Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD: Surat Gembala Paskah 2015 Keuskupan Pangkalpinang



Dibacakan dalam malam Vigili Paska
 
Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD, uskup Keuskupan Pangkalpinang


Bapak/Ibu/Saudara/Saudari
Umat Allah Keuskupan Pangkalpinang yang dikasihi Tuhan
Malam Vigili dan Kuasa Sabda Allah
Malam ini, kita mengakhiri seluruh perjalanan tobat selama masa Pra Paska, untuk memulai sebuah babak perjalanan iman yang baru dalam Kristus yang bangkit. Perjalanan iman yang baru itu, tampak dalam keseluruhan liturgi vigili Paska, bila dibandingkan dengan perayaan liturgi selama masa pra paska.
Kalau kita mengawali masa tobat dengan urapan salib abu di dahi, untuk menyadarkan kita akan identitas sebagai  insan debu tanah yang diselamatkan oleh salib; maka  malam ini, karya penyelamatan Allah kepada manusia itu, dirayakan dari luar Gereja, dan dalam suasana gelap. Dalam kegelapan itu, sebuah api baru bercahaya pada  Lilin Paska. Semua orang yang berkumpul dalam kegelapan, mengarahkan perhatiannya pada satu titik pusat, yakni lilin paska.
 Lilin Paska yang bercahaya itu kemudian mendahului kita, dan  kita semua berjalan mengikuti terang itu, memasuki Gereja yang merupakan lambang Yerusalem baru, seraya menyerukan kata-kata sukacita:”Cahaya Kristus, Syukur kepada Allah,” karena cahaya Kristus mempersatukan kita menjadi anak-anak Allah, Gereja.
Kegembiraan itu kemudian kita ungkapkan dalam Pujian Paska, karena cahaya Kristus membawa kita yang berada dalam kegelapan masuk dalam kemuliaan kebangkitan-Nya, sehingga kita pun boleh memiliki cahaya Kristus dan berada dalam semarak cahaya-Nya.
Apa yang kita ungkapkan dalam ritus pembuka vigili Paska itu, kemudian mendapatkan pemakluman dari Allah, saat Sabda Allah dikumandangkan ke tengah kita:” Jadilah Terang.” Itulah kuasa Sabda yang pertama kali keluar dari mulut Allah saat segala sesuatu belum terbentuk; saat bumi masih kosong; saat kegelapan meliputi samudera raya, ketika Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Kitab Kejadian mengisahkan bahwa ketika Allah berfirman “Jadilah Terang”, terang pun terjadi, karena Sabda Allah memiliki kuasa  yang mencipta, dari tidak ada menjadi ada; sekaligus sebuah kuasa yang mengubah, dari gelap kepada terang.
Kuasa Sabda yang mencipta dan menghidupkan itu, diwartakan oleh St. Yohanes sebagai pembuka injilnya. “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia (Yoh. 1: 3-4). Dalam ilmu Kitab Suci, gelap berarti kematian, sedangkan terang berarti kehidupan. Hal itu berarti sukacita penciptaan, yang diwartakan kembali oleh St. Yohanes ini, menegaskan bahwa  hanya dalam Allah ada hidup; sebaliknya berpisah dari Allah berarti kematian. Oleh karena itu pula, dosa sebagai peristiwa putusnya hubungan manusia dengan Allah, yang membawa penderitaan dan maut, hanya bisa diubah ke dalam hidup dan keselamatan, bila Allah sendiri yang bertindak. Dengan kata lain, tak ada satu kuasa pun yang sanggup mengubah kondisi manusia yang berada dalam gelap dan maut untuk berada dalam situasi terang dan hidup,  kecuali Allah dan hanya Allah.
Pengalaman iman itulah yang dialami dan diwartakan oleh Israel dalam ziarahnya; sebagaimana dikisahkan  dalam seluruh pewartaan Perjanjian Lama malam ini. Sebuah pewartaan yang membawa sukacita, karena Allah sendiri membawa kembali manusia dari kematian kepada hidup, dari kegelapan menuju terang, dari derita menuju kebahagiaan, dari perbudakan menuju kemerdekaan.
