KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL
Hasil Sidang Agung Gereja
Katolik Indonesia IV
Via Renata – Cimacan, 2-6
November 2015
Testimoni Beberapa Pasutri dalam SAGKI 2015 |
Pengantar
1. Sidang Agung Gereja Katolik
Indonesia (SAGKI) IV yang diadakan pada 2–6 November 2015 di Via Renata –
Cimacan mengambil tema “Keluarga Katolik: Sukacita Injil, Panggilan dan
Perutusan Keluarga dalam Gereja dan Masyarakat Indonesia yang Majemuk”.
Dengan mengangkat tema itu, Gereja
Katolik Indonesia bersehati dan seperasaan dengan Gereja Universal yang
membahas tema keluarga dalam Sinode Para Uskup (2015) kelanjutan Sinode Luar
Biasa Para Uskup (2014). SAGKI yang mendalami tema keluarga sebagai hal penting
dan mendesak ini diikuti oleh 569 peserta yang terdiri dari uskup, imam,
biarawan-biarawati, perwakilan umat dari 37 keuskupan, perwakilan keuskupan
TNI, dan kelompok kategorial.
2. Keluarga sebagai “sel pertama dan
sangat penting bagi masyarakat” (Familiaris Consortio42) dan “sekolah
kemanusiaan” (Gaudium et Spes 52) menjadi tempat pertama seseorang
belajar hidup bersama orang lain serta menerima nilai-nilai luhur dan warisan
iman. Di situlah seseorang menjadi pribadi matang yang menggemakan kemuliaan
Allah. Keluarga katolik menjadi tempat utama, dimana doa diajarkan, perjumpaan
dengan Allah yang membawa sukacita dialami, iman ditumbuhkan, dan
keutamaan-keutamaan ditanamkan.
3. SAGKI 2015 mendalami kehidupan
keluarga melalui kesaksian beberapa keluarga tentang buah-buah sukacita Injil
dalam keluarga dan tantangan keluarga ketika memperjuangkan sukacita Injil
serta melalui paparan tentang membangun wajahecclesia domestica di
Indonesia. Pengalaman tersebut diteguhkan oleh para ahli, didiskusikan dalam 17
kelompok dari segi spiritual, relasional, dan sosial, dipresentasikan dalam
pleno, dan akhirnya dipersembahkan dengan penuh syukur dalam Perayaan Ekaristi.
4. Selama SAGKI 2015, dialami rasa
syukur dan gembira serta rasa haru dan air mata saat mendengarkan dan
menyaksikan sukacita dan pengalaman jatuh-bangun keluarga-keluarga katolik
dalam memperjuangkan kekudusan perkawinan dan keutuhan keluarga.
Buah-buah
Sukacita Injil dalam Keluarga
5. Dengan penuh iman, Gereja mensyukuri
perkawinan katolik sebagai sakramen, yaitu tanda kehadiran Allah Tritunggal
dalam hidup berkeluarga. Perjumpaan dengan Kristus membawa sukacita Injil (bdk.Evangelii
Gaudium1). Pasangan suami-istri percaya bahwa Allah menghendaki,
memberkati, dan mencintai keluarganya. Keyakinan ini meneguhkan suami-istri
untuk setia dalam untung dan malang serta menambah sukacita dalam keluarga baik
secara spiritual, relasional, maupun sosial.
6. Bercermin dari hidup Keluarga Kudus
Nazaret, keluarga katolik dihayati sebagai ladang sukacita Injil yang paling
subur, tempat Allah menabur, menyemai, dan mengembangkan benih-benih sukacita
Injil. Di dalam keluarga, suami-istri dan anak-anak saling mengasihi,
membutuhkan, dan melengkapi. Kesabaran, pengertian, dan kebersamaan saat makan,
doa, dan pergi ke gereja adalah wujud nyata kasih sayang tersebut. Kasih yang
dibagikan tidak pernah habis, tetapi justru meningkatkan sukacita dalam keluarga.
