KESEPAKATAN BERSAMA PERTEMUAN PENINGKATAN WAWASAN UMAT KATOLIK DALAM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA REGIO SUMATERA (2)
(Palembang 16-19 Juni 2010)
Dialog kerukunan umat beragama sangat penting untuk dilakukan secara bersama guna menciptakan kehidupan yang harmonis di tengah masyarakat.
Untuk melaksanakan dialog tersebut maka sangat diperlukan wawasan dan pengetahuan umat Katolik terhadap ajaran-ajaran Gereja Katolik serta metode-metode dialog yang efektif dengan umat beragama lain.
Maka kami melaksanakan kegiatan Pertemuan Peningkatan Wawasan Umat Katolik dalam Kerukunan Umat Beragama Regio Sumatera yang dilaksanakan pada tanggal 16-19 Juni 2010 di Hotel Wisata Palembang, yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia bekerjasama dengan Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan (HAK) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Setelah menerima, mengikuti dan mendiskusikan materi-materi dari para narasumber, maka kami menyimpulkan dan menyepakati sebagai berikut:
1. Selama Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat diberlakukan memberikan Peluang untuk mendirikan gereja karena: (a). Regulasi jelas dan terukur. (b). Terbentuk dan berfungsi FKUB. (c). Ada kewajiban kepala daerah untuk memfasilitasi hingga berdirinya gereja.
2. Namun demikian masih ada hambatan-hambatan dalam mendirikan gereja-gereja antara lain: (a). Sulit mendapat persetujuan dari masyarakat sekitar. (b). Sebagian warga masyarakat belum memahami PBM secara benar. (c). Sebagian Umat Katolik kurang bergaul (ekslusif) dengan umat beragama lain. (d). Pemerintah desa/kelurahan belum sepenuhnya memahami PBM. (e). Di beberapa tempat sulit mendapat rekomendasi dari FKUB dan Kantor Kementerian agama kota/kabupaten. (f). Politisasi agama.
3. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mempermudah pendirian gereja antara lain: (a). Menjalin relasi dan komunikasi dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, masyarakat sekitar, serta pejabat terkait. (b). Pembangunan gereja yang ramah lingkungan. (c). Memberi manfaat bagi masyarakat sekitar. (d). Wakil Umat Katolik di FKUB benar-benar orang yang siap berjuang dan komunikatif.
4. Gereja lokal dalam mewujudkan Gereja yang ramah lingkungan telah melaksanakan: (a). Melibatkan masyarakat setempat dalam pelaksanaan kegiatan atau perayaan hari besar keagamaan. (b). Gereja terlibat langsung dalam kegiatan yang direncanakan, dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat setempat. (c). Kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan yang dilaksanakan bersama. (d). Dialog kehidupan dalam hidup sehari-hari. (e). Misa perdamaian setiap 1 januari dan sarasehan kerukunan umat beragama. (f). Dialog karya dengan mengembangkan bentuk usaha bersama untuk semua kalangan (misalnya Credit Union/Usaha Bersama). (g). Bantuan bencana alam dan korban kerusuhan. (h). Pelestarian lingkungan hidup melalui penghijauan.
5. Kendala yang menyebabkan Gereja lokal kurang respon terhadap kerukunan umat beragama adalah: (a). Sebagian Umat Katolik minder, memiliki kesombongan rohani karena kurang memahami ajaran Gereja Katolik. (b). Tidak semua paroki memiliki lembaga, seksi dan tenaga yang khusus menangani dialog hubungan agama dan kepercayaan (HAK). (c). Kehidupan rohani dan sosial yang kurang seimbang. (d). Sebagian warga Gereja masih bersikap tertutup (eksklusif). (e). Banyaknya pastor yang merangkap jabatan sehingga tidak punya waktu untuk bersosialisasi dengan umat dan masyarakat. (f). Gereja kurang menunjukkan jatidirinya (Ajaran dan nilai-nilai Katolik) (g). Sebagian umat Katolik kurang memahami kebiasaan yang berlaku di agama-agama lain. (h). Sebagian umat Katolik bersikap apriori terhadap umat beragama lain.
