BAHAN KATEKESE MASA ADVEN 2015:TAHUN KERAHIMAN ILAHI
Bahan
Bacaan Kitab Suci:
Minggu Adven I : Imamat 25: 10-18
Minggu Adven II : Lukas 4:16-21
Minggu Adven III : Lukas 15: 11-32
Minggu Adven IV : Matius 1: 18-25
Metode
Pertemuan KBG: Sharing Injil Tujuh Langkah
(Langkah
1-4 seperti biasa, langkah ke-5 diganti dengan langkah katekese, kemudian
langkah ke-6 dan ke-7 seperti biasa lagi).
Bahan
Katekese Umat Masa Adven 2015: Tahun
Yubeleum: Tahun Kerahiman Ilahi
------------------
PENGANTAR
Bapak-ibu dan
Saudara-saudari terkasih, dalam rangka menyongsong Tahun Yubileum Agung
Kerahiman Ilahi 2016, kita semua diajak dalam pertemuan komunitas / KBG di masa
adven ini untuk mempersiapkan diri kita memasuki Tahun Suci atau Tahun Yubileum
ini. Tema tahun yubileum ini adalah Kerahiman Ilahi, yang dirumuskan: MISERICORDES
SICUT PATER (Luk. 6:36), yang diindonesiakan menjadi: “Murah-hatilah
Seperti Bapa” atau “Berbelaskasih
Seperti Bapa” atau juga ”Maharahim
Seperti Bapa”. Bapak Uskup dalam Surat Gembala Tahun Yubileum Kerahiman
Ilahi, dengan judul: “Murah-hatilah
Seperti Bapa”, menghendaki agar Tahun Yubileum ini, umat Keuskupan
Pangkalpinang diharapkan untuk menjadi rasul-rasul bekaskasih Bapa dan
Kerahiman Ilahi dimanapun kita berada - dalam hidup keseharian kita.
Untuk maksud
ini, bahan pendalam iman di komunitas atau KBG selama masa adven diharapkan
dapat membantu kita sebagai persiapan memasuki Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi.
Adapun tema-tema
yang hendak kita dalami
dan sharing adalah:
1. Tahun Yubileum sebagai Tahun
Rahmat Tuhan: kita diajak untuk memahami apaitu
Yubileum, mulai dari makna alkitabiah dan praktek Gereja sepanjang sejarahnya
dalam merayakan Tahun Yubileum.
2. Tahun Yubileum sebagai Tahun
Kerahiman Ilahi: inilah tema sentral Tahun Yubileum
ini. Pertemuan II ini mengajak kita untuk memahami apa itu kerahiman dan
kerahiman Ilahi? Kerahiman itu terjadi dalam situasi apa? Kita akan memdalami
lebih lanjut dalam pertemuan II.
3. Tahun Yubileum sebagai Tahun
Indulgensi: salah satu manfaat untuk menjalani
Tahun Yubileum adalah agar orang mendapatkan indulgensi. Apakah indulgensi itu? Apa makna dan
faedanya? Bagaimana orang bisa mendapatkan indulgensi itu? Inilah yang hendak
kita dalami dan pahami dalam pertemuan III.
4. Inkarnasi Allah, wujud nyata dari
Kerahiman Ilahi: Peristiwa Allah menjadi
manusia, Sang Sabda menjadi daging merupakan wujud nyata dari Kerahiman Ilahi.
Bagaimana kita menyambut peristiwa inkarnasi ini? Apa persiapan kita menyambut
Hari Raya Natal. Itulah
yang hendak kita sharing dalam pertemuan IV.
Bapak-ibu dan
Saudara-saudari terkasih, langkah-langkah pertemuan kita, memakai metode
sharing tujuh langkah, namun pada langkah kelima kita bukanlah sharing injil,
tetapi kita mendengarkan katekese atau pengajaran iman perihal tentang tema
pertemuan. Hal ini dimaksud agar kita lebih memahami istilah-istilah dalam
khasanah iman kita yang selama ini kita tidak begitu paham makna yang
terkandung di dalamnya. Karena istilah-istilah ini merupakan anugerah rahmat
dan kerahiman Allah yang harus kita tanggapi dengan iman. Hal inilah yang akan
kita peroleh sepanjang Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi.
Bapak-ibu dan
saudara-saudari terkasih, Tema pertemuan I di awal masa adven ini
adalah: Tahun Yubileum sebagai Tahun
Rahmat. Sebelum kita memperoleh rahmat apa saja yang kita dapatkan dari
Allah Bapa yang maharahim, kita diajak terlebih dahulu untuk memahami apa itu
YUBILEUM dan TAHUN YUBILEUM. Inilah yang kita bahas dan dalami di pertemuan kita pertama ini.
=***=
MINGGU
PERTAMA ADVEN:
TAHUN
YUBELEUM SEBAGAI TAHUN RAHMAT
Bapak-ibu,
Saudara-saudari terkasih,
Paus
Fransiskus, pada tahun kedua masa pontificatnya, memaklumkan tahun 2016
sebagai Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi
bagi Gereja, yakni, mulai tanggal 8 Desember 2015, pada Hari Raya santa Perawan
Maria Dikandung Tanpa Noda, sampai tanggal 20 November 2016, Hari Raya Tuhan
Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam.
Sepanjang tahun ini disebut Tahun
Yubileum Kerahiman Ilahi, suatu Tahun Suci dan Tahun Rahmat Tuhan. Untuk
lebih mendalami apa makna Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi ini, dalam pertemuan
Adven I ini kita di ajak untuk memahami:
apa itu Tahun Yubileum atau
disebut juga Tahun Yobel? Kita mendalami dan merenungkannya dari arti
alkitabiah : dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta apa yang dipraktekan
gereja sepanjang sejarahnya.
Apa
itu Tahun Yubileum?
Dalam perikope
Kitab Imamat yang kita dengarkan dan bacakan tadi menunjukan kepada kita apa
itu Tahun Yubileum. Suatu perayaan tahun ke lima puluh (50), setelah tujuh kali
tujuh tahun sabat, yaitu tahun ke 49. Maka tahun ke-50 disebut Tahun Yubileum.
Hukum
Tahun Yubileum dalam Kitab Imamat
Kata ‘Yubileum’ berasal dari bahasa Ibrani yobel. Yobel adalah tanduk kambing yang
digunakan sebagai terompet, yang dibunyikan (ditiup) pada awal tahun suci di
Israel. Dari kitab imamat bab 25 yang kita dengarkan tadi menunjukan suatu
hukum perdata yang disimpulkan dalam dua hal, yakni : pembelian kembali
properti (rumah, dsb.) yang dulu dijual dan pembebasan para budak.
