Postingan

SUANGGI: KEPERCAYAAN PRIMITIF LAMAHOLOT YANG MEMBAWA PETAKA

Oleh: Alfons Liwun Ceritera Suanggi dari Sinar Hading Ketika masih kecil, orangtua saya dan bahkan orang-orang yang ada di sekitar saya sering menceriterakan tentang kejahatan, petaka, bahaya, kegagalan dan penderitaan akibat satu jenis makhluk misterius, namanya suanggi atau dalam bahasa Lamaholot dialek Kawaliwu, Menaka . Suanggi, dalam obrolan orang-orang yang ada disekitar saya, dilukiskan dengan sosok yang berjenggot dan berambut panjang menutupi seluruh tubuh. Sosok yang bermata merah, berkuku tangan dan kaki yang panjang serta seluruh badannya berwarna hitam. Lukisan yang demikian, punya warna khas yaitu selalu menakutkan, membuat orang merasa cemas, takut dan menderita dalam hidup. Lukisan sosok makhluk misterius tadi, bisa saja dalam bentuk gambaran yang lain. Namun, yang terpenting dalam semua bentuk lukisan masyarakat Kawaliwu, mengarah pada suatu pribadi misterius yang mengakibatkan seseorang merasa hidupnya terancam. Bahkan makhluk ini, hadir dalam setiap hidup seseora

JURNALIS KATOLIK MEMBAWA BERKAT BAGI SEMUA

Gambar
Utusan dari paroki-paroki Dekenat Bangka Belitung mengikuti latihan jurnalis bagi tabloid Berkat, tabloid milik Keuskupan Pangkalpinang. Latihan diselenggarakan kerjasama antar Komisi Sosial dan Depag Bimas Katolik Propinsi Babel. Latihan di Wisma Aksi 1 Pangkalpinang, 26-28 Agustus 2010.   Bang Gaudiensius, redaktur Media Indonesia sedang memberikan materi "Menulis Berita" kepada peserta. Peserta utusan dari Paroki Sungailiat (Sta. Maria PSR), Pangkalpinang (St. Yosep), Mentok (Sta. Maria Pelindung Para Pelaut, Belinyu (Sta. Maria Perawan Tak Bercela, Koba (St. F. Xaverius), Tanjung Pandan (St. Regina Pacis) dan beberapa komunitas kategorial.  Katrin (utusan Tanjung Pandan) sedang praktek mewawancarai Rm Stef Tomeng Pr (direktur Tabloid Berkat) Saatnya peserta rekreasi dan santai untuk mengopi. Mudah-mudahan setelah dilatih mampu membawa berkat bagi umat paroki masing-masing. Syalom. fb r

FKUB KAB. BANGKA 2010-2015

Gambar
Pertemuan Forum Komunikasi Antar Umat Beragama Kabupaten Bangka di Kantar Departemen Agama di Sungailiat (06/10/2010)   Para peserta mendengar pengarahan dari ketua FKUB lama (2004-2010). "Pengurus ada tetapi belum dioptimalkan. Ada kegiatan jika ada persoalan. Selain itu, sekretariatnya pun belum ada, masih menumpang."   Utusan dari setiap agama duduk mendengar laporan pengurus lama dan siap untuk memiliki kepengurusan FKUB Kab. Bangka yang baru. Sebelum pemilihan yang baru, setiap utusan diberi waktu untuk mencolonkan diri menjadi pengurus inti.   Utusan dari Mesjid-mesjib di Kab. Bangka duduk berdiskusi, memilih salah beberapa orang menjadi pengurus inti   Utusan dari Konfu Chu dan Budha. Utusan dari Kristen dan Katolik (Leo Agung Heriyanto dan Alfons Liwun) Utusan dari Hindu tidak hadir. Inilah wajah baru pengurus FKUB Kabupaten Bangka. Mudah-mudahan ke depan, perannya semakin nampak bagi hidup kerukunan semua umat beragama. *fbr*