6. Rencana kerja selanjutnya yang bisa dibuat adalah: (a). Meningkatkan kualitas umat terutama orang muda Katolik melalui lokakarya, pelatihan, kursus, study. (b). Focus Group Discusion (FGD) antar umat beragama. (study pokok-pokok ajaran agama-agama) di setiap keuskupan. (c). Pengadaan dan pendistribusian dokumen-dokumen dan ajaan-ajaran gereja kepada umat (d). Revitalisasi komunitas basis insani.
7. Model dialog yang cocok dengan kultur Sumatera antara lain: (a). Dialog kehidupan (b). Dialog karya (c). Dialog budaya
4. Gereja lokal dalam mewujudkan Gereja yang ramah lingkungan telah melaksanakan: (a). Melibatkan masyarakat setempat dalam pelaksanaan kegiatan atau perayaan hari besar keagamaan. (b). Gereja terlibat langsung dalam kegiatan yang direncanakan, dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat setempat. (c). Kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan yang dilaksanakan bersama. (d). Dialog kehidupan dalam hidup sehari-hari. (e). Misa perdamaian setiap 1 januari dan sarasehan kerukunan umat beragama. (f). Dialog karya dengan mengembangkan bentuk usaha bersama untuk semua kalangan (misalnya Credit Union/Usaha Bersama). (g). Bantuan bencana alam dan korban kerusuhan. (h). Pelestarian lingkungan hidup melalui penghijauan.
5. Kendala yang menyebabkan Gereja lokal kurang respon terhadap kerukunan umat beragama adalah: (a). Sebagian Umat Katolik minder, memiliki kesombongan rohani karena kurang memahami ajaran Gereja Katolik. (b). Tidak semua paroki memiliki lembaga, seksi dan tenaga yang khusus menangani dialog hubungan agama dan kepercayaan (HAK). (c). Kehidupan rohani dan sosial yang kurang seimbang. (d). Sebagian warga Gereja masih bersikap tertutup (eksklusif). (e). Banyaknya pastor yang merangkap jabatan sehingga tidak punya waktu untuk bersosialisasi dengan umat dan masyarakat. (f). Gereja kurang menunjukkan jatidirinya (Ajaran dan nilai-nilai Katolik) (g). Sebagian umat Katolik kurang memahami kebiasaan yang berlaku di agama-agama lain. (h). Sebagian umat Katolik bersikap apriori terhadap umat beragama lain.
6. Rencana kerja selanjutnya yang bisa dibuat adalah: (a). Meningkatkan kualitas umat terutama orang muda Katolik melalui lokakarya, pelatihan, kursus, study. (b). Focus Group Discusion (FGD) antar umat beragama. (study pokok-pokok ajaran agama-agama) di setiap keuskupan. (c). Pengadaan dan pendistribusian dokumen-dokumen dan ajaan-ajaran gereja kepada umat (d). Revitalisasi komunitas basis insani.
7. Model dialog yang cocok dengan kultur Sumatera antara lain: (a). Dialog kehidupan (b). Dialog karya (c). Dialog budaya
Demikian kesepkatan kami peserta Pertemuan Peningkatan Wawasan Umat Katolik dalam Kerukunan Umat Beragama Regio Sumatera. Semoga memberikan pencerahan bagi umat Katolik dalam hidup bermasyarakat dan menggereja.
Palembang, 19 Juni 2010
Kami yang bersehati mengemban amanat Pastoral
Atas nama peserta
Pertemuan Peningkatan Wawasan Umat Katolik dalam Kerukunan Umat Beragama Regio Sumatera
Kami yang bersehati mengemban amanat Pastoral
Atas nama peserta
Pertemuan Peningkatan Wawasan Umat Katolik dalam Kerukunan Umat Beragama Regio Sumatera
Keuskupan Agung Palembang, Keuskupan Agung Medan,
Ttd. Ttd.
Drs. T. Soedadi Benyamin Sinaga, SH, M.Pd.
Drs. T. Soedadi Benyamin Sinaga, SH, M.Pd.
Keuskupan Tanjung Karang, Keuskupan Padang,
Ttd. Ttd.
Agustinus Warsi, S, Sos. Drs. H. Sumardjono, M.Pd.
Keuskupan Pangkalpinang, Mengetahui,
Ketua Panitia,
Ttd. Ttd.
Alfons Liwun Drs. FX. Rudy Andrianto, M. Pd.
Komentar