RUMUSAN HASIL AKHIR DAN REKOMENDASI PERTEMUAN ANIMATOR DAN ANIMATRIS KBG
KBG: Cara Baru Hidup Menggereja Abad 21
Dengan
Semangat Konsili Vatikan II, Kita Mengungkapkan
dan
Mewujudkan Iman Melalui Komunitas Basis
Komisi Kateketik KWI mengadakan pertemuan animator dan animatris Komunitas
Basis Gerejawi (KBG) di Wisma Kare – Makasar selama empat hari,
Senin – Kamis, 20-23 Mei 2013. Pertemuan
ini diikuti oleh 42 peserta dari 15 Keuskupan di Indonesia, yaitu Keuskupan
Agung Makasar, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan
Agung Ende, Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Pangkalpinang, Keuskupan
Tanjung Karang, Keuskupan Bandung, Keuskupan Purwokerto, Keuskupan Denpasar,
Keuskupan Banjarmasin, Keuskupan Tanjung Selor, Keuskupan Manado, Keuskupan
Larantuka, Keuskupan Jayapura. Para peserta dari 15 Keuskupan ini diundang
untuk merefleksikan bagaimana KBG dihidupi.
A. LATAR
BELAKANG PERTEMUAN
Tahun ini, Gereja Katolik
mencanangkan Tahun Iman
untuk memperingati 50 tahun Konsili Vatikan II. Salah satu buah
pemikiran dari Konsili Vatikan II adalah Gereja
sebagai Umat
Allah. Untuk melihat Gereja sebagai Umat
Allah, kita melihatnya secara konkrit dalam pertemuan-pertemuan di mana jemaat berkumpul
dalam komunitas
basis. Namun
tidak semua pertemuan kelompok kecil adalah yang dicita-citakan sebagai KBG.
Yohanes Paulus II mengatakan
bahwa KBG adalah cara hidup menggereja abad 21 yang didasarkan cara hidup Jemaat Perdana. Cara hidup gereja perdana
adalah cara hidup menggereja yang otentik. Maka, KBG bukanlah organisasi namun
suatu cara hidup menggereja. Tentang sebutannya, bisa bermacam-macam. Intinya,
yang disebut KBG adalah kelompok kecil, umat
di tingkat akar rumput yang berupaya menghidupi cara hidup sebagaimana
ditunjukkan oleh cara hidup Jemaat
Perdana. Itulah yang kami
gumuli dalam pertemuan ini. Dari proses tersebut, kami diharapkan semakin memahami
KBG sebagai cara hidup menggereja.
Komunitas Basis di tingkat ASIA
lahir dalam pertemuan FABC di Bandung pada tahun 1990-an dengan istilah communion of communities. FABC membentuk suatu
desk untuk mengembangkan komunitas
basis. Desk ini dinamakan AsIPA (Asian
Integral Pastoral Approach). Karena di tingkat ASIA saja ada koordinasi,
maka di tingkat nasional pun kita perlu membentuk semacam ‘kepengurusan’ yang
mengelola dan mengembangkan gerakan KBG.
SAGKI 2000 mengamanatkan
pengembangan Komunitas Basis Gerejawi sebagai cara hidup menggereja menuju
Indonesia baru. Karena itu, dibentuklah Lembaga Pelayanan Komunitas Basis
(LPKB). Namun pada tahun 2005, LPKB dibubarkan dan kemudian pengelolaan KBG
menjadi salah satu desk dari Komisi Kateketik KWI. Sejak itu, pengembangan KBG
secara nasional tidak terkoordinasikan dengan baik. Disadari bahwa setelah 12
tahun berjalan, ternyata perkembangan sangat beragam dan cenderung stagnan.
Berdasarkan keprihatinan tersebut, Komisi Kateketik KWI mengundang para
animator dan animatris KBG dari 15 Keuskupan untuk berproses dalam sharing,
refleksi, dan
penyegaran kembali tentang KBG.
