Membangun Gereja Partisipatif Melalui Sharing Injil (Pemberdayaan Fasilitator Se-Bangka Belitung)
Hari Kedua, Jumat, 1
Agustus 2014
RD. Felix Atawoolo |
Pagi
Jumat, 1 Agustus 2014, di Sun Jaya Hotel terlihat sepih. Sepih bukan berarti
tidak ada aktivitas. Tetapi dalam sepih itu para fasilitator bergegas dari
kamar masing-masing menuju ruang pertemuan. Pagi itu, RD. Felix Atawollo,
Pastor Paroki Mentok, telah bersiap-siap dengan pakaian khasnya sebagai seorang
imam Tuhan. Perayaan Ekaristi pagi itu didaulatkan kepada Paroki Mentok dan
Tanjungpandan, paroki Mentok bertugas memimpin perayaan ekaristi dan paroki
Tanjungpandan ditugaskan untuk mengatur lagu, disana ada Sr. Angelina Sinaga
dan Ibu Elisabeth Erny Susanto. Misa pagi itu pun dimulai, lagu pembukaan
dikumandankan dan RD. Felix berjalan menuju meja pertemuan yang dijadikan
altar.
Pastor
Paroki Mentok, dalam kata pengantar dan kotbahnya mengulas tentang teks Kitab
Suci Injil Matius 13:54-58 tentang Yesus ditolak dari Nasaret dan bertepatan
dengan tanggal itu (1/8) Kalenderi Liturgi mencatat pesta Santo Alfonsus Maria
de Liguori. Dan Rd. Felix, mantan pastor rekan Paroki Sungailiat, 2004-2007, mengulas
sedikit tentang materi pertemuan pada hari sebelumnya. Sedikit menyentuh
riwayat hidup Santo Alfonsus, mantan pastor rekan Paroki Koba (2007-2014) ini
menandaskan bahwa Santo Alfonsus adalah seorang imam, uskup dan pujangga
Gereja. Dia telah menunjukkan teladannya hingga akhir hayatnya sebagai seorang
imam yang baik. Lalu teks Matius menggambarkan situasi Yesus ditolak oleh orang
Nasaret, karena mereka tahu Yesus itu seorang anak tukang kayu dan ibunya
seorang ibu rumah tangga biasa. Menyinggung soal ‘Gereja Bagai Pohon’, RD.
Felix memunculkan sebuah pertanyaan nakal untuk direnungkan para fasilitator
yang hadir saat itu. Bagaimana kalau KBG itu bagai sebuah pohon atau bunga
bongsai atau bunga plastik yang ada dirumah kita masing-masing. Itu artinyanya
KBG diatur sesuka hati kita. Ini yang tidak boleh terjadi. Jika sekarang masih
ada, inilah yang perlu diadakan perubahan. Karena KBG hidup dari Kitab Suci,
Yesus Kristus, Allah Tritunggal Mahakudus.
Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD |
Setelah
selesai perayaan, seluruh peserta diajak untuk sarapan dan kemudian dilanjutkan
dengan materi lanjutan Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD. Dalam pertemuan lanjutan
itu, Bapa Uskup Keuskupan Pangkalpinang tetap berpedoman pada materi sebelumnya
yaitu Gereja Bagai ‘Pohon’. Beliau menekankan bahwa sudah terlalu lama fokus
perhatian kita pada struktur per struktur dalam Gereja kita. Memang ini baik.
Tetapi lebih baik lagi, struktur perlu diperbaharui, supaya spiritualitas
pelayanan selalu dijalankan. Inilah satu hal yang mendorong Gereja kita
sehingga hasil Sinode II telah menggariskan perubahan struktur di Keuskupan
Pangkalpinang turun ke bawah ke kevikepan. Sehingga komisi-komisi di keuskupan
dulu, sekarang ditarik turun ke kevikepan, dengan begitu spiritualitas
pelayanan semakin lebih dekat di paroki dan KBG-KBG.
Perubahan
semacam ini memang beresiko, tetapi lebih beresiko lagi kalau tidak berubah.
Memang ketika KBG-KBG dikembangkan ada banyak masalah yang muncul dan dari
banyak masalah itu tentu menjadi penghalang untuk tumbuhnya KBG-KBG. Namun,
Gereja bagaimanapun selalu terus menerus berubah (ecclesia semper reformanda).