Struktur soasial bangsa Israel didasarkan pada
kepemilikan suku, klan dan keluarga. Sumber kekayaan keluarga berasal dari
harta kekayaan atau rumah yang telah ditetapkan. Maka tanah atau rumah yang
telah dijual karena berbagai alasan, harus kembali ke pemilik asli pada tahun
yobel. Para budak-belian harus dibebaskan dan memperoleh kemerdekaan.
Aturan atau hukum ini dimaksudkan untuk penyegaran
kembali tingkat hidup sosial atau strata
hidup sosial; dan jugauntuk mencegah
pemiskinan dan kemiskinan, serta mencegah kosentrasi kekayaan hanya berada di
segelintir orang kaya, yang menunjukan ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Maka dengan maksud inilah tahun yobel harus diulang
setiap 50 tanun.
Praktek pelaksaan Tahun Yubileum sebagaimana ditetapkan hukumnya di atas juga
menunjukan otoritas Allah atas alam ciptaan dan apa yang terkandung di dalamnya
dan manusia itu sendiri. Seluruh alam semesta adalah milik Tuhan, manusia dipercayakan untuk mengelola bukan
menjadi hak milik. Manusia adalah orang asing (ay. 23), para pekerja dan penggarap di tanah milik Tuhan.
Demikian juga para hamba dan budak-belian mendapat kembali kebebasan, karena
Allah mengatakan “mereka adalah hamba-Ku” (ay. 42 dan 50). Maka tiada yang
harus tetap menjadi hamba bagi orang lain, karena mereka semua adalah hamba
Allah. Tuhan Allah berhak campur tangan
untuk menegakkan ketertiban, keadilan dan kesetaraan.
Yubileum menurut nabi Yesaya
Sayangnya, aturan hukum tersebut dalam Imamat 25 ini
tidak cukup untuk memecahkan masalah ketidakadilan sosial, bahkan praktek hukum
ini kurang dan tidak diperhatikan dengan serius. Namun dalam hati setiap orang
israel tetap berharap bahwa keadilan sosial dan kebebasan dipulihkan. Para nabi
terus-menerus mendesak dan mengobarkan warta kenabian agar bangsa Israel
mengakui Allah dan bahwa Allah adalah Tuhan atas langit dan bumi dan segala
isinya serta manusia yang berdiam di atasnya, sebagaimana diamanatkan dalam
Tahun Yubileum.
Nabi Yesaya melukiskan Tahun Yubileum sebagai berikut
:
Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia
telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara,
dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada
orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari
penjara, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita,
untuk menghibur semua orang berkabung. (Yes 61:1-2)
Nabi Yesaya menegaskan bahwa tahun yubileum akan
terpenuhi dengan campur tangan Allah. Hal ini tidak akan diulang dalam setiap
50 tahun sebagai tahun Yobel, tetapi Tuhan Allah sendiri turun tangan dan
mengintervensi secara paripurna dan sangat menentukan, yang disebut “Tahun
rahmat Tuhan” (ay. 2). Selama tahun rahmat Tuhan ini tak ada hukum manusia,
yang ada adalah hukum Allah, yakni Allah sendiri yang mengembalikan orang-orang
yang berada di bawah kuk kemiskinan dan perhambaan, dan mengembalikan martabat
mereka, baik pribadi maupun sosial.
Yubileum dalam Perjanjian Baru
Perjanjian Baru tidak ada refrensi yang eksplisit dari
tahun yobel menurut Kitab Imamat 25. Namun kita menemukan kutipan langsung dari
Yesaya 61:1-2, tentang nubuat mesianik dalam Lukas 4: 16 - 22. Di Sinagoga, Yesus membaca
kutipan dari nubuat nabi Yesaya ini, dan menempatkan diri-Nya dan karya-Nya
terpenuhi pada “hari ini”. Dari teks yang dibacakan, Yesus
mengatakan bahwa Ia diutus untuk mewartakan kabar gembira kepada kaum
miskin (mereka yang menerima manfaat dari Tahun Yobel), dan untuk membebaskan
mereka yang tertindas (suatu manfaat lain yang fundamental dari Tahun Yobel).
Yesus menyatakan juga bahwa penerima anugerah rahmat Tuhan tidak hanya orang
Israel tetapi juga untuk semua orang, seluruh umat manusia. Maka para murid mendapat
tugas pewartaan kabar gembira Injil ini ke seluruh dunia (bdk. Mat. 28: 29).
Melalui Yubileum sebagaimana dalam Kitab Imamat 25,
kita lebih memahami karya Tuhan Yesus Kristus. Dalam Yesus kita memperoleh
syarat-syarat penting dari Tahun Yobel ini, yakni :
·
Pembelian kembali tanah, rumah dan harta milik, mendapat jaminan dari
Tuhan Yesus yang menjadi kekayaan rahmat yang tak terhingga bagi mereka yang
percaya (bdk. Ef. 1: 7,18 ; 3: 8, 16). Mereka mendapat ahli waris dari
pemerintahan-Nya yang mulia (bdk. Yak. 2: 5).
·
Pembebasan para budak belian dalam Tahun Yobel, menunjuk kepada karya
Kristus yang membebaskan kaum beriman dari perbudakan dosa (bdk. Gal. 5: 1), dan juga membebaskan alam ciptaan dari pengaruh
dosa (bdk. Rom. 8: 21).
Tahun Yobel yang diatur dalam Kitab Imamat 25, atau Tahun
Rahmat Tuhan yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya, digenapi dan terpenuhi pada
“hari ini” dengan kedatangan Sang Mesias. Kristus memaklumkan kedatangan Tahun
Rahmat Tuhan (bdk. Luk. 4: 19). Tuhan Yesus Kristus adalah pemenuhan, pencapaian
dan pelaksanaan Tahun Yobel. Jadi sebagai orang kristen, hendaknya kita hidup
dan menghidupi tahun yobel, dan hari ini Tuhan tidak meminta kita untuk
mengamati tahun yobel ini hanya sebagai bayangan dari ralitas dimana hidup dan
keberadaan kita.
Tahun Yubileum dalam Perjalanan Sejarah Gereja
Gereja Katolik telah memulai tradisi Tahun Kudus sejak
Paus Bonifasius VIII, yakni tahun 1300; Yubileum kedua dilaksanakan tahun 1350.