B. TUJUAN
PERTEMUAN
1.
Penyegaran
kembali para animator dan animatris KBG dari 15 Keuskupan dalam proses sharing
dan refleksi untuk menemukan hal-hal pokok yang bisa ditimba untuk
mengembangkan KBG.
2. Membangun
koordinasi dan komitmen untuk menghidupkan kembali KBG sebagai cara hidup
menggereja dengan berpedoman pada cara hidup Jemaat Perdana.
C. PROSES
PERTEMUAN
Pertemuan
diawali dengan perayaan
ekaristi
yang dipimpin oleh Mgr. John Liku Ada’ (Ketua Komisi Kateketik KWI) didampingi
Rm. FX. Adisusanto,
SJ (mewakili
Sekretaris Eksekutif Komkat KWI) dan Rm. Sani Saliwardaya, MSC (Ketua Komkat Keuskupan
Agung Makasar).
Mengawali
keseluruhan proses sharing dan refleksi, Ibu Affra Siowarjaya dan Rm. Lucius
Poya, Pr menjelaskan alat yang simpel namun terbukti berhasil membangun KBG.
Alat itu berupa metode yang dikembangkan oleh AsIPA, yaitu Sharing Injil 7
langkah. Sharing injil 7 langkah menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan 3
bintang dalam KBG: persaudaraan mendalam, berpusat pada diri Yesus dalam Sabda-Nya, dan melaksanakan aksi
bersama dalam kehidupan sehari-hari. Maka, aksi yang dibuat oleh KBG sungguh
berhubungan dengan inspirasi dari Sabda
Allah sendiri.
Proses
hari kedua diawali dengan Sharing
Injil 7 Langkah
dalam kelompok-kelompok kecil dengan mengambil bacaan dari Markus 9:30-37. Kemudian
kami melanjutkannya dengan perayaan
ekaristi.
Sesi pertama hari ini diawali dengan ibadat singkat penghormatan Kitab Suci.
Lalu kami dibagi dalam enam kelompok untuk mensharingkan pengalaman menghidupi
dan mengembangkan KBG di masing-masing keuskupan.
Hasil dari sharing itu kami bawa dalam pertemuan pleno. Dari hasil pertemuan
pleno, ditemukan hal-hal pokok pemahaman dan penghayatan ber-KBG. Sore harinya,
kami diajak untuk mendalami bersama dalam kelompok besar modul AsIPA model B/1
tentang “Jemaat Kristen Basis adalah Sebuah Rumah Tangga dan Keluarga bagi
Siapa pun juga”. Kemudian dalam kelompok kecil, kami diajak mendalami modul AsIPA
model B/2 tentang “Komunitas Basis Gerejawi Merupakan Suatu Perwujudan Konkrit
Gereja”.
Malam
harinya, Rm. Lucius Poya, Pr menyampaikan sharing pergulatannya merintis dan mengembangkan
KBG di paroki
tempat tugasnya. Beliau adalah seorang Imam Diosesan Keuskupan Pangkalpinang yang sekarang
bertugas di Paroki Tembesi, pulau Batam, dan menjadi Pastor Vikep Kevikepan
Kepulauan Riau. Dalam merintis dan mengembangkan KBG di tengah situasi umat parokinya yang
kebanyakan merupakan kaum buruh dan berpendidikan rendah, beliau menemukan nilai-nilai
pelayanan imamatnya, makna kepemimpinan partisipatif dan juga semangat Gaudium
et Spes dari Konsili Vatikan II. Kemudian, Rm.
Purwatma, Pr memberikan refleksi teologis tentang KBG berdasarkan
dokumen-dokumen FABC dan Ecclesia in Asia (EA).
Menurut Rm. Purwatma, Pr, KBG sebagai cara baru hidup menggereja dimaksudkan
agar Gereja lebih mampu menghadirkan Kerajaan Allah di tengah dunia. Maka
indikator yang ditunjukkan FABC maupun EA perlu dipertimbangkan secara serius
dalam pengembangan KBG. KBG berpusat
pada iman. KBG harus
menjadi persekutuan yang berdialog dan bekerjasama dengan semua orang, bahkan
persekutuan yang menjadi ragi yang merubah masyarakat dari dalam.