Oleh karena itu, ketika para anggota keluarga terpaksa terpisah dari pasangan
atau dari anak-anak karena alasan pekerjaan atau sekolah, mereka berusaha
mencari cara bagaimana kasih satu sama lain tetap dapat terjalin dan keutuhan
keluarga dapat diwujudkan.
7. Sukacita keluarga dialami secara
spiritual dalam hubungan dengan Allah melalui kegiatan rohani sehingga
kerinduan akan Sabda Allah tumbuh, iman makin tangguh, kepasrahan meningkat,
dan pengalaman dicintai Allah dirasakan. Sukacita keluarga dialami secara
relasional saat menjalin perjumpaan dan kebersamaan hidup yang bermutu,
mempererat relasi kasih, saling memaafkan, menunjukkan sikap tenggang-rasa dan
keberanian berkorban, serta sadar akan tanggungjawab pada generasi selanjutnya.
Sukacita keluarga dialami secara sosial melalui kepedulian terhadap orang lain,
pelayanan tulus terhadap sesama, pekerjaan sesuai panggilan, dan keteladanan
hidup. Sukacita makin sempurna saat keluarga disapa dan diteguhkan oleh Gereja
dalam pelayanannya.
8. Sukacita yang dinikmati di dalam
keluarga juga menjadi kekuatan untuk mengasihi Allah dan sesama melalui
pelayanan di Gereja dan masyarakat tanpa memperhitungkan perbedaan suku, agama,
ras, dan antargolongan serta kepentingan material. Keyakinan ini diteruskan
kepada anak-anak lewat pendidikan iman yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan agar mereka mencintai Allah dan sesama.
Tantangan
Keluarga dalam Memperjuangkan Sukacita Injil
9. Sukacita dialami oleh keluarga yang
mewujudkan rencana Allah atas perkawinan dan keluarganya. Sebagian keluarga
membutuhkan perjuangan lebih karena menghadapi aneka tantangan dan kelemahan. Tantangan
itu antara lain: kesulitan ekonomi, situasi sosial, budaya, agama dan
kepercayaan yang tidak selaras dengan nilai-nilai perkawinan katolik seperti
poligami, mahalnya mas kawin, dan kuatnya tuntutan pernikahan adat, hidup
sebagai keluarga migran atau rantau, perkembangan media informasi yang
menggantikan perjumpaan pribadi, dan pemujaan kebebasan serta kenikmatan
pribadi. Kelemahan itu antara lain: kekurang-dewasaan pribadi dan kepicikan
wawasan, penyakit dan meninggalnya pasangan, keterbatasan kemampuan orang tua
untuk mengikuti perkembangan dan pendidikan anak-anak, ketidak-tahuan tentang
makna dan tujuan perkawinan katolik, kesulitan dan ketidakmampuan untuk hidup
bersama karena perbedaan agama dan budaya, hidup dalam perkawinan tidak sah,
ketidak-setiaan dalam perkawinan, hadirnya orang ketiga (idaman lain atau
keluarga besar pasangan), dan perpisahan yang tak terelakkan. Tantangan dan kelemahan
ini menyebabkan perasaan terbeban, bingung, sedih, sepi, dan bahkan putus-asa
bagi anggota keluarga. Tantangan dan kelemahan itu bisa membawa keluarga pada
krisis iman yang merintangi, membatasi, dan bahkan menghalangi keluarga untuk
setia kepada iman katolik dan untuk menghidupi nilai-nilai luhur perkawinan.
10. Di tengah pergumulan memperjuangkan
sukacita Injil, keluarga mesti datang penuh kerendahan-hati untuk dikuduskan
oleh Allah yang berbelas-kasih yang melampaui kelemahan dan kedosaan manusia.