Para peziarah, selain Basilika Santo Petrus, mengunjungi juga Basilika Santo
Paulus di Luar Tembok, juga Basilika santo Yohanes Lateran. Dengan berakhirnya
skisma di Barat, tahun 1425, Paus Martinus V memaklumkan Tahun Yubileum. Saat
itu beliau memperkenalkan dua hal penting, yakni : Medali Yubileum sebagai
kenangan tahun yubileum dan Pembukaan
Pintu Suci (porta santa) di Basilika
Santo Yohanes Lateran. Sejak saat itu ada rencana dan usulan bahwa tahun
yubileum dilaksanakan 25 tahun sekali. Baru pada masa kepausan Paus Paulus II,
dalam bullanya pada tahun 1470, menetapkan bahwa Tahun Yubileum dilaksanakan
setiap 25 tahun. Hal ini dimaksud agar setiap generasi setidak-tidaknya dapat
mengalami satu Tahun Kudus. Ini disebut tahun yubileum ordinary. Pada tahun 1500, Paus Alexander VI menghendaki empat
basilika di Roma memiliki Porta Santa dan dibuka untuk para peziarah yang
berkunjung pada tahun yubileum.
Meskipun Tahun Yubileum diadakan 25 tahun sekali, tetapi
juga dirayakan secara luar-biasa atau extra ordinary.
Hal ini berkenaan dengan kesempatan atau
perayaan tertentu yang dianggap penting, maka Paus dapat memaklumkan suatu
tahun yubileum. Tahun yubileum extra ordinary
atau luar- biasa ini dimulai sejak abad XVI. Tahun Kudus Luar Biasa yang
terakhir adalah tahun 1933, dicanangkan oleh Pius XI untuk 1900 Tahun
Penebusan, dan tahun 1983, dicanangkan
oleh Yohanes Paulus II untuk 1950 tahun Penebusan (atau ulang tahun kebangkitun
Tuhan Yesus Kristus ke-1950).
Di tahun 2016 ini, Paus Fransiskus memaklumkan suatu tahun
yubileum extraordinary atau tahun yubileum luar-biasa untuk mengenangkan 50
tahun penutupan Konsili Vatikan II. Momentum ini memiliki makna khusus yakni
dorongan kepada Gereja untuk melanjutkan misi yang sudah dimulai oleh Konsili
Vatikan II. Tema untuk tahun yobel 2016 ini adalah Kerahiman Ilahi atau lebih
tepatnya: Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi (kita
akan mendalaminya di pertemuan II).
Rahmat Tahun Yubileum
Yubileum berarti saat pengampunan publik, diberikan dalam
bentuk indulgensi yang terbuka kepada semua orang, sebagai kesempatan untuk
memulihkan kembali hubungan dengan Allah dan sesama. Tahun Kudus menjadi
kesempatan untuk memperdalam iman dan hidup dengan komitmen baru terhadap
kesaksian Kristiani.
Pada hari tersebut, setiap orang Katolik dapat menerima
indulgensi penuh (tentang apa itu
indulgensi akan kita dalami dan renungkan di pertemuan III), dengan
memenuhi syarat-syarat yang biasa (syarat umum menerima Indulgensi Penuh),
yaitu:
• Menerima Sakramen Tobat
• Menerima Komuni pada Hari Minggu Kerahiman Ilahi
• Berdoa untuk intensi Bapa Suci. (berdoa 1x Bapa Kami dan
1x Salam Maria.)
Refleksi dan syaring bersama :
• Sebetulnya perayaan ‘yubileum’ atau ‘yobel’ tidak asing
bagi kita. Ada perayaan 25 tahun, yang disebut pesta perak. Ada juga perayaan
50 tahun yang disebut pesta emas, dst. yang mengungkapkan syukur, sukacita dan
kegembiraan. Ada ungkapan saling memaafkan dan mengampuni satu sama lain. Dan
yang punya pesta atau orang yang dirayakan pestanya disebut “Sang Yubilaris”.
Bagaimana kita memaknai perayaan ini? Apakah ada kaitannya dengan tahun
yubileum atau tahun yobel?
• Di Keuskupan kita Pangkalpinang, pembukaan Tahun Yubileum
Kerahiman Ilahi, pada hari Minggu, 13 Desember 2015, di Gua Maria Ratu Para
Imam - komplek keuskupan. Semua umat, khusus umat di Pulau Bangka wajib
mengikuti perayaan pembukaan ini. Tidak ada misa hari Minggu III Adven di
Paroki dan Stasi. Yuk, kita ke sana, berpartisipasi dalam perayaan pembukaan
Tahun Yubileum. Kita akan memperoleh rahmat khusus dari Allah yang maharahim,
yakni rahmat pengampunan publik atau indulgensi.
• Kesempatan untuk interaksi antar peserta, baik diskusi
dan sharing, berdasarkan katekese atau pengajaran di atas.
=***=
MINGGU
KEDUA ADVEN:
TAHUN
YUBILEUM
SEBAGAI
TAHUN KERAHIMAN ILAHI
Bapak-ibu dan
Saudara-saudari terkasih,
Dalam Sharing
Kitab Suci Metode Tujuh Langkah, pada Langkah V ini biasanya kita membagikan
pengalaman kita (sharing) tentang alasan mengapa kata atau kalimat tertentu
dari Firman Tuhan tersebut berkesan bagi kita. Namun sepanjang Masa Advent ini,
Langkah V ini kita isi dengan Kateksese tentang Kerahiman Ilahi, yang merupakan
tema sentral dalam Tahun Jubileum, yang akan dibuka secara resmi di Roma pada
tanggal 8 Desember 2015 ini dan akan berakhir pada tanggal 20 Nopember tahun
2016.
Bersama-sama,
kita akan melihat apa saja Latar Belakang Tahun Jubileum Kerahiman Ilahi ini,
dari berbagai sisi-tilik atau sudut pandang, yakni :
a. dari
sisi-tilik Alkitabiah atau Ajaran Firman Tuhan,
b. dari
Ajaran Paus atau sisi-tilik Magisterium, dan
c. dari
sisi-tilik pastoral-sakramental, yaitu Ajaran Pemimpin Gereja Lokal dalam Surat
Gembala Bapa Uskup Keuskupan Pangkalpinang.
d. Setelah
mengikuti paparan dari berbagai sisi-tilik ini, akan ada Pertanyaan Refleksi,
yang dimaksudkan untuk membant kita mendalami tema Pertemuan Advent ini lebih
jauh,-
e. Akhirnya,
kita akan membuat Rencana Aksi yang terdiri dari rencana aksi pribadi dan juga
rencana aksi bersama-sama sebagaisatu komunitas.
Penjelasan perbagian:
a) “Kerahiman Ilahi” dari sisi-tilik
Alkitabiah atau Ajaran Firman Tuhan.
Dari sisi ini, kita melihat bahwa
Kerahiman Ilahi itu tidak berdiri sendiri. Kerahiman Ilahi itu selalu terarah
kepada manusia. Kerahiman Ilahi itu ditawarkan oleh Allah kepada manusia,
khususnya ketika manusia mengalami kemalangan. Kemalangan ini berarti bahwa
manusia hidup jauh dari Allah: melawan perintah-Nya atau menutup diri terhadap
kasih dan rancangan keselamatan Allah. Karena menjauh dari Allah, maka manusia
juga menjauh dari sesamanya. Mereka hidup dalam permusuhan satu sama lain, dan
juga permusuhan dengan Allah karena dosa-dosa yang telah dilakukan manusia itu.