Kemilau Cahaya Kebangkitan sebagai Sukacita Injil
Puncak dari seluruh kuasa Sabda Allah untuk menyelamatkan manusia itu terjadi saat Kristus bangkit dari alam maut. Itulah sukacita Injil: Evangelii Gaudium. Santo Matius melukiskan pengalaman iman akan kebangkitan Kristus itu sebagai berikut: Kubur Yesus ditutup rapat dengan batu yang begitu besar, dijaga ketat oleh para penjaga kubur, sehingga jasad Tuhan Yesus Kristus yang disemayamkan di dalamnya tidak mungkin diambil, selain berada dalam kuasa maut.
Namun setelah hari Sabath lewat, ada beberapa perempuan pergi ke kubur Yesus. Mereka pergi menjelang fajar menyingsing; yaitu saat gelap sudah berangsur pergi dan cahaya matahari mulai tiba. Saat itu, gempa bumi yang dahsyat terjadi, karena malaikat Tuhan sendiri datang menggulingkan batu penutup kubur yang tak bisa diguling itu. Wajah malaikat itu berkilat, pakaiannya putih bagaikan salju, sehingga kegelapan berubah menjadi cahaya terang benderang. Dalam cahaya yang terang benderang itu, sukacita injil diwartakan kepada para perempuan: Jangan takut. Fajar telah menyingsing, Kristus sudah bangkit.
Warta jangan takut, Kristus sudah bangkit dalam kemilau cahaya surgawi ini; menjadi warta pertama para malaikat, untuk menegaskan bahwa dalam Kristus, maut sudah dikalahkan dan tidak lagi berkuasa. Dalam Kristus, kegelapan dan kematian tidak lagi menjadi warna kehidupan manusia, karena oleh kebangkitan-Nya, manusia kembali memiliki hidup; manusia kembali diselubungi cahaya. Oleh karena itu satu-satunya tugas yang harus diemban para perempuan itu adalah pergi dan wartakan  sukacita kebangkitan itu kepada para murid. Mereka disuruh pergi dan member kesaksian bahwa Yesus  tidak ada di kubur; Ia yang bangkit hanya mau dijumpai di Galilea.  
Pertanyaannya adalah mengapa Yesus tidak mau dijumpai di kubur melainkan di Galilea? Karena kubur adalah lambang kematian, penderitaan, tangisan dan kegelapan. Sebaliknya Galilea adalah tempat hidup, tempat para murid beraktifitas, tempat di mana suka duka kehidupan dirasakan dan dialami. Yesus yang bangkit memerintahkan agar di tempat seperti ini, para murid mengalami dan merasakan kehadiran-Nya; di tempat seperti ini, para murid mengalami dan merasakan kuasa kebangkitan-Nya; di tempat seperti ini, para murid memberi kesaksian tentang Dia yang bangkit; sekaligus memberi warna kehidupan dengan daya dan  semangat kebangkitan Tuhan sendiri. Itulah sukacita Injil di malam vigili ini.
Dari Pra Paska Menuju Paska
Walau demikian, sukacita injil yang kita rayakan malam ini, tidak berdiri sendiri. Sukacita itu harus merupakan ungkapan akan kelahiran baru sebagai manusia baru, dalam perjalanan tobat selama 40 hari masa pra paska.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sepanjang masa tobat, kita secara khusus merenungkan tentang situasi riil Keuskupan kita, terutama bagaimana kebutuhan ekonomi berimbas pada pemerkosaan martabat perempuan demi uang. Refleksi Sinode II Keuskupan Pangkalpinang, memberikan gambaran kepada kita bahwa situasi Keuskupan Pangkalpinang yang merupakan pusat pengembangan kawasan pertambangan dan industri sering tidak memberi nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Area Batam dan sekitarnya disinyalir menjadi pusat perdagangan manusia (Human Trafficking) (MGP, art. 98). Pengalaman ini sungguh nyata, sehingga banyak perempuan migran yang dikorbankan dan mengalami situasi  penderitaan dan traumatis, akibat dari pelecehan terhadap martabat perempuan itu.