Pembelaan Allah yang begitu besar ini merupakan sukacita yang patut disadari
dan disyukuri. Kekudusan keluarga merupakan rahmat sekaligus tugas bagi
keluarga untuk dipertahankan. Oleh karenanya, keluarga diundang untuk bersikap
dewasa, bertindak bijaksana, dan tetap beriman dengan tidak menyalahkan
situasi, tetapi setia mencari kehendak Allah melalui doa dan Sabda Allah,
mengutamakan pengampunan dan peneguhan di antara anggota keluarga, serta pergi
menjumpai pribadi atau komunitas beriman yang mampu membangkitkan harapan. Keluarga
yang mengandalkan Allah percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkannya.
Selalu ada jalan keluar. Tantangan adalah kesempatan untuk bertumbuh dalam
kepribadian serta iman, harapan, dan kasih. Tantangan tidak harus menyuramkan
nilai-nilai perkawinan dan hidup berkeluarga. Melalui tantangan itu, Allah
mengerjakan karya keselamatanNya di dalam dan melalui keluarga.
11. Gereja terpanggil untuk bersama-sama
mencari, menyapa, mendengarkan dan bersehati dengan keluarga yang sedang menghadapi
tantangan, termasuk mereka yang tidak sanggup mempertahankan nilai-nilai hidup
perkawinan dan keluarga. Di sinilah Gereja hadir untuk menampilkan wajah Allah
yang murah hati dan berbelas kasih, terutama bagi keluarga yang berada dalam
situasi sulit. Dalam kemurahan dan belas kasih Allah, keluarga-keluarga tidak
akan mengalami kebuntuan dalam perjalanannya meraih kebahagiaan.
Gerak
Bersama: Membangun Ecclesia Domestica di Indonesia
12. “Keluarga merupakan buah dan
sekaligus tanda kesuburan adikodrati Gereja serta memiliki ikatan mendalam,
sehingga keluarga disebut sebagai Gereja Rumah-Tangga (ecclesia domestica).
Sebutan ini sudah pasti memperlihatkan eratnya pertalian antara Gereja dan
keluarga, tetapi juga menegaskan fungsi keluarga sebagai bentuk terkecil dari
Gereja. Dengan caranya yang khas keluarga ikut mengambil bagian dalam tugas
perutusan Gereja, yaitu karya keselamatan Allah” (Pedoman Pastoral Keluarga
KWI 2010, No 6). Sebagai Gereja Rumah-Tangga, keluarga menjadi pusat iman,
pewartaan iman, pembinaan kebajikan, dan kasih kristiani dengan mengikuti cara
hidup Gereja Perdana (Kis 2: 41-47; 4: 32-37). Gereja Rumah-Tangga mengambil
bagian dalam tiga fungsi imamat umum Yesus Kristus, yaitu guru untuk mengajar,
imam untuk menguduskan, dan gembala untuk memimpin. Gereja Rumah-Tangga di
Indonesia dibangun berdasarkan nilai-nilai kristiani yang diwujudkan dalam
masyarakat yang majemuk.
13. Dalam reksa pastoral keluarga,
Gereja mesti berangkat dari keprihatinan dan tantangan keluarga zaman ini yang semuanya
membutuhkan kerahiman Allah. Gereja dipanggil untuk menunjukkan wajah Allah
yang murah hati dan berbelas kasih melalui pelayanan, terutama kepada mereka
yang paling lemah, rapuh, terluka, dan menderita. Kerahiman Allah tidak pernah
bertentangan dengan keadilan dan kebenaran, tetapi bergerak melampauinya karena
“Allah adalah kasih” (1Yoh 4: 8).