Karena lebih baik berubah daripada tidak berubah, karena akan lebih beresiko ke
depannya. Menungkapkan Mgr. Hila ini terbaca sebagai ‘suara kenabian’ bagi situasi
Gereja kita di masa depan.
Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD |
New Way of Beeing Church-Cara
Baru Hidup Menggereja
Mgr.
Hilarius lebih lanjut menunjukkan perubahan hidup itu dalam Kitab Suci. Bahwa
ternyata Yesus Kristus telah memulai hal yang baru. Yesus memulainya dengan
mengajak orang-orang disekitarnya untuk bertobat. ‘Bertobatlah, sebab Kerajaan
Allah sudah dekat’ (Mat. 4:17). Ternyata ajakkan Yesus ini mendapat tantangan
lebih besar dari lingkungan mereka, orang Yahudi. Terhadap berubahan hidup ini,
Mgr. Hila menunjukkan beberapa teks Kitab Suci yang diajarkan oleh Yesus supaya
melaksanakan perubahan dalam hidup itu: Mat.
5: 38-39; Mat. 5: 43-44; Mat. 6: 1-4;
Mat. 6: 19-21, dll. Lalu perubahan itu dilanjutkan oleh para Rasul Yesus.
Perubahan aktivitas hidup Para Rasul terlihat secara fisik ada, sebagai contoh
tempat berkumpul Gereja Perdana. Ditunjukkan para Rasul disana dengan beralih
dari sinagoga-sinagoga ke rumah masing-masing para pengikut Yesus. Inilah
muncul yang kita sebuah sebagai ‘Gereja Rumah Tangga’ (Kis. 2: 41-47; 4:32-37).
Para rasul menyadari bahwa berubah itu sangat bermanfaat untuk hidup Gereja
Perdana ke depan, sehingga lebih berkembang dan maju lagi.
Iya...benar sekali. Ternyata perubahan itu juga
dilanjutkan Rasul Paulus dengan membentuk komunitas Kristen di Antiokhia (Kis.11:26).
Perubahan ini yang membawa kekristenan dapat keluar dari lingkungan satu budaya
kepada bangsa-bangsa lain. Rasul Paulus menjadi Rasul para bangsa.
Hal lain yang ditegaskan Mgr. Hila dalam pertemuan
hari kedua, sambil mengutip buku Sri Paus Fransiskus: 'Evangelii Gaudium' adalah bahwa
gerakkan-gerakkann kecil seperti ME, CFC, dan lain-lain dalam Gereja adalah
sumber daya yang memperkaya Gereja. Karena gerakkan-gerakkan ini pun merupakan
daya Roh Kudus. Melalui perubahan dengan muncul banyak gerakkan dalam Gereja,
akan muncul mula misi Gereja. Gereja akan selalu membuka pintu bagi orang lain,
bagaikan seorang Bapa yang baik yang senantiasa menunggu anaknya yang hilang
pulang kembali ke Rumah-Nya (Luk. 15:11-32).
Setelah bersama fasilitator selama dua hari (31
Juli-1 Agustus), Mgr. Hila siang itu juga, langsung ke Batam, berdasarkan
jadwal kunjungan pastoralnya yang telah dijadwalkan selama setahun.
Gereja
Partisipatif dan Sharing Injil
Ini tema pokok yang mau digarisbawahi oleh RD. Frans
Mukin, pastor paroki Katerdral St. Yosef Pangkalpinang dan sekaligus sebagai
vikep Kevikepan Selatan, Bangka Belitung. Tema kedua setelah Mgr. Hila ini, disampaikan
oleh RD. Frans dengan empat hal dasar dalam tulisannya untuk 50-an fasilitator
se-Babel yang hadir dalam pertemuan tersebut.