Apa yang direfleksikan oleh Umat Keuskupan Pangkalpinang ini juga diangkat Bapa Suci Fransiskus. Dalam Seruan Apostoliknya, Bapa Suci Fransiskus mengingatkan bahwa krisis di seluruh dunia yang memberi kekuasaan kepada keuangan dan ekonomi telah berakibat pada kurangnya perhatian kepada manusia; manusia telah ditempatkan pada titik yang paling rendah, yakni sekedar menjadi kebutuhan konsumsi (bdk. Evangelii Gaudium, art. 55).
Pengalaman yang sama juga kita temukan dalam warta Sabda Allah yang dikumandangkan malam ini. Peristiwa Paska Israel dari Mesir bermula dari penjualan Yosef, oleh saudara-saudaranya,  kepada para saudagar Midian, dengan 20 syikal perak (Kej.  37: 25-28). Bahkan Paska Kristus sendiri bermula dari penjualan Yesus dengan harga 30 keping perak, oleh murid-Nya sendiri, Yudas Iskariot.
Pengalaman Kitab Suci ini memberi signal bahwa para pelaku bisnis trafficking di kawasan Keuskupan kita, kebanyakan adalah anggota keluarga sendiri, entah itu dalam arti hubungan darah, maupun dalam arti anggota Gereja-sebagai keluarga Allah, yakni kita; entah itu bersifat langsung, menjadi agen, atau melalui sikap masa bodoh terhadap situasi yang sedang terjadi.
Pengalaman Kitab Suci, yang mengisahkan tentang pelecehan martabat manusia, demi uang, yang juga merupakan pengalaman Gereja semesta dewasa ini, maupun  pengalaman konkret kita di Keuskupan Pangkalpinang; membuat kita perlu bertanya diri di malam vigili paska ini:” Bagaimana kita semua, Umat Allah Keuskupan Pangkalpinang ikut terlibat melaksanakan tugas perutusan untuk memelihara dan mengangkat martabat perempuan, sehingga mereka tidak menjadi korban dari kekuasaan ekonomi?”
Dengan kata lain, bagaimana keberpusatan kita pada Kristus yang bangkit malam ini, menguatkan kita untuk membangun komunio di antara kita supaya terlibat bermisi menanggulangi persoalan pelik yang dihadapi oleh Kristus sendiri, Gereja dan dunia?
Pembaharuan Janji Baptis dan KBG sebagai Medan  Misi
Setiap malam vigili Paska, setelah Allah memaklumkan Sabda-Nya “Jadilah Terang” dan Cahaya kebangkitan Kristus dinyatakan kepada Gereja, kita semua dengan lilin bernyala, yang diambil dari cahaya lilin paska, membangun komitmen baru untuk hidup baru melalui pembaharuan janji baptis. Pembaharuan janji baptis merupakan satu kesatuan makna dengan kebangkitan Kristus, karena dengan lilin baptis yang cahayanya mengalir dari Lilin Paska menegaskan satu komitmen iman bahwa manusia lama kita telah mati dalam kematian Kristus dan yang kini hidup adalah manusia baru yang lahir dari kebangkitan Kristus.
Kesatuan integral antara vigili Paska dengan pembaharuan janji baptis, dengan lilin paska yang bernyala ini, mmberi dua pesan penting bagi kita.