Proses
hari ketiga diawali dengan perayaan ekaristi yang digabungkan dengan Sharing Injil 7 Langkah. Kemudian kami
dibawa kepada pendalaman tentang kepemimpinan partisipatif dengan modul AsIPA
model B/7b tentang “Sikap-sikap dari Seorang Pemimpin yang Memberi Arah”. Dalam
modul ini, kami pertama-tama diajak menimba inspirasi sikap-sikap kepemimpinan
yang memberi arah dari Yesus berdasarkan beberapa teks Kitab Suci (Mat. 20:25-26; 2Kor. 1:24; Gal. 2:11; Luk. 23:34; Mrk. 3:20). Ketika sungguh
didalami dalam kebersamaan, teks-teks Kitab Suci tersebut sungguh kaya
inspirasi akan sikap-sikap pemimpin yang memberi arah. Selanjutnya, kami diajak
berproses membangun sikap-sikap dari pemimpin yang melihat dirinya sebagai
pemimpin yang memberi arah atau animator. Lalu sikap-sikap tersebut kami
sampaikan dalam role play. Setelah
penampilan role play masing-masing
kelompok, kami berdialog tentang berbagai hal tentang KBG.
Proses
hari keempat diawali dengan merancang tindak lanjut dari pertemuan ini bagi
pengembangan KBG di masing-masing keuskupan.
Setelah itu, kami pun menyepakati rekomendasi-rekomendasi untuk pengelolaan dan
pengembangan KBG selanjutnya.
D. HAL-HAL
POKOK YANG KAMI TEMUKAN
Berdasarkan proses sharing dan
refleksi selama pertemuan ini, kami menemukan beberapa hal pokok, yaitu:
1. Pemahaman
dan penghayatan ber-KBG di masing-masing Keuskupan sangat beragam
a. Beragamnya
istilah untuk menyebut KBG: KBG, KUB (Kelompok Umat Basis), Kombas (Kelompok
Basis), Mawar (Lima Warga), Lingkungan, Kring, Blok, Rukun, WR (Wilayah
Rohani), Kampung, Sektor, Komsel (Komunitas Sel).
b. Beragamnya
penghayatan KBG: ada yang memahami KBG sebagai cara hidup menggereja dalam
lingkup teritorial tertentu dan tempatnya berdekatan, ada pula yang memahami
KBG sebagai cara hidup menggereja berdasarkan kategori tertentu dan lintas
teritori.
c. Meskipun
ada beragam pemahaman dan penghayatan tentang KBG, namun ada modal untuk
mengembangkan KBG, yaitu kemauan untuk berkumpul secara rutin dalam kelompok
kecil.
2. Ciri-ciri
pokok KBG
Meneladan
cara hidup Gereja Perdana sebagai cara hidup menggereja yang otentik, ada 4
ciri pokok KBG, yaitu:
a.
Anggota
KBG hidup dalam suatu lingkungan tertentu.
b.
Sharing
Injil sebagai dasar pertemuan dalam KBG.
c. KBG
bertindak secara nyata dan melakukan segala sesuatu secara bersama berdasarkan
iman.
d.
KBG
harus berhubungan dengan Gereja Universal.
3. Perlunya
kepemimpinan yang partisipatif dan memberi arah untuk menggerakkan dan
mengembangkan KBG
Beberapa
unsur sikap kepemimpinan semacam itu yang kami pandang penting untuk
dikembangkan oleh para fasilitator KBG:
a. Seorang
pemimpin suka melatih orang-orang meskipun memakan banyak waktu dan sering kali
mengalami kegagalan.
b. Seorang
pemimpin mempercayai orang lain. Ia yakin semua orang bahkan orang yang sangat
miskin sekalipun memiliki banyak talenta (kharisma) dan kehendak baik.
c. Seorang
pemimpin mengisi suatu komunitas dengan semangat antusiasme, keyakinan dan
komitmen. Ia memberi jiwa dan roh ke dalam komunitas.