RD. Frans Mukin, Vikep Kevikepan Selatan (Ba-Bel) |
Pertama, Gereja
Partisipatif. Gereja partispatif adalah Visi Gereja Keuskupan
Pangkalpinang yang disepakati melalui Sinode II Keuskupan Pangkalpinang. Untuk
membangun Gereja Partisipasi, salah satu tantangan yang muncul saat ini ialah
modernitas. Moderenitas dalam banyak hal menjadi ancaman terhadap penghayatan
iman Katolik. Gereja Partisipatif (GP) memberi gambaran mengenai semangat
kebersamaan dalam kerja sama dan persaudaraan sejati dalam cara hidup
menggereja. Gereja Partisipatif juga memberi gambaran perilaku saling membagi,
dan memberi kontribusi untuk kepentingan bersama. Perilaku saling berbagi
melahirkan rasa kebersamaan yang tinggi dan itu menjadi modal untuk mewujudkan
tugas perutusan gereja sebagaimana dikehendaki oleh Kristus sendiri. Gereja
Partisipatif yang membuka peluang kepada banyak anggota bekerja sama dan
berpartisipasi. Namun, jika modernitas yang kian kuat ini dalam bentuk seperti
kurang kebersamaan lagi dalam keluarga-makan bersama dalam keluarga, maka akan
berpengaruh pada ketidakaktif anggota dalam hidup ber-KBG dan menggereja.
Kedua, KBG (Komunitas
Basis Gerejani). Merupakan
perwujudan gereja yang kongkrit di level akar rumput, yakni di teritori-ketetanggan.
KBG yang kongkrit berpusat pada Kristus, melalui Perayaan Sakramen dan Pertemuan
Pendalaman Firman Tuhan, dan lain-lain. Melalui berbagai kegiatan ini, KBG akan
menjadi ‘bangunan’ communion, bersosok komunitas yang mengedepankan spirit
pesekutuan. KBG sebagai Wujud Gereja yang kongkrit melaksanakan misi yang
diberikan oleh Kristus.
Ketiga, Membangun
Partisipatif. Gereja Partisipatif adalah visi Gereja Keuskupan
Pangkalpinang, ia seperti Mimpi Kehidupan Menggereja yang hendak dibawa kepada
kenyataan. Partisipasi bukan sesuatu yang mudah, apalagi untuk agenda hidup
menggereja. Partisipasi dan kerjasama mengandaikan kemampuan untuk berkorban
demi kepentingan bersama, kesanggupan untuk tidak ingat diri, mengesampingkan
kepentingan diri sendiri. Mengingat perilaku partisipastif tidak mudah
dimiliki, dan harus diperjuangkan, maka memang ia harus dipelajari dan
dilatih. Belajar berpartisipasi di dalam
KBG yang kecil lebih mudah dibandingkan mempelajarinya di ruang yang luas
seperti Paroki. Mempertimbangkan betapa tidak mudah berlangkah menuju Visi
Gereja Partisipatif, maka Sinode Keuskupan mematok sebuah Misi yang harus
dilaksanakan untuk meraih Visi. Misi itu adalah Pengembangan KBG.
Keempat, Sharing Injil. KBG bukan sebuah kelompok di dalam Gereja, ia adalah Gereja itu sendiri,
meskipun di tatanan akar rumput. Sebagai gereja para anggotanya berkumpul di
dalam Nama Tuhan, menjadikan kehidupannya berpusat pada Kristus, melalui perayaan-perayaan
Sakramen dan Sabda Tuhan yang dibaca dan direfleksikan bersama. Tantangan dalam membangun partisipasi di
dunia modern membuat orang kebanyakan lebih tertarik hidup bagi dirinya
sendiri. Salah satu jalan yang ditempuh agar warga KBG sungguh dapat belajar mempraktekkan partisipasi
dalam konteks kehidupan bersama sebagai Gereja adalah pelaksanaan Sharing
Injil. Dalam AsIPA, terdapat beberapa Sharing Injil. Salah satunya ialah
Sharing Injil Tujuh Langkah. Dengan sharing injil, anggota KBG mendapatkan
inspirasi yang mendorong mereka untuk melakukan aksi nyata, partisipasi
dipraktekan atau dilaksanakan melalu aksi dan program. Metode sharing Injil Tujuh
Langkah, dikemas sedemikian rupa untuk memungkinkan para anggota berjumpa
dengan Kristus, terutama melalui ayat-ayat yang dipetik, lalu dijadikan sebagai
mutiara bagi kehidupan untuk menjadi inspirasi dan motivasi bagi pelaksanaan
aksi nyata yang direncanakan nanti. Tidak ada inspirasi yang lebih sempurna
untuk mendorong kepada pelaksanaan aksi atau agenda KBG selain Sabda Tuhan
sendiri. Sasaran Sharing Injil adalah pertemuan pribadi dengan Kristus melalui
ayat-ayat yang dipilih, yang diyakini bahwa Kristus memberi pesan kepadanya
untuk sesuatu yang harus menjadi perhatiannya, oleh sebab itu Sharing Injil
terus menerus dipelajari dengan baik.