14. Demi menggiatkan pastoral keluarga
yang berbelas kasih dan penuh kerahiman, Gereja dipanggil melakukan pertobatan
pastoral secara menyeluruh. Pertobatan dimulai dari pelayan-pelayan pastoral
yang berkarya dalam pelbagai lembaga pelayanan. Dengan demikian, pastoral
keluarga dapat menanggapi persoalan keluarga secara tepat. Untuk itu:
a. Pedoman Pastoral Keluarga KWI yang
diterbitkan tahun 2010 harus diperhatikan dan dilaksanakan;
b. Reksa pastoral keluarga terpadu dan
berjenjang mulai dari persiapan perkawinan sampai pada pendampingan keluarga
pasca nikah, termasuk pertolongan pada keluarga dalam situasi khusus harus dibentuk
dan dihidupkan kembali;
c. Katekese keluarga harus
dikembangkan;
d. Kebijakan dan koordinasi perangkat
pastoral keluarga baik di tingkat KWI, regio, keuskupan, maupun paroki harus ditegaskan
dan disosialisasikan;
e. Keuskupan-keuskupan se-Indonesia
harus bekerjasama dan solider dalam sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta keuangan;
f. Pelayanan perangkat pastoral seperti
Komisi Keluarga dan Tribunal Gerejawi harus mendapat perhatian dan
diberdayakan;
g. Lembaga dan pelayan pastoral
keluarga, termasuk kelompok-kelompok kategorial dan pemerhati keluarga serta para
ahli harus diikutsertakan;
h. Komunitas basis keluarga dan
institusi pendidikan katolik harus dilibatkan;
i. Ekonomi keluarga harus ditingkatkan
melalui lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan;
j. Data-data yang berkaitan dengan
kepentingan pastoral keluarga harus dimanfaatkan;
k. Lembaga Hidup Bakti harus
diikut-sertakan dalam pastoral keluarga dengan tetap menghormati kekhasan
karismanya.
Dalam gerak bersama tersebut, kita
perlu juga terbuka untuk bekerja-sama dengan lembaga swadaya masyarakat, lembaga
adat, lembaga keagamaan, dan bahkan pemerintah.
15. Keluarga katolik dipanggil untuk
mewartakan sukacita Injil dengan kesaksian hidupnya dan kepeduliannya kepada
keluarga-keluarga lain. Dengan demikian, keluarga sungguh menjadi Gereja
Rumah-Tangga yang tidak terkungkung dalam dirinya sendiri, tetapi menjalankan
tugas perutusannya dalam memajukan Gereja dan menyejahterakan masyarakat (bdk.Familiaris
Consortio 42).
Penutup
16. Kekayaan pengalaman dan aneka
diskusi selama SAGKI 2015 tak mungkin dirangkum seluruhnya dalam rumusan hasil
Sidang ini. Namun, kesaksian keluarga, diskusi kelompok, peneguhan dari ahli,
kebersamaan, dinamika kerja panitia, dan kreasi bersama tim animasi dalam SAGKI
tetap akan terdokumentasikan dalam bentuk buku, video, dan foto. Kita semua
yakin bahwa para peserta SAGKI IV inilah yang sepantasnya berperan sebagai
“dokumen” dan saksi hidup yang kaya akan pengalaman sukacita Injil dalam
keluarga.
17. Pada akhir Sidang Agung Gereja
Katolik Indonesia ini, marilah kita semakin percaya bahwa Allah menjumpai para
anggotanya untuk membimbingnya menuju kesempurnaan kasih dan kepenuhan hidup
kristiani. Kita bersyukur kepada Allah karena keluarga katolik mengalami
sukacita baik dalam kesetiaan perkawinannya maupun dalam perjuangan menghadapi
tantangan. Kita percaya bahwa Roh Kudus menyertai keluarga memelihara dan
merawat kesuciannya. Kita turut prihatin bersama keluarga yang berada dalam
situasi sulit. Semoga Gereja sebagai sumber air hidup dapat menjadi Guru
bijaksana dan Ibu pemberi harapan bagi keluarga.
Keluarga
Kudus Nazaret, doakanlah kami untuk mewujudkan keluarga katolik yang
memancarkan sukacita Injil.
Peserta SAGKI 2015
Via Renata Cimacan Jabar
Komentar