Kita akan melihat dua contoh
Kerahiman Ilahi, dari sekian banyak tawaran tentang Kerahiman Ilahi, yang
tersebar sepanjang halaman Alkitab dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru.
Secara khusus kita akan merenungkan Panggilan
Musa (Keluaran 3: 1-12) dan Panggilan
Yesus (Lukas 4: 16-21). Mari kita lihat bersama-sama : dari kedua teks ini,
apa saja situasi malang yang dialami oleh umat manusia? Dan apa saja wujud
‘kerahiman’ yang ditawarkan Allah sebagai jalan keluar untuk mengatasi situasi
malang tersebut?
Baiklah kita memberi kesempatan
kepada salah seorang umat untuk membacakan Teks Panggilan Musa dalam Keluaran 3:
1-12, dan kemudian seorang yang lain membacakan bagi kita teks tentang
PanggilanYesus dalam Lukas 4: 16-21.
(Setelah kedua teks dibacakan).
Sekarang mari kita lihat apa saja
situasi atau nasib malang yang menimpa manusia di dalam kedua teks Firman Tuhan
tersebut?
Kita lihat bersama Keluaran Bab 1
yang menjadi konteks untuk Panggilan Musa, khususnya Keluaran 1: 15. Bentuk
kemalangan yang ada di dalam teks ini adalah penindasan, kerja paksa, dan
bahkan pembunuhan.
Kemudian dalam Panggilan Yesus pada teks Lukas 4:
18-19. Di sini, bentuk kemalangan yang dialami manusia adalah: hidup miskin,
hidup sebagai orang tawanan, cacat fisik (buta), dan penindasan.
Terhadap situasi dan nasib malang
ini, apa yang ditawarkan oleh Allah sebagai solusinya? Pertama, sebagai solusi
atau jalan keluar dari situasi malang yang dialami oleh Umat Israel di Mesir,
Allah memanggil dan mengutus Musa, untuk membebaskan mereka. Kita bacakan
bersama Keluaran 3: 7-10. (teks
dibacakan!) Teks ini mnunjukkan bahwa Allah memperhatikan penderitaan
umat-Nya, dan bahwa Allahlah yang pertama-tama mengambil inisiatif untuk
membebaskan umat itu. Pembebasan dari kerja paksa dan penindasan inilah wujud
Kerahiman Allah terhadap umat-Nya.
Hal yang sama, berlaku juga untuk
teks Luk. 4: 16-21. Mengatasi nasib malang yang dialami manusia dalam ayat
18-19 itu, Yesus menyediakan diri sebagai pembebas, ketika Tuhan kita
memberikan penegasan atas teks itu pada ayat 21, “Pada hari ini genaplah nas
ini, sewaktu kamu mendengarnya!”
Demikian, dari sisi-tilik
Alkitabiah atau Ajaran Firman Tuhan, kita melihat bahwa Kerahiman Allah selalu
terikat-erat dengan situasi malang yang dialami manusia. Mengatasi kemalangan
manusia, Allah menghadirkan Musa dan Yesus sebagai pekerja kerahiman-Nya.
b) “Kerahiman Ilahi” dari sisi-tilik
Ajaran Magisterium atau Ajaran Para Paus.
Perayaan Tahun Jubileum Kerahiman
Ilahi ini telah ditetapkan oleh Bapa
Suci Paus Fransiskus dalam suatu seruan apostolik (=Bulla) berjudul WAJAH
KERAHIMAN (=Misericordiae Vultus). Perayaan Tahun Jubileum Kerahiman Ilahi ini
mengambil tema: “Bermurah hati seperti
Bapa”.
Dalam bahasa resmi Gereja, yaitu
Bahasa Latin, tema yang diambil dari Lukas 6: 36 itu berbunyi, “Misericordes sicut Pater”. Kata “misericordes”
merupakan gabungan dari kata “miserere”
yang berarti “kemalangan” dan kata “Cor/Cordis”
yang berarti “hati”. Ketika digabungkan, kedua kata ini menjadi “misericordes” yang mengandung makna:
“Belas-kasih yang mengalir keluar dari
hati yang penuh kasih, terutama ketika melihat aneka nasib malang yang menimpa
manusia”.
Para Paus yang memiliki Kuasa
Mengajar di dalam Gereja (=Megisterium) secara berturut-turut menegaskan kaitan
alkitabiah antara Kerahiman Ilahi dengan kemalangan manusia tersebut, dan
kaitan antara kerahiman ilahi dengan Gereja dan karya-karya Gereja.
Bapa Suci, Santo Yohanes Paulus II berbicara mengenai aneka
situasi malang yang menimpa manusia secara berkelanjutan, sebagai “budaya kematian,
(= a culture of death).” Dalam
ensiklik-nya, Dives in Misericordia, St Yohanes Paulus II menegaskan tentang
perlunya pewartaan tentang kerahiman ilahi sebagai upaya untuk menangkal bahaya
besar yang dihadapi oleh umat manusia: “Hal
ini ditentukan oleh kasih kepada manusia, kepada semua yang bersifat manusiawi
dan yang, menurut intuisi banyak orang sezaman kita, terancam oleh sebuah
bahaya besar. Misteri Kristus ... mewajibkan saya untuk mewartakan ketika kasih
Allah yang penuh kerahiman, terungkap dalam misteri Kristus yang sama. Ia juga
mewajibkan saya untuk meminta bantuan kepada kerahiman itu dan meminta-minta
kepadanya pada tahap sulit, kristis dari sejarah Gereja dan sejarah dunia. ...
Gereja mnghayati sebuah kehidupan yang otentik ketika ia meng-aku-kan dan
mewartakan kerahman, sifat yang luar biasa dari Sang Penciota dan Sang Penebus
– dan ketika ia membawa orang-orang dekat dengan sumber kerahiman Sang
Juruselamat, adalah sang wali dan sang pemberi, (Lihat : Misericodiae
Vultus artikel 11 alinea 2).” Selain itu, Paus Yohanes Paulus II juga telah
berbicara tentang Evangelium Vitae,
yang menempatkan Injil sebagai ‘pembawa kehidupan.’
Paus Fransiskus kemudian
menegaskan kembali peran Injil sebagai solusi atas situasi malang umat manusia
ini melalui ensiklik Sukacita Injil
(= Evangelii Gaudium). Selanjutnya agar supaya sukacita ini menjadi penuh, juga
bagi para pemilik kehidupan yang telah digerogoti oleh budaya kematian ini,
Paus Fransiskus menawarkan ‘kerahiman ilahi’ sebagai obat penyembuhnya, mengutip
Mazmur 103 : 3-4 (Lihat : Bulla ‘Wajah Keriman’ / ‘Misericordiae Vultus’
artikel 6 alinea 2).