4. Perlunya
dukungan penuh dari seluruh lapisan umat beriman
Belajar
dari beberapa keuskupan
yang telah mengembangkan dan menghidupi KBG dengan baik, ternyata kunci
keberhasilannya terletak pada adanya dukungan penuh dari seluruh lapisan umat
beriman, mulai dari Uskup, para imam, para fasilitator / penggerak KBG dan umat
beriman lainnya. Hal tersebut nampak dalam:
a. Dukungan
penuh Uskup menggerakkan para imam dan umat untuk mengembangkan dan menghidupi
KBG.
b. Sinode
atau Musyawarah Pastoral se-keuskupan
menyepakati KBG sebagai cara hidup menggereja yang mau diterapkan di keuskupannya. Sehingga,
disusun pula strategi-strategi pastoral yang relevan, misal: pembentukan
kelompok, pelatihan fasilitator terus menerus, mendorong para imam dan calon
imam untuk menggerakkan KBG.
c. Kunjungan,
sapaan dan kehadiran para imam di tengah jemaat memberikan dukungan dan
menggerakkan umat untuk membentuk KBG.
d. Dukungan
segenap lapisan umat beriman secara konsisten mendukung tetap diupayakannya
pembentukan KBG meski harus melalui proses dan perjuangan yang tidak mudah dan
memakan waktu yang lama, entah lima atau sepuluh tahun.
5. Hal-hal
positif yang terjadi dengan bertumbuhkembangnya KBG
Dengan
bertumbuhkembangnya KBG, ada beberapa hal positif yang sungguh dirasakan di paroki-paroki yang
mengembangkan KBG:
a. Semangat
persaudaraan dan saling memperhatikan dalam kehidupan jemaat di paroki semakin kuat.
b.
Keberanian
anggota KBG untuk mengemukakan pendapat dan memimpin orang lain.
c.
Saling
mengenal satu sama lain antar anggota KBG.
d.
Keterlibatan
dan partisipasi umat dalam kehidupan menggereja semakin meningkat.
e. Solidaritas
internal jemaat paroki
maupun eksternal dalam kehidupan masyarakat semakin bertumbuh.
f. Terjadi
kemandirian ekonomi dan pemberdayaan masyarakat yang sangat nyata.
6. Tantangan
ke depan bagi pengembangan KBG
a.
Mobilitas
tinggi
Globalisasi yang dimotori oleh
dunia komunikasi membuat percepatan dalam banyak hal. Orang dengan mudah
bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain, orang menjadi tidak mudah
menetap di suatu tempat. Ini tentu menjadi suatu tantangan dalam membangun KBG
yang didasarkan pada lingkup teritorial tertentu dan tempatnya berdekatan.
b.
Generasi
informasi di era digital.
Umat
di masa depan adalah generasi informasi di era digital, dengan model perjumpaan
yang baru dan cara komunikasi baru. Era digital menawarkan semua dalam
genggaman, informasi dapat diakses di manapun juga, tanpa perlu perjumpaan langsung.
Ini tentu menjadi tantangan dalam komunikasi iman, khususnya komunikasi iman
dalam KBG yang mengandalkan perjumpaan secara langsung.
E. RENCANA
TINDAK LANJUT
Setelah mengalami proses melalui
sharing dan refleksi selama empat hari, para peserta pertemuan animator dan
animatris KBG merencanakan tindak lanjut sebagai berikut:
1.
Keuskupan Agung
Makasar
·
Menyampaikan
hasil pertemuan kepada Uskup, Vikep dan Pastor Paroki.
·
Mempraktekkan
pengembangan KBG dan menambah jumlah fasilitator.
·
Pembekalan
fasilitator di tingkat Kevikepan dan Paroki.
