BUDAYA LOKAL KAWALIWU: " LODO ANA"


Photo / Leo Hurit (8/2011)
Bangsa Indonesia mempunyai banyak sekali budaya daerah. Hampir di setiap daerah di pelosok Nusantara ini memiliki budaya tersendiri. Budaya daerah itu kini mati suri dan bahkan telah tergusur oleh nikmatnya budaya moderen seperti materialisme, hedonisme, apatisme, dan lain-lain. Dan anak-anak muda zaman sekarang, lebih in dengan budaya moderen dan lupa akan budaya asal sendiri. Bagaikan sumur tanpa dasar, begitu bila saya mengandaikan hidup anak-anak moderen sekarang.

Masyarakat Kawaliwu di Flores Timur, sampai dengan saat ini boleh terbilang masih setia pada budaya daerahnya sendiri. Kadang-kadang, memang menjadi kesulitan dalam mewariskan budaya daerah, karena ada banyak hal yang menjadi kendala, selain sikap apatis anak-anak muda moderen yang mempunyai pola pandang tersendiri dengan budaya daerah versus budaya moderen yang lebih pada happy always ketimbang hidup perlu perjuangan.

Photo Leo Hurit (8/2011)
Kawaliwu, masyarakat Lamaholot, hampir setiap tahun mempublikasikan sebuah budaya daerah yang melibatkan banyak suku-suku didalam masyarakat itu. Budaya daerah itu dalam masyarakat Kawaliwu disebut 'Lodo ana'. Lodo berarti dikeluarkan, Ana berarti anak. Lodo anak berarti proses dikeluarkan anak yang telah 1-2 bulan dilahirkan dan yang terkurung dari ruang persalinan, ruang terkurung kepada publik. Anak yang sudah hampir 2 bulan dikurung dibawa keluar untuk diperlihatkan kepada masyarakat. Anak digendong oleh bibi (isteri opu) dan diantar oleh ibunya (ibu anak) ke sebuah halaman luas yang telah dipersiapkan oleh masyarakat. Halaman luas itu berada di rumah besar (lango bele) suku Liwun, kalau di Kawaliwu.

Photo Leo Hurit (8/2011)
Lodo Ana, merupakan sebuah budaya, mengapa? Karena upacara ini telah diturun temurunkan dari nenek moyang Kawaliwu. Selain itu, dengan upacara lodo ana, anak-anak Kawaliwu yang belum sah secara adat untuk suatu "wungu nuran" maka pada kesempatan itu anak-anak yang belum sah adat itu boleh disahkan. Anak-anak duduk berbaris/berkumpul dan ditutup dengan kewatek dan kemudian diatas kepala anak-anak tadi seseorang memecahkan buah kelapa. Fungsinya adalah agar air buah kelapa tadi menyirami kepala anak-anak, mendinginkan kepala-agar anak tumbuh dan berkembang dalam budaya Kawaliwu. Selain itu, secara sosial, anak-anak dapat bergaul dengan siapa saja dalam masyarakat itu tanpa ada rasa takut dan cemas. Karena anak-anak itu sama-sama lahir dari suatu budaya yang sama, Lamaholot.

Photo Leo Hurit (8/2011)
Budaya Lodo Ana di Kawaliwu selalu dilaksanakan pada bulan Juli atau Agustus setiap tahun. Upacara sebelum Lodo Anak adalah upacara mura hama, di elabele (di suatu halaman yang luas) di lango bele (rumah besar suku Liwun). Upacara mura bre itu dilakukan oleh tua-tua / ibu-ibu masyarakat Kawaliwu. Dalam upacara itu, tua-tua / ibu-ibu menceritakan sejarah lodo ana dan sejarah anak yang akan dilodo. Upacara ini dilakukan satu malam dan paginya orang tua masak laki rusa untuk siap disantap, sebagai upacara penutup. 

Lebih lanjut Upacara Lodo Ana, saya serahkan kepada para peneliti budaya atau agama yang berminat untuk mendalami upacara ini. Saya berharap para generasi muda Kawaliwu terlibat untuk mewariskan budaya ini. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi pribadi atas Tulisan Bambang Harsono tentang doa Singkat THS-THM

AsIPA-PIPA dan KBG-SHARING INJIL

Tinjauan Komunitas Basis Gerejawi Menurut Dokumen Resmi Gereja Katolik