Oleh karena situasi malang ini
terus-menerus menggerogoti kehidupan manusia, maka ada kebutuhan untuk
terus-menerus merenungkan misteri kerahiman ilahi ini, sebab di dalam Kerahiman
Allah ini tersedia dan tergantung keselamatan kita (Lihat : Bulla ‘Wajah
Keriman’ / ‘Misericordiae Vultus’ artikel 2).
“Dalam Tahun Suci ini”, demikian Paus Fransiskus, “kita megharapkan pengalaman membuka
hatinkitauntuk mereka yang tinggal di pinggiran terluar masyarakat : pinggiran
yang tercipta oleh masyarakat modern itu sendiri. Betapa banyak situasi yang
tidak pasti dan menyakitkan ada di sunia saat ini! Berapa banyak luka-luka yang
ditanggung oleh tubuh mereka, yang tidak memiliki suara karena jeritan mereka
teredam dan tenggelam oleh ketidak-pedulian orang kaya. Selama Jubileum ini,
Gereja akan lbih dipanggil untuk enyembuhkan luka-luka tersebut, untuk
meredakan mereka dengan minyak penghiburan, untuk membebat mereka dengan
kerahiman dan menyembuhkan mereka dengan kesetiakawanan dan kepedulian ...,
(Misecordiae Vultus artikel 15 alinea 1).”
Dengan demikian, dari sisi-tilik
Magisterium atau Ajaran Para Paus, kita melihat penegasan bahwa Tahun Jubileum
sungguh merupakan Tahun Kerahiman Ilahi, atau tahun untuk saling menyembuhkan.
Dan sarana
penyembuhan yang paling tepat dan pas untuk umat manusia dewasa ini adalah
Sakramen Tobat. Demi memberi kesempatan kepada umat manusia untuk
mengalami Kerahiman Ilahi yang
dikerjakan Yesus di dalam Gereja-Nya melalui tindakan-tindakan sakramental para
pelayan jemaat, Paus Fransiskus akan berbagi kewenangannya dengan mengangkat
para Misionaris Kerahiman, untuk menjadi Confesores (Bapa-bapa Pengakuan)
dengan tugas untuk menjembatani perjumpaan antara Allah dengan manusia
(Misericordiae Vultus artikel18).
c) “Kerahiman Ilahi” dari sisi-tilik
Pastoral-Sakramental menurut Surat Gembala Bapa Uskup Pangkalpinang.
Di sini kita akan melihat latar
belakang Tahun Jubileum sebagai Tahun Kerahiman dari sudut pandang Ajaran
Pemimpin Gereja Lokal, yakni Surat Gembala Bapa Uskup Keuskupan Pangkalpinang,
yang akan dibacakan pada Minggu, 13 Desember 2015.
Langsung pada point pertama, Bp.
Uskup Pangkalpinang menegaskan tentang karakter asli Gereja, yang terus-menerus perlu membaharui diri
(=ecclesia semper reformanda). Dikaitkan dengan Tahun Jubileum, penegasan ini
mengandung panggilan kepada para putera-puteri Gereja di Keuskupan
Pangkalpinang untuk membaharui diri, atau dengan kata lain ‘memenuhi diri dengan
Kerahiman Ilahi’ agar supaya melalui kehadiran-Nya, mereka – sebagai Gereja, -
mampu menjadi pembawa penyembuhan kepada aneka situasi malang yang melanda
masyarakat dewasa ini (Surat Gembala alinea 1). Selanjutnya, Bapa Uskup
mengajak seluruh umat di Keuskupan kita untuk melaksanakan upaya pembahauan
diri ini, dengan memohon pertolongan Bunda Maria sebagai Bunda Kerahiman (Surat
Gembala artikel 1 alinea 2-3).
Secara pastoral-sakramental, wujud
pembaharuan diri yang direkomendasikan adalah Jalan Pertobatan. Ditegaskan, bahwa ‘Pertobatan Rohani
merupakan Jalan kepada Kerahiman Allah’ (Surat Gembala artikel 2). Menegaskan
kembali artikel 17 dari Misericodiae Vultus dari Paus Fransiskus, Bp. Uskup
berpesan kepada kita tentang pentingnya menerima Sakramen Tobat, sebagai jalan
sekaligus sarana untuk mengalami KerahimanAllah.
d) Pertanyaan refleksi :
· Apakah
bapak/ibu tahu tentang kerahiman Allah?
·
Apa yang bapa/ibu rasakan ketika
melihat siuasi malang yang terjadi dalam masyarakat, misalnya sakit-penyakit
dll.-sb?
=***=
MINGGU
KETIGA ADVEN:
TAHUN
YUBELEUM SEBAGAI TAHUN INDULGENSI
Saudara-saudari
yang dikasihi Tuhan.
Pertemuan kita
pada Minggu Adven III ini dengan tema: ‘Tahun
Yubeleum Sebagai Tahun Indulgensi.’ Bacaan Injil yang akan kita baca dan
renungkan dengan metode 7 Langkah ialah Injil Lukas 15: 11-32. Kita
mempraktekkan Sharing Injil 7 Langkah, langkah 1-4, kemudian langkah ke-5 kita
mengisinya dengan katekese tentang tema pertemuan kita. Kemudian kita lanjut ke
langkah ke-6 dan ketujuh.
Dalam
pertemuan ini, yang akan kita pahami bersama ialah apa itu indulgensi,
bagaimana cara kita memperoleh indulgensi, dan bagaimana keikutsertaan kita
dalam memperoleh indulgensi ini dalam rangkaian seluruh perayaan Yubeleum
Kerahiman Ilahi nanti.
Bapak-Ibu, saudara-saudari yang terkasih.
Pada minggu adven pertama, kita sudah merenungkan Tahun Yubeleum sebagai
Tahun Rahmat Tuhan. Dan pada pertemuan kedua, kita merenungkan tema Tahun
Yubeleum sebagai Tahun Kerahiman Ilahi. Pada pertemuan adven ketiga kita
merenungkan tema Tahun Yubeleum sebagai Tahun Indulgensi. Tema minggu ketiga
adven ini, ada tiga hal pokok yang boleh kita renungkan bersama.
a)
Apa
itu Indulgensi?
Kata indulgensi berasal dari kata Latin, indulgentia yang artinya hasil.
Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1471 mengartikan indulgensi sebagai berikut: ‘penghapusan
hukuman sementara di hadapan Allah sebagai akibat dari dosa-dosa yang
kesalahannya sudah diampuni’. Sementara Kitab Hukum Katolik (KHK) 992 menyebut
indulgensi adalah penghapusan
di hadapan Allah dari hukuman-hukuman sementara untuk dosa-dosa yang
kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh oleh orang beriman kristiani yang
berdisposisi baik serta memenuhi syarat-syarat tertentu, diperoleh dengan pertolongan
Gereja yang sebagai pelayan keselamatan, secara otoritatif membebaskan dan
menerapkan harta pemulihan Kristus dan para kudus".
Dari dua pengertian tentang
indulgensi tersebut di atas, kita boleh
mencatat ada tiga hal yang mendasar: Pertama, indulgensi
adalah penghapusan hukuman sementara (temporal) di hadapan Allah sebagai akibat
dari dosa-dosa yang kesalahannya sudah diampuni. Disini Gereja bermaksud bukan
saja menolong umat beriman untuk menyilih hukuman sementara atas dosa yang
telah diampuni kesalahannya, tetapi Gereja juga mendorong kaum berimannya agar
melakukan perbuatan-perbuatan saleh, tobat, dan cinta kasih, terutama
perbuatan-perbuatan yang semakin mengembangkan iman dan kebaikan bersama.
Kedua, Indulgensi
diterima oleh umat beriman kristiani - Katolik
yang berdisposisi baik dan dengan syarat-syarat tertentu. Yang
dimaksudkan umat kristiani yang berdisposisi baik disini ialah seseorang yang
Katolik, yang dalam hubungan yang baik dengan
Gereja, dan dalam keadaan rahmat; artinya tidak dalam keadaan berdosa berat,
atau mempunyai dosa berat yang belum diakui dalam Sakramen Pengakuan Dosa.
Seseorang yang Katolik yang mau memperoleh indulgensi memenuhi syarat-syarat
tertentu, seperti memiliki kebiasaan berdoa sepanjang hidup mereka, melakukan
kebaikan dan cinta kasih kepada semua orang, dan lain-lain.
Ketiga,
indulgensi diberikan oleh Yesus sebagai wujudnyata Kerahiman Bapa di Surga
melalui Gereja yang adalah pelayan keselamatan, yang mengambil tugas Kristus
dan para Rasul-Nya (bdk. Mat.18:18; Yoh. 20:22-23).
b)
Bagaimana cara memperoleh
Indulgensi?
Indulgensi terdiri atas dua, yaitu indulgensi sebagian
(partial indulgence), kalau menghapus sebagian dari hukuman sementara,
dan indulgensi penuh (plenary indulgence) kalau membebaskan manusia dari
seluruh hukuman sementara (bdk. kan 993).
Indulgensi sebagian dapat diperoleh lebih dari satu kali sehari, kecuali
ada ketentuan lain. Indulgensi penuh yang berkaitan dengan sebuah gereja atau
"tempat ibadat / ziarah" (oratorium), perbuatan yang harus dikerjakan
adalah: mengunjungi tempat suci itu dan mengucapkan doa Bapa Kami satu kali dan
Aku Percaya satu kali.
Setiap orang beriman dapat memperoleh indulgensi,
entah sebagian atau penuh, bagi dirinya sendiri, atau menerapkannya sebagai
permohonan bai orang-orang yang telah meninggal (bdk. kan 994).
Hanya otoritas Gereja yang dapat memberikan indulgensi
dan menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan orang untuk
mendapatkan indulgensi (bdk. kan. 995).
Untuk memperoleh indulgensi penuh, harus memenuhi
persyaratan: pertama, menerima
sakramen tobat: dapat dilaksanakan beberapa hari sebelum atau sesudah
melaksanakan perbuatan yang ditentukan Gereja dengan satu Sakramen Tobat dapat
diperoleh lebih dari satu indulgensi penuh. Kedua,
menerima komuni kudus : sangat diharapkan diterima pada hari yang sama dengan
pelaksanaan perbuatan yang ditentukan Gereja. Satu komuni kudus hanya dapat
diperoleh satu indulgensi penuh. Ketiga,
mendoakan intensi Sri Paus: mendoakan satu kali ‘Bapa Kami’ dan satu kali
‘Salam Maria’, dan diberi kebebasan mengucapkan doa lain menurut kesalehan dan
devosi masing-masing sangat diharapkan diterima pada hari yang sama dengan
pelaksanaan perbuatan yang ditentukan Gereja, satu intensi Sri Paus hanya dapat
diperoleh satu indulgensi penuh. Keempat,
tidak lekat pada dosa apapun.
Yubileum berarti saat pengampunan publik, diberikan
dalam bentuk indulgensi yang terbuka kepada semua orang, sebagai kesempatan
untuk memulihkan kembali hubungan dengan Allah dan sesama. Tahun Kudus menjadi
kesempatan untuk memperdalam iman dan hidup dengan komitmen baru terhadap
kesaksian Kristiani.
c)
Kita dipanggil Bapa untuk ikutserta dalam Tahun Yubeleum
Sebagai Tahun Indulgensi
Bapak-ibu, saudara-saudari yang terkasih. Setelah kita
mengerti tentang apa itu indulgensi dan bagaimana cara kita memperoleh
indulgensi, sekarang kita diajak untuk merenungkan Sabda Yesus yang tadi kita
dengar bersama.
Dalam bacaan Injil Lukas 15:11-32, kita mendengarkan
kisah Bapa yang baik hati, yang mempunyai dua anak laki-laki (si sulung dan si
bungsu). Kedua anaknya memiliki kepribadian yang berbeda. Si sulung tinggal
bersama Bapanya sedang si bungsu pergi keluar dari rumah Bapanya-merantau.
Si sulung tinggal bersama Bapanya menggambarkan tetap
terikat dengan Bapanya. Keterikatan dengan Bapanya namun si sulung tetap berada
pada sikapnya sendiri. Ia tidak mau bertobat, ia hanya berada dalam naungan
Bapanya tetapi secara kepribadian ia tidak berkembang. Ia menutup diri dari
belaskasih Bapanya. Karena itu, si sulung pun membutuhkan pertobatan diri.
Bapanya yang baik hati, menerimanya juga dengan penuh kebaikan.
Si bungsu keluar dari rumah-pergi dari hadapan
Bapanya, efeknya merasa tidak nyaman, melarat, tidak mampu mengurus hidup yang
diberikan Bapanya, akibat paling jauh ialah jatuh dalam lumpur dosa, melarat,
dan kehilangan orientasi hidup. Dalam situasi yang mahaberat dialami si bungsu,
ia menyadari diri, mempunyai niat baik untuk kembali kepada Bapanya. Bapa yang
baik tetap pada hakekatnya, dengan penuh belaskasih, penuh kerahiman menerima
si bungsu, anaknya.
d) Pertanyaan refleksi untuk kita:
1.