Pertama, Jadilah Terang. Maklumat Allah ini hendaknya menjadi titik tolak hidup baru bagi kita malam ini. Roh Allah yang melayang-layang di atas permukaan air, yang mengubah dari gelap kepada terang, yang membebaskan dari perbudakan dosa dan menghidupkan kaum peziarah dalam perjalanan, sebagaimana diwartakan malam ini, haruslah membawa kita masing-masing yang malam ini memperbaharui janji baptis, untuk menjadi cahaya bagi sesama kita, yang dibelenggu oleh kegelapan dan penderitaan. Percikan air ke atas kita yang memegang  lilin bernyala, yang sumbernya berasal dari Lilin Paska Kristus, harus menjadikan kita masing-masing menjadi pembawa terang bagi orang lain; bukan tanda kegelapan bagi sesama. Hal ini harus menjadi komitmen perjanjian kita malam ini,  karena banyak di antara kita, kendati telah dibaptis, namun dalam kehidupan nyata  telah menjadi saudara-saudara
Yosef, telah menjadi Yudas, telah menjadi agen-agen trafficking dalam aneka bentuk, entah berupa agen promosi, pegiat, maupun ketidakpedulian untuk bertindak, kendati mengetahui peristiwa trafficking itu sendiri. Keterlibatan kita baik langsung maupun tak langsung menghancurkan jatidiri baptisan kita sendiri, karena kita telah menjadi tanda kegelapan, tanda kematian, tanda penderitaan untuk diri sendiri dan untuk orang lain.
Oleh karena itu, kuasa Sabda :Jadilah Terang” yang dikumandangkan pada malam pembaharuan janji baptis ini hendaknya menolong orang  yang fasik meninggalkan jalannya dan orang yang jahat meninggalkan rancangannya (Bdk. Yes. 55: 1-11-Bacaan ke V), dan membawanya dari kegelapan menuju terang; dari sekedar debu tanah kepada Citra Allah (Kej.1, Bacaan I) dan membangun cara baru hidup beriman, seperti Bapa Abraham, yakni hidup yang dikuasai oleh Firman Tuhan (Kej. 22: 18, Bacaan II).
Kedua, Jadikan KBG sebagai Galilea bagi sesama untuk mengalami  Kristus yang bangkit. Maklumat malaikat kepada para perempuan “ jangan takut. Ia telah bangkit. Dia tidak ada di sini, Dia mendahului kamu ke Galilea, di sana kamu akan menjumpai Dia; yang dikumandangkan pada malam pembaharuan janji baptis, saat mengenangkan Kebangkitan Kristus ini, harus menjadi sukacita injil bagi para korban trafficking. Sebab KBG merupakan tempat hidup kita para murid Yesus. Di KBGlah kita mengalami dan menjumpai aneka warna kehidupan, kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan. Dalam situasi seperti ini, KBG jangan dijadikan  kubur bagi orang yang menderita melainkan menjadi tanda harapan, tanda sukacita, tanda kegembiraan; tanda kedamaian dan harapan bagi mereka yang mengalami duka dan kecemasan.
Pedoman Pastoral Menjadi Gereja Partisipatif menegaskan bahwa tidak mudah bagi setiap orang untuk bertindak melawan kejahatan social sendirian. Komunitas yang diberdayakan oleh Sabda Allah dapat menyebabkan pertobatan pribadi dan mendorongnya bertindak sebagai nabi untuk pembaharuan masyarakat (MGP, 217).  Sri Paus Fransiskus mengatakan:”Setiap orang yang mulai melangkah dengan berbuat baik kepada orang lain, telah mendekat pada Allah, telah ditopang dengan pertolongan-Nya, sebab cirri khas terang ilahi ialah menerangi mata kita kemanapun kita berjalan menuju kepenuhan kasih (Lumen Fide, art. 35)
Akhirnya Selamat Pesta Paska bagi anda semua. Selamat memperbaharui janji baptis. Jadilah Terang dan jadikanlah KBGmu sebagai Galilea bagi para korban.
Pangkalpinang, Minggu Pra Paska ke-4
Ego Autem Rogavi Pro Te
ttd
Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD
Uskup Pangkalpinang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi pribadi atas Tulisan Bambang Harsono tentang doa Singkat THS-THM

AsIPA-PIPA dan KBG-SHARING INJIL

Tinjauan Komunitas Basis Gerejawi Menurut Dokumen Resmi Gereja Katolik