FILOSOFI HUMANIORA DARI MASYARAKAT KAWALIWU

Gambar
oleh: Alfons Liwun Seorang warga Kawaliwu di pesisir pantai Kawaliwu Hantaran: Kawaliwu, sebuah desa yang dulu menjadi bagian dari Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam kebersamaannya dengan desa-desa lain dalam wilayah Kecamatan Tanjung Bunga, Kawaliwu dikenal dengan nama baru yaitu Desa Sinar Hading . Sebuah desa yang terpatri di sepanjang pantai utara - berhadapan dengan Laut Flores - 20-an kilo meter dari Kota Larantuka, Ibu Kota Kabupaten Flores Timur dan 500-an kilo meter dari Waiklibang, Ibu Kota Kecamatan Tanjung Bunga.   Kawaliwu dalam Struktur Kecamatan: Nama baru yang disandang Kawaliwu – Sinar Hading, ketika masih bergabung dengan Kecamatan Tanjung Bunga, hemat saya disebabkan oleh tiga alasan berikut ini.   Pertama, alasan geografis. Kawaliwu terletak di sepanjang sebuah teluk yang dikenal dengan nama ’Teluk Hading.” Dari nama Teluk Hading ini, ditambah satu kata ”sinar” sinonim dengan cahaya atau nur atau terang. P

OLAH ALAM SELARAS ALAM

Gambar
Senja terpatri. Mengukir panorama senja yang misterius. Alam menunjukan keindahannya, dengan bahasa yang bisu. Senja mulai berlalu, pratanda hari menjelang malam. Kicauan burung bergembira ria, menghantar senja menuju kegelapan malam. Di depan gubuk tua itu, berdiri tegak, sebatang pohon "khas Bangka". Ranting-ranting telah mulai rontok, kulit terkelupas, rumput menjalar dan alang-alang mengelilinginya. Di samping pohon yang berusia tiga tahun hanyut dilalap api, membisu-menampakan suatu misteri yang harus direfleksikan. Apa yang harus direfleksikan pada pohon itu? Velly, asal Hakok, istri Arjuno memberikan tanggapan atas pohon ini sebagai "salib yang berdiri tegak dan awan putih mengelilinginya." Suatu tanggapan rohani. Membahasakan sebagai seorang yang memiliki kerohanian yang baik. Bagi saya, pohon ini punya bahasa misteri. Apa yang misteri? Pohon pernah hidup. Hidupnya memberikan keteduhan bagi siapa saja yang pernah berteduh di bawahnya. Pohon in

CERPEN

Gambar
MENGENDUS JEJAK ANGEL YANG LARA oleh: Alfons Liwun Jarum jam dindingku terus berdetak. Sahabat-sahabat di kamar sebelahku lelap tertidur pulas karena keseharian pontang panting merajut nasib. Entah mimpi apa gerangan mereka. Namun terdengar dari kejauhan suara binatang malam yang dari tadi terus mendendangkan mazmur pujian bagi Sang Khaliknya. Oh…, begitu indahnya, tarik suara di gelap gulita, bisik hati kecilku untuk ingin terus mendengarkannya.   Aku berdiam sejenak. Meresapkan alunan musik jagat itu bersama seluruh pengalaman hidup siang tadi yang duka lara atas kepergiaan untuk selama-lamanya, Paus Yohanes Paulus II, Pemegang Takhta Petrus Gereja Katolik. Terhanyut, seakan menepis pada hulu yang sedang mendendangkan pujian itu. Dalam keheningan syaldhu, gejolak jiwa hatiku seolah bangkit menyatakan sesuatu. Kubiarkan… sekali lagi, kubiarkan mengalir terus, semakin cepat hingga bergeming pada rasa untuk meneruskan pada akal yang mampu mente

CERPEN

Gambar
SEPENGGAL KISAH BUATMU DIULTAHMU... oleh: Alfons Liwun Senja kian beranjak malam, seiring dengan jarum jam di dinding teras itu. Dentuman mesin tua di bengkel melengking, seakan sedang menanjak bukit batu dihadapannya. Beberapa insan yang bekerja di situ mulai mudik, entah kemana. Bunga-bunga di tepi teras berdangdut ria, perlahan menghantar kepergian para pemudik yang keseharian beraktivitas. Dedaunan bambu bersorak-sorak seolah-olah menjemput kehadiran Rio yang sedang keluar dari panther tumpangannya. Takkala, di sudut kiri taman itu, berdiri tegak arca beato Damian, menebarkan cinta tanpa pamrinya kepada setiap tamu entah itu pengunjung maupun hadirin pada setiap kali ada pertemuan. Dalam kebisuaannya, ia menghitung-hitung para pengunjung yang datang dan pergi dari wisma itu. “Mungkinkah Bernadett, gadis mungil berambut sebahu, yang lagi senyum imut-imutan itu berkeinginan untuk meneruskan roh beato Damian?”, geming Rio dalam benaknya. “Ah…! Tidak mungk