Si sulung, anak yang selalu terikat dengan Bapanya,
selalu ada di dekat Bapanya setiap saat, sepanjang tahun. Namun, ia sendiri
menutup dirinya, menolak kebaikan Bapanya. Maka ia pun membutuhkan pertobatan.
Terkadang, kita seperti si sulung, keras hati dan tidak mau bertobat. Gengsi!
Tahun Jubeleum Tahun Kerahiman Ilahi, kita dipanggil untuk mengalami ke rahiman
Ilahi.
2.
Si bungsu, anak yang keluar dari
rumah Bapanya-melarat. Keluar dari rumah Bapa, dari hadapan Bapa, kehilangan
jati diri, kehilangan orientasi hidupnya. Dalam situasi itu, Bapa yang mahabaik
sangat mengharapkan kehadirannya. Bapa yang penuh belas kasih menantinya
kepulangan si bungsu. Terkadang kita pun seperti si bungsu.
=***=
MINGGU
KEEMPAT ADVEN:
INKARNASI
WUJUD NYATA KERAHIMAN ILAHI
Bapak-ibu
dan Saudara-saudari terkasih.
Pada
pertemuan Adven keempat ini berbeda dengan tiga pertemuan kita sebelumnya. Pada
pertemuan sebelumnya, kita mempersiapkan diri untuk memasuki Tahun Sulci, Tahun
Yubileum, namun pada pertemuan keempat di masa adven ini, kita diajak untuk
mempersiapkan diri kita untuk merayakan Peristiwa Inkarnasi Allah, sebagai
wujud nyata dari Kerahiman Ilahi. Dengan kata lain pertemuan kita keempat ini
mempersiapkan kita untuk merayakan Hari Raya Natal. Mari kita mempersiapkan
diri kita, menyadari kehadiran Tuhan di tengah kita, dengan doa mengundang
Tuhan.\
Pada
bagian ini kita tidak mensharingkan sentuhan sabda Tuhan tetapi kita akan
melanjutkan permenungan kita mengenai kerahiman Ilahi. Tetapi kali ini kita
akan secara khusus merenungkan bagaimana wujud nyata kerahiman ilahi yang kita
temukan dalam diri Tuhan yang menjadi manusia dalam diri Yesus.
Pada
pertemuan yang ke empat ini kita akan secara khusus merenungkan tema tentang
Natal sebagai wujud nyata kerahiman Ilahi. Bagi umat Katolik, perayaan Natal
didahului dengan persiapan masa Natal, yaitu Masa Adven yang merupakan masa
persiapan kedatangan Kristus. Bagi banyak orang, Natal dan Adven identik dengan pohon natal, kandang
natal, dan hadiah natal. Namun, lebih daripada itu, hal yang terpenting
dilakukan adalah persiapan rohani untuk menyambut Kristus. Namun sayangnya,
banyak orang kurang mengetahui alasan dan makna di balik semua persiapan rohani
yang dilakukan.
Masa Adven
Begitu pentingnya peristiwa kelahiran Yesus Sang
Putera, sehingga Gereja mempersiapkan umatnya untuk memperingatinya; dan masa
persiapan ini dikenal dengan masa Adven. Kata “adven” sendiri berasal dari kata “adventus” dari
bahasa Latin, yang artinya “kedatangan”. Masa Adven yang kita kenal saat ini
sebenarnya telah melalui perkembangan yang cukup panjang. Pada tahun 590,
sinode di Macon, Gaul, menetapkan masa pertobatan dan persiapan kedatangan
Kristus. Kita juga menemukan bukti dari homili Minggu ke-2 masa Adven dari St.
Gregorius Agung (Masa kepausan 590-604). Sampai sekarang, masa Adven ini
dimulai dari hari Minggu terdekat dengan tanggal 30 November (hari raya St.
Andreas) selama 4 minggu ke depan sampai kepada hari Natal pada tanggal 25
Desember.
Masa Adven ini berkaitan dengan permenungan akan
kedatangan Kristus. Kristus memang telah datang ke dunia, Ia akan datang
kembali di akhir zaman; namun Ia tidak pernah meninggalkan Gereja-Nya dan
selalu hadir di tengah- tengah umat-Nya. Maka dikatakan bahwa peringatan Adven
merupakan perayaan akan tiga hal: peringatan akan kedatangan Kristus yang
pertama di dunia, kehadiran-Nya di tengah Gereja, dan penantian akan kedatangan-Nya
kembali di akhir zaman. Maka kata “Adven” harus dimaknai dengan arti yang
penuh, yaitu: dulu, sekarang dan di waktu yang akan datang.
Ini adalah dasar dari pengertian tiga macam kedatangan
Kristus yang dipahami Gereja Katolik. Pemahaman ini menjiwai persiapan rohani
umat; dan hal ini tercermin dalam perayaan liturgi dalam Gereja Katolik. Sebab
di antara kedatangan-Nya yang pertama di Betlehem dan kedatangan-Nya yang kedua
di akhir zaman, Kristus tetap datang dan hadir di tengah umat-Nya. Hanya saja,
masa Adven menjadi istimewa karena secara khusus Gereja mempersiapkan diri
untuk memperingati peristiwa besar penjelmaan Tuhan, menjelang peringatan hari
kelahiran-Nya di dunia.
Pada masa Adven, umat Katolik sering melakukan ulah
kesalehan yang baik, yang berakar selama berabad-abad. Ulah kesalehan ini
bertujuan untuk membantu mempersiapkan umat dalam menyambut kedatangan Sang
Mesias. Semua ulah kesalehan ini mengingatkan umat akan Sang Mesias yang
sebelumnya telah dinubuatkan melalui perantaraan para nabi dalam Perjanjian
Lama. Ulah kesalehan ini juga mengingatkan umat Allah akan Kristus yang lahir
dari Perawan Maria dengan begitu banyak kesulitan, yang akhirnya terlahir,
namun Ia lahir di kandang, di tempat yang kurang layak.
Mari sekarang kita membahas persiapan rohani yang
terkait dengan masa Adven.
1. Persiapan spiritual
Karena
masa Adven adalah masa penantian yang harus diisi dengan pertobatan, sehingga
kita mempersiapkan diri kita untuk menyambut kedatangan Kristus, maka sudah
seharusnya umat Allah mempersiapkan diri secara spiritual. Persiapan yang
terbaik adalah dengan lebih sering menerima Sakramen Ekaristi dan juga menerima
Sakramen Tobat.
Sakramen
Ekaristi menyadarkan kita akan kasih Allah yang memberikan Putera-Nya untuk
bersatu dengan kita, yang dimulai dengan peristiwa Inkarnasi. Sakramen Tobat
menyadarkan kita bahwa kita sebenarnya tidak layak menyambut Kristus karena
dosa-dosa kita, namun Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan kita dari
belenggu dosa. Masa Adven adalah waktu yang tepat untuk terus bertekun dalam
doa-doa pribadi dan membaca Kitab Suci. Sungguh baik kalau kita dapat mengikuti
bacaan Kitab Suci mengikuti kalender Gereja, karena bacaan-bacaan telah disusun
sedemikian rupa untuk mempersiapkan kita menyambut Sang Mesias.
