi yang hanya ketawa-tersenyum lalu masuk lagi ke kantor camat.

Aksi damai di depan Kantor Camat lebih kurang empat jam, dari jam 11.30 – 15.20 witeng. Di depan kantor camat, selain diadakan simulasi kegiatan para pegawai camat yang selama ini bertentangan dengan pekerjaan pokok mereka, warga Kawaliwu juga menunggu hasil team negosiasi dari Kawaliwu dengan pihak kecamatan. Team Negosiasi dari Kawaliwu: (1). Petrus Bai Hurit (2). Linus Ledung Liwun (3). Aloysius Tupen Aran (4). Andreas Sina Ritan (5). Bernardus Bera Mukin (6) Yohanes Wato Ritan (7). Nikolaus Sira Liwun (Kepdes Sinar Hading). Ketujuh utusan ini bernegosiasi dengan camat, sekcam serta pihak keamanan untuk segera pemasangan kembali papan/pilar perbatasan wilayah Kawaliwu-Leworahang yang telah dicabut pihak kecamatan. Negosiasi para team membuahkan hasil bahwa pada hari sabtu, 30 April 2011, papan/pilar batas wilayah dipasang kembali. Mendengar penjelasan utusan Kawaliwu bahwa papan akan dipasang pada hari berikutnya, warga Kawaliwu bersikeras untuk memperjuangkan agar papan dipasang saat itu juga. Ketidaksinambungan antara team negosiasi dengan warga Kawaliwu inilah yang membuat situasi ”demo damai” semakin alot. Suasana menjadi tegang. Ketegangan ini nampak dari warga tetap berada di depan kantor camat walaupun hujan lebat. Warga tetap mempertahankan dan menuntut camat untuk segera memasang kembali papan tapal batas.

Dalam suasana genting ini, saya sendiri merasa begitu kecewa dan dalam kekecewaan itu saya mencatat dan menrefleksikan beberapa poin:
1.      Tuntutan warga atas pemasangan papan batas ditunda pada hari berikutnya (Sabtu, 30 April 2011, yang dituangkan dalam surat perjanjian). Warga menuntut untuk dipasang pada hari itu juga, 28 April 2011, dengan maksud menekan camat Lewolema karena pemasangan kembali ditunda sedangkan dicabutnya papan batas wilayah tidak diinformasikan / disampaikan kepada kedua desa terlebih dahulu (Kawaliwu - Leworahang). Camat dianggap tidak menghargai tapal batas wilayah dan tidak mengetahui sejarah Nara Eban dan Lakmau. Camat hanya mendengar dari sepihak, dari Riangkotek. Dalam hal ini camat Lewolema kurang bijak dan kurang patriotis.
2.      Pada titik-titik balik, Warga Kawaliwu bukannya mendemo camat dan para staffnya di kantor camat tetapi mendemo warganya sendiri di kantor camat yaitu utusan/team negosiasi. Mengapa? Karena dianggap tidak becus memperjuangkan aspirasi masyarakat. Bahkan di depan camat dan staffnya serta pihak keamananan Kepdes / team utusan negosiasi bersikap munafik dan pengecut terhadap para pendemo, masyarakat Kawaliwu. Mereka dianggap pembelot terhadap hasil kesepakatan bersama / tidak sesuai dengan tuntutan yang tercantum dalam enam butir pernyataan sikap. Ini merupakan satu lembaran catatan penting bagi kepemimpinan di Desa Sinar Hading. Secara managent atau pola kepemimpinan, Sinar Hading jauh sekali dari harapan publik. Kepemimpinan yang menjadi harapan / impian masyarakat, belum ada. Pemimpin yang ada, rasanya tidak jujur dan tidak tulus memperjuangkan nasib Lewo Igo Rian Sina.
3.      Perjuangan kaum muda dan orang dewasa masyarakat Kawaliwu saat itu sungguh-sungguh tulus. Mereka nekad untuk hadir di depan Kantor Camat. Mereka adalah kaum muda, laki dan perempuan, orang dewasa laki-laki dan perempuan dan bahkan anak-anak pun ikut menyaksikan aksi damai tersebut. Buktinya, siang itu matahari begitu panas dan kemudian turun hujan begitu lebat, masyarakat masih setia dan dengan niat jernih tetap berdiri di depan Kantor Camat menyerukan agar papan batas wilayah segera dipasang hari ini juga. (28/4/2011). Ketulusan dan kejernihan masyarakat dalam memperjuangkan haknya Wolosina, ternyata dilemahkan oleh pihak/team negosiasi. Maka sampai sekarang di dalam lubuk hati terdalam masyarakat Kawaliwu terdapat sebuah ”ruang kekecewaan / ruang kebohongan publik” oleh para pemimpinan sesaat, orang Kawaliwu.

Ketiga catatan ini sekaligus sebagai sebuah catatan refleksi bagi generasi Wolosina yang akan menjadi pemimpin di Sinar Hading. Pemimpin di Sinar Hading hendaknya pemimpin yang sungguh-sungguh mengetahui spirit Lewotana, yang mengetahui situasi masyarakat Kawaliwu (Koten Kelen Hurit Maran). Pemimpin yang memiliki kemampuan mendorong dan mengantar masyarakat kepada nilai-nilai universal, seperti kebenaran, kejujuran, keadilan, kepekaan dalam situasi masyarakat, dan kemartiran dalam memperjuangkan aspirasi warga.

Lebih kurang pukul 15.30, seluah masyarakat Kawaliwu perlahan-lahan membubarkan diri, tanpa dikoordinir oleh pemimpin Desa/Aksi Damai. Masyarakat bubar dengan sejuta harapan dan sejuta kekecewaan yang mengiang dalam kalbu. Memang, Sabtu, 30 April 2011, lebih kurang pukul 13.00 – 15.00, telah terjadi pemasangan kembali papan / pilat tapal batas Kawaliwu-Leworahang, yang disakskan oleh Camat dan staff, pihak keamanan, Kepdes/masyarakat Leworahang dan Kawaliwu, Riangkotek tidak hadir walaupun telah dijemput paksa oleh pihak keamanan.

Papan / pilar batas telah dipasang kembali, bukan berarti perjuangan anak Wolosina telah usai. Perjuangan masih terus dilanjutkan dalam hidup setiap hari. Satu hal yang menarik adalah perjuangan untuk memiliki seorang pemimpin yang handal dan berbobot, berbakat, dan berpeduli dengan nasib masyarakat. Siapakah pemimpin di Sinar Hading? ***

Komentar

Nomanies mengatakan…
Damailah Lewo tanahKU...

Postingan populer dari blog ini

Refleksi pribadi atas Tulisan Bambang Harsono tentang doa Singkat THS-THM

AsIPA-PIPA dan KBG-SHARING INJIL

Tinjauan Komunitas Basis Gerejawi Menurut Dokumen Resmi Gereja Katolik