2.
Keuskupan Agung
Jakarta
· Membawa
hasil refleksi bersama tentang KBG ini untuk disampaikan kepada Uskup, Kuria
dan Tim Pastoral Keuskupan.
· Visitasi
ke dekenat untuk mengumpulkan ketua-ketua lingkungan untuk mensosialisasikan
kepada ketua-ketua lingkungan tentang Sharing Injil 7 langkah.
·
Meningkatkan
intensitas pelatihan fasilitator.
3.
Keuskupan Agung
Semarang
·
Memperkenalkan
dan melatih metode AsIPA sebagai modul pertemuan-pertemuan kelompok kecil.
·
Menyampaikan
hasil pertemuan ini kepada Dewan Karya Pastoral Keuskupan.
·
Membuat
tulisan berdasarkan pengalaman dalam pertemuan ini: “Metode AsIPA sebagai roh
dan penggerak paguyuban
umat di tingkat basis”.
4.
Keuskupan Agung Ende
·
Menyampaikan
hasil pertemuan ini kepada Uskup.
·
Mengadakan
pelatihan fasilitator KBG dengan metode AsIPA.
·
Mendampingi
fasilitator KBG.
5.
Keuskupan Agung
Pontianak
·
Merevitalisasi
kelompok-kelompok KBG yang sudah ada.
·
Mengadakan
pelatihan dan kaderisasi fasilitator KBG dengan menggunakan metode AsIPA.
6.
Keuskupan Pangkalpinang
·
Memantapkan
hasil sinode kedua yang sudah memberi isyarat bahwa KBG menjadi prioritas
Keuskupan.
·
Sharing
Injil menjadi agenda wajib pertemuan KBG. Maka, metode AsIPA menjadi metode
utama pertemuan KBG.
·
Mengoptimalkan
tempat pelatihan KBG yang sudah ada.
7.
Keuskupan Tanjung
Karang
·
Menyampaikan
hasil pertemuan ini kepada Uskup dan para imam.
8.
Keuskupan Bandung
·
Menyampaikan
hasil pertemuan kepada Dewan Karya Pastoral.
·
Mengintensifkan
lagi gerakan KBG yang sudah dimulai tahun 2011.
·
Menentukan
paroki/lingkungan tertentu sebagai pilot
project.
·
Menyelenggarakan
pelatihan dan pendampingan penggerak KBG.
9.
Keuskupan Purwokerto
·
Sejalan
dengan arah haluan Keuskupan dan fokus pastoralnya, tahun 2014 menjadi titik
tolak mengembangkan KBG sebagai gerakan bersama di seluruh Keuskupan
Purwokerto.
· Mengusulkan
untuk dibentuknya desk KBG di bawah Dewan Pastoral Keuskupan yang memelihara
pengembangan KBG secara berkesinambungan di Keuskupan Purwokerto.
·
Mengusulkan
kepada Dewan Imam untuk memasukkan tema “Kepemimpinan dan Peran Imam dalam KBG”
sebagai bahan retret, pelatihan maupun triduum persiapan pembaharuan janji
imamat.
·
Metode
AsIPa menjadi model bagi modul-modul pertemuan KBG.
10.
Keuskupan Denpasar
·
Mensosialisasikan
hasil pertemuan ini lewat majalah Keuskupan (Agape).
· Mengadakan
training fasilitator tingkat keuskupan: “Pemberdayaan dan Pengembangan KBG melalui
metode AsIPA”.
·
Mengembangkan
metode AsIPA sesuai konteks Keuskupan Denpasar.
11.
Keuskupan Banjarmasin
·
Melaporkan
hasil pertemuan kepada Bapa Uskup dan para Pastor Paroki.
·
Mengadakan
pelatihan fasilitator di tingkat Keuskupan dan paroki.
·
Mengadakan
evaluasi hasil yang telah dicapai.
·
Menerapkan
metode AsIPA.
12.