2. Lingkaran Adven
Lingkaran
Adven adalah satu lingkaran yang biasanya terbuat dari daun-daun segar, dengan
empat lilin. Pada awal mulanya, sebelum kekristenan berkembang di Jerman,
orang-orang telah menggunakan lingkaran daun, yang atasnya dipasang lilin untuk
memberikan pengharapan bahwa musim dingin yang gelap akan lewat.
Di abad
pertengahan, umat Kristen mengadaptasi kebiasaan ini dan memberikan makna yang
baru pada lingkaran daun ini menjadi lingkaran Adven, untuk menantikan
kedatangan Mesias, Sang Terang – matahari sejati. Dikatakan bahwa penyalaan
lilin yang bertambah minggu demi minggu sampai hari Natal merupakan permenungan
akan tahapan karya keselamatan Allah sebelum kedatangan Kristus, yang adalah
Sang Terang Dunia, yang akan menghapuskan kegelapan.
Di dalam
dokumen Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi, tidak disebutkan warna
lilin yang digunakan, sehingga umat dapat menggunakan lilin warna putih ataupun
ungu. Karena masa Adven juga menjadi masa pertobatan, maka lilin dapat
menggunakan warna ungu, yang menjadi simbol pertobatan. Kemudian di Minggu
ke-3, atau disebut minggu Gaudete atau minggu sukacita, dipasang lilin berwarna
merah muda, yang menyatakan sukacita karena masa penantiaan akan telah berjalan
setengah dan akan berakhir.
3. Antifon ‘O’
Pada
periode kedua atau periode langsung menantikan HR Natal, dari tanggal 17-23
Desember, Antifon Maria pada Offisi Vesper/ Ibadat Sore (dalam doa Brevir)
ataupun dalam Bait Pengantar Injil dalam Misa harian (dalam bahasa Latin)
merupakan antifon sapaan kepada gelar-gelar mesianis, yang diawali seruan ‘O’.
Maka ketujuh antifon ini disebut Antifon O atau Antifon Agung O. Setiap
antifon terdiri dari dua bagian; pertama diambil dari teks Kitab Suci, yakni
gelar-gelar Mesianis dari nubuat nabi Yesaya. Bagian kedua, semacam sebuah
litani, dengan seruan “Veni!
Datanglah...” yang disertai variasi permohonan dari masing-masing
antifon. Dengan demikian, masing-masing
antifon menggaris-bawahi suatu gelar bagi Mesias yang diambil dari Kitab Suci
dan yang berhubungan dengan nubuat Yesaya mengenai kedatangan Mesias.
Antifon O
menggambarkan kerinduan hati umat manusia akan kedatangan Sang Mesias. Dia,
yang merupakan Sabda Kebijaksanaan Allah (O, Sapientia), akan mengajarkan
kepada manusia jalan Allah dengan cara Sang Sabda menjadi manusia (lih. Yoh
1:1). Pemenuhan janji ini secara bertahap, dengan menggambarkan beberapa
karakter.
Kalau
sebelum-Nya Allah menyatakan hukum-hukumnya dalam dua loh batu, maka nanti Dia
akan menyatakannya lewat seorangPribadi (O Adonai). Pribadi ini akan datang
dari keturunan Daud (O Radix Jesse), yang menyatakan Inkarnasi Allah, di mana
para raja akan bertekuk lutut di hadapanNya. Dia mempunyai kekuasaan tak
terbatas, yang digambarkan sebagai kunci Daud (O Clavis David), yang akan
membuka rantai-rantai belenggu dan akan mengangkat manusia dari keterpurukan. Dia akan membawa terang (O Oriens) kepada bangsa-bangsa.
Terang ini menyinari semua orang, dan Dia akan menjadi raja segala bangsa (O
Rex Gentium). Dia akan datang kepada umat manusia dan akan tinggal menyertai
umat manusia (O Emmanuel). Itulah harapan dari umat manusia akan kedatangan
Sang Juru Selamat.
Cukup
menarik bahwa bila kita beribadat menyambut HR Natal sampai pada Antifon O
ketujuh yakni “O Emmanuel” pada tanggal 23 Desember, dan melihat kembali
seluruh antifon dengan menghitung mundur, yakni : Emmanuel – Rex – Oriens – Clavis – Radix – Adonai – Sapientia, maka huruf pertama dari antifon-antifon itu
membentuk suatu kalimat dalam bahasa Latin : ERO CRAS, yang berarti :
Esok, Aku akan datang. Tuhan Yesus, yang kedatangannya kita persiapkan
sepanjang Masa Adven dan yang kita sapa dengan ketujuh gelar Mesianis ini,
sekarang menjawab kerinduan kita, dengan mengatakan, “ERO CRAS”, ‘Besok, Aku
akan datang’. Esok di Malam Natal, Sang Mesias akan datang dan tinggal beserta
kita. Suatu sapaan dari Tuhan yang Maharahim, menanggapi permohonan dan
kerinduan umat-Nya, yang menantikan kedatangan Sang Juruselamat pada saat
Natal.
Dengan
mengikuti rangkaian ibadat menyambut peristiwa inkarnasi Allah ini, Yesus
sendiri berkata kepada kita : “Besok, di
Malam Natal, Aku akan berada di sana.” Iya, esok Sang Emanuel akan berada
di setiap gereja, terbaring di Palungan. Esok, di Hari Natal, Kanak Yesus akan
berada di setiap rumah dan keluarga, serta di setiap hati yang pantas menyambut
kedatanganNya.
Mempersiapkan Natal dengan sungguh dan menangkap arti
Natal
Adven adalah masa persiapan untuk menyambut kedatangan
Kristus, yang harus diisi dengan pertobatan, yaitu membersihkan rumah hati
kita, agar Kristus dapat lahir kembali di hati kita. Kalau kita mempersiapkan
diri dengan baik, maka kita akan mengalami Kristus yang hadir di dalam hati
kita, sehingga kita juga akan mempunyai tujuan yang sama dengan Inkarnasi Kristus,
yaitu untuk mengasihi dengan memberikan diri kepada sesama kita. Dengan kata
lain, Natal mengingatkan kita untuk dapat berbagi kasih dengan sesama. Mari,
pada masa Adven ini, kita mempersiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya. Dengan
penuh iman kita memohon: “Datanglah ya
Tuhan, lahirlah secara baru di dalam hatiku”.
Apa yang perlu kita
siapkan untuk perayaan Natal ini sebagai satu komunitas?
Komentar