Ekspos
Ke KBG-KBG Paroki Sungailiat
Peserta yang terdiri dari 6 orang dari 6 paroki dan
Tim SC serta peserta sebelas orang dari Paroki tuan Rumah, Paroki Sungailiat
mulai jam 16.00-21.00 diutus ke KBG-KBG. http://alfonsliwun.blogspot.com/?zx=e7f1af6bd2c123b4 Peserta dari paroki tuan rumah, akan turun ke KBG-KBGnya. Tujuan kunjung
ke KBG-KBG adalah supaya para peserta dapat berjumpa dengan anggota KBG-KBG.
Peserta membangun kebersamaan dengan KBG-KBG yang dikunjungi mereka. Dalam
kunjungan itu, peserta mengadakan Sharing Injil bersama anggota KBG-KBG.
Peserta mengalami langsung Sharing Injil dengan anggota KBG. Disinilah, mereka
saling belajar satu sama lain. Saling bertumbuh bersama sebagai satu anggota
Gereja.
Ibu Agustina Elis, fasilitator KBG St. Don Bosco Sungailiat |
Salah seorang fasilitator KBG di KBG St. Don Bosco
menceritakan bahwa memang benar, disana kami saling belajar. KBG kami belum
sempurna. Maka kami mau disempurnakan oleh peserta yang datang ke KBG kami. Siapa
tahu peserta membawa ‘angin segar’ bagi KBG kami. KBG kami dikungjuungi oleh
RD. Markus Malu, pastor paroki Regina Pacis Tanjungpandan dan Ibu Agnes Ese
Belen, fasilitator dari Paroki Koba. Sebagai fasilitator Sharing Injil dalam
pertemuan KBG itu, Agustina Elis, yang juga salah satu anggota Tim AsIPA
Paroki, terus menceritakan bahwa saling belajar itu penting sehingga ke depan
kita semakin sempurna, dan sebagai anggota KBG, akan mendorong KBG untuk lebih
maju lagi. Sehingga segala masukan dari fasilitator yang berkunjung ke KBG
kami, akan kami terima demi untuk memperbaiki pertemuan di KBG kami.
Mas Sulityo Benediktus, staaf sekretariat Paroki Bernardet |
Lain hal dengan cerita dari seorang peserta
pertemuan, Mas Sulistio Benediktus, mantan staff Majalah Berkat dan kini staff
di sekretariat Paroki Bernardeth Pangkalpinang. Mas Sulist menceritakan bahwa
di salah satu KBG yang ia kunjung, fasilitator KBG-nya mensharingkan pesan teks
Injil begitu panjang. Banyak waktu yang tersita sehingga anggota KBG lain pun
harus menunggu sharingnya. Proses Sharing Injil Tujuh Langkah, kan tidak ada
rangkuman, tetapi di KBG itu, malahan fasilitator KBG itu meminta salah seorang
anggota KBGnya untuk memberikan rangkuman. Inilah yang perlu diperhatikan,
supaya langkah demi langkah itu, dapat dijalankan dengan baik.
Akhirnya, para peserta yang pulang dari KBG-KBG,
tempat ia diutus mengalami banyak pengalaman hidup. Sebuah pengalaman yang
perlu selalu disempurnakan agar tiap-tiap orang sungguh-sungguh mengalami
Kristus yang bangkit itu. Acara hari kedua, diakhiri dengan membawa seribu satu
pengalaman dari setiap KBG dalam mimpin indah di malam hari kedua itu. Semoga
impi indah itu berdayaguna untuk feedback di KBG-KBG masing-masing di setiap
paroki nanti. Salam harmoni. ***
Komentar