Keuskupan Tanjung
Selor
·
Melaporkan
hasil pertemuan kepada Uskup.
·
Menyampaikan
hasil pertemuan ini pada para Imam dan Dewan Pastoral Paroki.
·
Membentuk
tim pelatih fasilitator dan mengadakan pelatihan fasilitator di tingkat
Keuskupan dan Dekenat.
13.
Keuskupan Manado
·
Melaporkan
hasil pertemuan ini kepada Uskup.
· Memulai
pembentukan dan membina KBG sampai jadi dengan pilot projectparoki Kakaskasen.
·
Menggunakan
metode AsIPA untuk pengembangan KBG.
14.
Keuskupan Larantuka
· Menambah
tim fasilitator dengan pelatihan-pelatihan AsIPA di tingkat Keuskupan dan
Dekenat.
·
Mendampingi
fasilitator di KBG.
15.
Keuskupan Jayapura
·
Penguatan
KBG di setiap paroki dengan mengadakan pelatihan penggerak KBG.
·
KBG
menggunakan metode AsIPA.
·
Komitmen
terus mengembangkan KBG sebagai cara baru hidup menggereja.
F. REKOMENDASI
Para peserta pertemuan animator
dan animatris KBG menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Untuk
Keuskupan-keuskupan:
·
Uskup
dan para Imamnya mendukung dan memfasilitasi pengembangan KBG dan penggunaan
metode AsIPA serta
menjadikannya sebagai prioritas dan fokus pastoral Keuskupan.
· Membentuk
divisi / desk yang secara
khusus menangani KBG. Divisi / desk ini tidak cukup
hanya di bawah Komkat Keuskupan namun perlu di bawah Tim / Dewan yang mempunyai
jaringan langsung dengan para pastor Paroki.
·
Mengadakan
pelatihan fasilitator KBG di tingkat Keuskupan / Kevikepan / Dekenat / Paroki.
·
Memberikan
dukungan dana untuk pengadaan modul dan pelatihan.
· Dewan
Imam Keuskupan memasukkan tema “Kepemimpinan dan Peran Imam dalam KBG” sebagai
bahan retret, pelatihan maupun triduum persiapan pembaharuan janji imamat.
2. Untuk
Komkat KWI:
·
Menyampaikan
hasil pertemuan ini kepada semua Uskup se-Indonesia.
· Memberi
dukungan dana dan memfasilitasi pelaksanaan pengembangan KBG di setiap
Keuskupan.
·
Mengembangkan
metode AsIPA sesuai konteks Indonesia.
·
Menyiapkan
materi / bahan-bahan AsIPA yang
lengkap untuk pelatihan-pelatihan Fasilitator.
·
Secara
berkala, mengevaluasi pelaksanaan KBG di tingkat nasional.
·
Secara
berkala, mengadakan pertemuan dan pelatihan fasilitator KBG di tingkat
nasional.
·
Melibatkan
diri secara serius dalam pengelolaan dan pengembangan KBG secara nasional.
·
Bekerja
sama dengan Komisi Seminari untuk memperkenalkan KBG kepada Seminari-seminari
Tinggi sebagai cara bereklesiologi, merenungkan Kitab Suci, mempersiapkan
homili dan mengembangkan spiritualitas.
3. Untuk
KWI:
· Perlu
lembaga / komisi khusus yang
mengembangkan KBG atau
menghidupkan kembali LPKB.
· Para
Uskup yang berhasil mengembangkan KBG mensharingkan kepada semua Uskup buah
perkembangan KBG bagi dinamika hidup menggereja di Keuskupannya.
Demikian
rumusan hasil akhir dan rekomendasi pertemuan animator
dan animatris KBG. Semoga berguna bagi pengembangan dan pengelolaan KBG yang
lebih baik lagi di Keuskupan-keuskupan Indonesia. Tuhan memberkati.
Wisma
Kare – Makasar, 23 Mei 2013
Para
Peserta Pertemuan Animator dan Animatris KBG KomKat KWI
Komentar